/0/18160/coverbig.jpg?v=e242b445dbe3456ad317d6d95d56ea7a)
"Gadis gila!" Itulah panggilanku di sekolah, hanya karena aku sering berimajinasi, mereka menganggapku demikian. Tetapi, aku tidak peduli. Imajinasi adalah hidupku! Hingga suatu hari, salah satu rangkaian imajinasi yang kubuat menjadi nyata! Sang pangeran telah datang untuk menemani sang putri yang kesepian. Dia ... Kelabu, pangeranku.
TULPA
1. Lilin
Aku tersenyum tipis, terharu akan kejutan dari sang mama yang kini berdiri di depanku seraya membawa sebuah roti ulang tahun. Ya, hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke-lima belas tahun.
"Ayo tiup lilinnya, sebelum itu mintalah permohonan," ujar mamaku.
Kupejamkan kedua mataku. Menyatukan kedua tangan, terkepal kuat di depan dada. Hanya satu yang kuinginkan. Aku hanya ingin sosok pangeran untuk hadir di kehidupanku. Setelahnya, membuka mata dan meniup lilin berbentuk angka itu. Aku tersenyum, melihat mama yang bertepuk tangan senang. Bukan seperti ulang tahun pada anak-anak lainnya yang ramai akan kehadiran sosok teman, kado, lalu perhiasan di mana-mana. Ulang tahunku sederhana, hanya satu buah roti ulang tahun dan lilin. Selebihnya tidak ada. Teman? Ya, aku memang tidak memiliki seorang teman. Ditambah lagi dengan sifatku yang tidak peduli sekaligus pendiam, membuatku susah mendapatkan seorang teman. Dan malam ini, aku meminta seseorang datang dalam kehidupanku. Seperti pada ulang tahun yang sebelum-sebelumnya.
***
"Kejora, sepertinya nanti malam mama akan pulang terlambat. Kamu di rumah, jaga diri baik-baik."
Aku menghela napas. Lagi-lagi, mamaku harus bekerja lembur untuk menafkahi hidup kami. Setelah lima tahun ditinggal pergi almarhum ayah, mama begitu sibuk mengurusi perusahaan mendiang sang ayah. Pagi hari sudah berangkat, pulang malam hari. Jujur saja, aku mencemaskan kesehatan mama.
"Jangan lupa istirahat, Ma," ucapku. Mama hanya tersenyum. Lalu, kembali sibuk mengolesi roti lapis dengan selai kacang untukku.
Setelahnya keheningan melanda. Kami sama-sama sibuk menikmati menu sarapan kami. Beberapa menit kemudian, mama bangkit dari tempat duduknya disusul olehku.
"Ayo, mama antar ke sekolah." Aku hanya mengangguk dan mulai memakai tas sekolahku.
Sembari menunggu mama yang tengah memanggil Bi Sum–pembantu rumah kami, aku memilih masuk terlebih dahulu ke dalam mobil seraya mendengarkan musik menggunakan earphones. Suara pintu mobil yang ditutup, menyadarkanku dari larutan melodi indah yang tengah kudengarkan. Menoleh, mendapati mama yang mulai menyalakan mesin mobil. Tidak ada obrolan yang kami lakukan. Aku sendiiri, tidak tahu harus memulai obrolan dari mana. Sehingga akhirnya, aku memilih menatap keluar jendela, masih dengan mendengarkan musik dari earphones. Mobil kami mulai memelan, hingga akhirnya berhenti tepat di depan gerbang sekolahku. Menghela napas pelan, sebelum akhirnya melepaskan tali pengaman. Mencium punggung tangan mama.
"Hati-hati di jalan, Ma."
Setelahnya, mobil mama melenggang pergi. Menyisakan diriku yang masih berdiri di depan gerbang sekolah dengan wajah kusut. Bukan tanpa alasan, jika diberi pilihan antara sekolah dan rumah, lebih baik aku berada di rumah. Membaca novel atau bahkan menonton film. Daripada harus meladeni beribu tatapan yang selalu dia dapatkan. Dan yah, semua itu kini mulai terjadi. Saat langkahku baru saja menginjak di halaman sekolah, semua mata menatapku takut, mengejek, kasihan, dan masih banyak lagi. Menghela napas kasar. Ini belum apa-apa, karena ....
"Hei lihat! Gadis gila itu masih saja berani menginjakkan kaki di sini. Kenapa pihak sekolah tidak membawanya ke rumah sakit jiwa saja sih?"
Hah, baru saja akan dibicarakan, gunjingan itu meluncur bebas dari mulut Diana yang notabenenya adalah teman sekelasku. Aku hanya memasang wajah datar, mencengkeram erat tali tasku, mencoba untuk bersabar.
Duk!
Memejamkan kedua mata, lalu menghela napas lagi. Dahiku berdenyut hebat. Bahkan, bisa kupastikan benjolan besar akan bertengger di sana. Suara tawa seketika menggema ketika melihat tubuhku terjerembab mencium lantai koridor kelas. Rendy–kekasih Diana baru saja menjulurkan kakinya saat diriku akan melewatinya. Oh bagus, sepasang kekasih itu sepertinya senang membullyku.
"Sorry sengaja," ucapnya tanpa merasa bersalah.
Aku bangkit dalam diam. Melirik ke arah Diana yang kini mulai bergelayut manja di lengan kekar Rendy. Mendesis pelan. Ingin sekali aku membalas perbuatan kalian, tetapi mengingat bahwa catatanku di dalam buku BK sudah banyak, aku memilih melenggang pergi tanpa memperdulikan ejekan mereka. Jangan sampai, mama yang merasakan dampaknya lagi hanya gara-gara perbuatanku.
Sesampainya di dalam kelas pun, sama. Kelas yang semula ramai, kini hening saat aku berdiri di ambang pintu. Mereka menatapku sinis. Memutar bola mata jengah, melangkah menuju ke bangku. Terdiam sejenak, mencoba menelisik bangkuku. Aku tidak mau kejadian beberapa hari yang lalu, di mana aku terjatuh dengan mengenaskah karena ulah teman-teman sekelasku yang dengan biadabnya membuat bangkuku rusak. Setelah dirasa aman, aku mulai mendudukinya dengan tenang. Berpuluh mata tajam di kelasku, masih bisa kurasakan menghunus ke arahku.
"Mata kalian mau gue colok?" tanyaku dengan nada pelan tetapi tegas. Membuat mereka mendengus lalu kembali ke aktivitas mereka masing-masing. Aku tidak peduli, kupilih mengambil buku bersampul hitam lalu mulai menuangkan tinta hitam berupa kalimat ke dalamnya.
Imajinasiku mulai berkeliaran liar. Dengan semangat aku menuliskan sebuah kisah berisikan bajak laut dengan monster gurita. Terdengar mengerikan, tetapi itu memang cukup seru bagiku. Ketenanganku hilang, saat salah satu teman sekelasku menyerobot paksa bukuku. Dia memicingkan matanya, sebelum akhirnya berteriak.
"Hei kawan! Lihat, gadis gila ini mulai berhalusinasi lagi!" Sambil mengangkat tinggi-tinggi bukuku. Selanjutnya, dia berlari menuju ke gerombolan anak-anak. Disusul dengan tawa mengejek.
"Memangnya ada monster laut heh?"
"Apa-apaan ini, masa bajak laut memiliki kekuatan? Pengendali air lagi? Hahaha!"
"Wah makin hari, makin menjadi aja tuh!"
Dan ejekan lainnya. Hei! Itu kan imajinasiku, kenapa mereka harus repot-repot menilainya? Dengan kesal, aku merebut kembali bukuku lalu duduk dengan kasar. Tidak memperdulikan tawa dan ejekan teman-temanku. Aku memilih memasang earphones kembali dan menyetel musik sekeras yang kubisa agar suara ejekan dan tawa menyebalkan itu tidak lagi terdengar di gendang telingaku.
Hei, aku tidak salah bukan? Aku bebas berimajinasi yang kumau. Memangnya salah? Awas saja jika suatu hari nanti aku menjadi penulis terkenal, kubungkam bibir kalian. Tunggu saja nanti!
Bersambung ....
"Aku tidak peduli dengan omongan mereka. Ini tentang aku, bukan mereka. Ini tentang takdir yang ingin kupijak."
_Kejora Amara_
"Bunuh semua kaum kegelapan!" Seorang gadis yang berdiri di tengah-tengah keramaian, terbalut rantai itu menatap bengis setiap orang yang meneriakinya. Meminta agar ia untuk segera dilenyapkan, seakan-akan hanya dengan kematiannya dunia ini akan benar-benar aman. "Bunuh dia!" "Hapus seluruh kaum kegelapan dari dunia ini!" Hingga sebuah teriakkan lantang penuh ketegasan berhasil membuat nasib gadis malang itu terselamatkan. "Tundukkan wajah kalian dari ratuku!"
Rubby sudah merasakan berbagai jenis cinta, sekaligus berbagai jenis ranjang dan desahan, namun akhirnya dia tersudut pada sebuah cinta buta dan tuli yang menjungkir balikkan kewarasan dia, meski itu artinya... TABU, karena seseorang yang dia cintai, adalah sesorang yang tidak seharusnya dia kejar. Ruby hanyalah gadis di pertengahan tiga puluh tahun. Meski begitu, tubuhnya masih terawat dengan baik. Pinggangnya masih ramping tersambung oleh lengkungan indah pinggul yang tidak berlebihan meski kentara jelas.
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
Salah kamar mengakibatkan Claudia terjebak dalam hubungan rumit yang tak seharusnya terjadi. Malam itu, harusnya Christian menghabiskan malam panas dengan calon istrinya. Namun, siapa sangka kalau berujung pada Christian yang malah masuk ke dalam kamar Claudia—yang mana adik dari calon istrinya. Semua bermula dari sini. Claudia dan Christian terjebak dalam sebuah hubungan yang tak seharusnya terjadi. Hal yang membuat semakin rumit adalah Claudia dan Christian harus tinggal satu atap. Mungkinkah skandal ini akan tercium? Lantas, bagaimana akhir dari kisah Claudia dan Christian? Kesalahan satu malam membawa mereka dalam sebuah lingkaran api. *** Follow me on IG: abigail_kusuma95
Kehidupan rumah tangga Vee dan Damar harus berakhir ketika dirinya mengetahui perselingkuhan suaminya dengan asisten rumah tangga mereka. Bercerai dengan Damar bukan berarti permasalahan telah selesai. Vee mendapatkan teror dari istri baru suaminya dan mengakibatkan dia harus kehilangan orang yang paling disayang. Vee tidak tinggal diam. Dibantu sahabatnya, dia mengungkap kejahatan istri baru mantan suaminya hingga membuat Damar yang tadinya tidak mempercayai ucapan Vee menjadi berbalik percaya. Bagaimana cara Vee mengungkap semua kejahatan mantan asisten rumah tangga yang kini telah menjadi istri Damar? Lantas, apa yang akan dilakukan oleh Damar saat mengetahui kebenarannya?
Warning!!! Khusus 18+++ Di bawah 18+++ alangkah baiknya jangan dicoba-coba.
WARNING 21+ HARAP BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN! AREA DEWASA! *** Saat kencan buta, Maia Vandini dijebak. Pria teman kencan butanya memberikan obat perangsang pada minuman Maia. Gadis yang baru lulus SMA ini berusaha untuk melarikan diri. Hingga ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata seorang CEO. "Akh... panas! Tolong aku, Om.... " "Jangan salahkan aku! Kau yang memulai menggodaku!"