Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Istri Rahasia Sang CEO
Istri Rahasia Sang CEO

Istri Rahasia Sang CEO

5.0
9 Bab
45 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

"Menikah denganku dan semua biaya rumah sakit ibumu aku yang melunasinya," ucap tegas seorang Danendra Danu Atmaja. Kedua mata Arana Salingga seketika membulat. Pun mulutnya terbuka saat mendengar apa yang pria di sampingnya itu katakan. Pria yang baru dimintai tolong untuk membawa ibunya ke rumah sakit, tiba-tiba memberinya bantuan untuk menyelesaikan masalahnya Namun, bantuan yang dia berikan sangat tidak Arana sangka. "Tapi aku sudah memiliki kekasih dan kita tidak saling mengenal." "Putuskan kekasihmu dan setelah menikah kita akan bisa saling mengenal," suaranya terdengar datar. Arana sangat bingung. Kenapa seorang Danendra sang pengusaha ternama menginginkan dirinya menjadi istrinya? Padahal dia hanya gadis biasa yang jika disandingkan dengannya sangat jauh statusnya, tapi ini dia malah ingin Arana menjadi istrinya. Istri! Suatu status yang sakral.

Bab 1 Sang Penolong

"Ibu ... Ibu kenapa?" Wajah Arana seketika panik saat Arana menyalakan lampu kamar ibunya. Kedua matanya seketika membulat tatkala indra penglihatannya menangkap sosok tubuh yang dari tadi dia cari. Tubuh Ibu Arana tergeletak tidak bergerak di samping tempat tidur.

Arana pun segera bersimpuh dan menahan kepala sang ibu dengan pahanya. Dia mencoba memanggil-panggil nama ibunya, tapi wanita paruh baya yang memiliki wajah lembut itu sama sekali tidak merespon panggilan Arana.

Seketika air mata Arana mengalir deras, dia bingung dan seketika di dalam hatinya sudah diliputi oleh hal yang dia sama sekali tidak menginginkannya.

Arana memberikan bantal untuk kepala ibunya dan berlari keluar. Pertama yang dia datangi adalah rumah sahabatnya yang berada tepat di depan rumahnya. Tanpa memberi salam dia langsung menyelonong masuk dengan wajah paniknya.

"Arana, kamu kenapa?" Seorang wanita paruh baya dengan rambut digelung rapi bertanya dengan wajah kaget.

"Tante, tolong Ibu aku, Tante."

"Ibu kamu kenapa?"

"Ibu aku pingsan dan aku tidak tau kenapa?"

"Ibu kamu pingsan? Sekarang di mana?"

"Ada di kamarnya." Arana benar-benar terlihat sangat panik saat ini.

"Tapi Om Arya belum pulang, kita hubungi saja ambulans agar secepatnya datang ke sini dan bisa membawa ibumu."

"Di mana ibumu? Biar aku yang membawanya ke rumah sakit," timpal seorang pria yang memang dari tadi juga ada di sana, tapi karena saking paniknya, Arana sampai tidak sadar ada orang lain di rumah sahabatnya itu.

"Pak Dane, nggak usah repot-repot, biar saya panggilkan ambulans saja untuk menolong Ibu Arana."

"Sudah tidak apa-apa, biar aku saja yang membawanya, aku takut jika terlalu lama, kondisinya bisa semakin memburuk."

Arana pun melihat ke arah pria itu dengan wajah datar, tapi terkesan dingin. "Tolong Ibu aku!” Arana menatap pria bernama Dane sambil memohon dan tidak sadar mencengkeram lengan tangan pria itu.

Dane melihat wajah Arana yang sangat berharap agar ibunya ditolong segera beranjak dari tempat duduknya. Dane kemudian berlari ke arah rumah Arana, diikuti Arana dan ibu dari sahabatnya segera menuju kamar di mana ibu Arana pingsan.

Dane langsung membopong ibu Arana dan membawanya masuk ke dalam mobil. Arana mengikuti dengan duduk di belakang, kepala ibunya diletakkan di atas paha, dan sambil menangis Arana mengusap-usap lembut pipi ibunya. Air matanya tidak berhenti mengalir karena rasa takut akan kehilangan sosok yang dia cintai itu terbayang jelas di depannya. Arana baru saja kehilangan ayahnya–orang yang juga sangat dicintainya karena sakit yang terlambat terdeteksi dan sekarang dia melihat ibunya juga seperti sekarang ini.

"Ken, cepat ke rumah sakit Elena!" Dane memerintah pada laki-laki di sampingnya yang terlihat usianya lebih muda dari Dane.

"Iya, Pak," jawab singkat laki-laki bernama Ken. Dia dengan cepat melajukan mobilnya.

Di perjalanan, tak henti-hentinya Dane menoleh ke belakang mencoba menenangkan Arana.

"Kamu tenang saja dan yakinlah Ibu kamu pasti baik-baik saja!”

Ken yang melihat tampak terkejut karena dia baru pertama kali melihat atasannya sampai begitu peduli pada seseorang.

***

Setibanya di rumah sakit, Ibu Arana segera dibawa oleh petugas medis di sana. Dane segera berjalan ke sebuah ruangan yang ada di lobi untuk menemui Elena–temannya yang bertugas di sana.

"Elena."

"Halo, Tampan! Eh, kapan kamu datang ke Indonesia?" tanya wanita dengan rambut pirangnya. Dia juga terkejut melihat temannya itu tiba -tiba ada di sana.

"Nanti saja kita bicaranya. Aku ke sini ingin kamu menangani pasien yang baru aku bawa."

"Who is it?"

"Dia wanita berumur yang jatuh pingsan di rumahnya. Cepat, Elena!"

"Okay-okay!" Wanita itu langsung menyambar stetoskop yang ada di atas mejanya dan berjalan menuju ruangan di mana Ibu Arana sudah dipasangi beberapa alat untuk memeriksa kondisinya.

Elena yang sudah sampai di sana langsung meminta Dane dan Arana keluar dari ruangan agar Elena bisa mulai menjalankan pemeriksaan.

"Dane, ibuku akan baik -baik saja, kan? Aku takut, Dane." Tanpa sadar Arana mencengkeram kedua lengan Dane dengan air mata yang sejak tadi tidak berhenti menetes.

"Kamu harus tenang, Arana! Semua akan baik-baik saja. Ibumu sudah ditangani dokter terbaik di sini, dia temanku."

"Aku takut, Dane, aku sudah tidak memiliki siapa pun di sini. Aku cuma punya ibuku." Arana kembali menangis. Kali ini tangisannya terdengar keras dan begitu perih.

Mendengar itu, entah kenapa Dane jadi ikut merasa cemas. Hatinya bergetar. Tidak tega melihat Arana. Tangan Dane pun tiba-tiba terangkat dan mendekap Arana dalam pelukannya. Arana yang memang sedang diliputi kesedihan pun tidak sadar membalas pelukan Dane. Saat ini, dia hanya membutuhkan bahu seseorang untuk menuangkan rasa yang membuatnya sesak. Rasa trauma akan kehilangan orang yang dia cintai kembali muncul saat melihat keadaan ibunya tadi.

Ken yang sejak tadi berdiri di sana semakin kaget melihat sikap atasannya yang seperti itu, padahal sebelumnya Dane sama sekali tidak pernah mau tahu dengan keadaan orang lain, terlebih seorang wanita.

***

Beberapa menit kemudian, Elena keluar dari ruangan. Dokter berambut pirang itu berjalan ke arah Dane dan Arana. Dane yang melihat temannya itu langsung melepaskan pelukannya. Arana yang baru sadar apa yang dia lakukan jadi merasa tidak enak akan hal itu.

Dia menatap Dane sebentar. "Maaf, Dane." Dia kemudian menundukkan pandangannya.

"Tidak apa-apa."

Arana mengalihkan pandangannya, melihat kedatangan Elena yang tiba di hadapannya.

"Dokter, bagaimana keadaaan Ibu saya?" tanya Arana panik melihat Elena.

"Untuk saat ini keadaan Ibu kamu belum bisa dikatakan stabil, kita harus melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan untuk memastikan bahwa tidak ada hal lain yang mengkhawatirkan karena tekanan darah pasien sangat tinggi sekali. Jadi, lebih baik pasien dirawat di sini dan besok akan kita lakukan pemeriksaan lanjutan."

"Ya sudah, kalau begitu kamu atur saja semua, Elena. Tangani Ibu Arana dengan baik, aku percayakan semua perawatannya sama kamu," terang Dane.

"Ya sudah kalau begitu suster akan menyiapkan kamar dan pasien akan dipindahkan ke sana. Kalau begitu kamu dan Arana langsung ke ruangan di sana untuk menyelesaikan administrasinya." Elena menunjukkan sebuah ruangan dengan pintu kaca besar. Elena juga berpamitan sebentar untuk kembali ke ruangannya.

"Dane, apa ibuku tidak bisa dirujuk ke rumah sakit lainnya, ya?" Arana tampak mendekat dan berbicara terbata-bata kepada Dane.

"Kenapa tidak di sini saja?" Wajah Dane tampak bingung.

"Ini rumah sakit besar, Dane. Di sini biayanya pasti mahal, aku …." Arana bingung mau melanjutkan perkataannya.

"Maksudnya, soal biayanya kamu tidak punya uang?" Dane menatap penasaran.

Arana mengangguk perlahan. "Aku hanya karyawan kecil di sebuah kantor majalah dan gajiku tidak akan mencukupi jika harus membiayai ibuku di rumah sakit yang besar ini, tapi bukan berarti aku tidak mau ibuku sembuh. Aku ingin memastikan ibuku baik-baik saja karena hanya dia yang aku miliki sekarang, " ucap Arana lirih.

Seketika di dalam hati Dane, muncul suatu ide saat melihat kebingungan Arana, “Mungkin aku bisa memanfaatkan keadaan Arana. Aku yakin dia tidak akan mungkin bisa menolaknya.”

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 9 Kecemburuan Radit   04-05 12:51
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY