/0/18259/coverbig.jpg?v=421da20e39696f52987957755ab08fd4)
Dalam ketegangan yang membara antara cinta dan balas dendam, 'Tricky My Husband' mempersembahkan kisah epik Kirana, seorang wanita hamil yang terjebak dalam labirin percintaan yang rumit. Di tengah kemegahan bisnis keluarga Juna, Kirana merencanakan serangkaian serangan yang dapat merusak reputasi keluarga Dharmawangsa, sambil menyembunyikan rahasia identitasnya. "Sudah cukup!" desis Kirana, matanya menyala dalam kebencian yang terpendam. Namun, ketika perjuangan balas dendam mencapai puncaknya, Kirana mendapati hatinya terbelah di antara cinta yang tumbuh di dalam dirinya dan hasrat membara untuk membalas dendam. "Kamu tidak tahu apa yang kamu bicarakan," bisik suara lembut di kegelapan. Dalam pertarungan antara kebencian dan keinginan, siapakah yang akan menang? Dan pada akhirnya, siapa yang akan menyerah di dalam permainan cinta yang berbahaya ini? Saksikanlah ketegangan memuncak dan rahasia terkuak dalam "Tricky My Husband"
Di sudut jalan yang sepi dengan pemandangan pohon-pohon rindang, terdapat sebuah rumah yang begitu megah menunjukkan status sosial yang berada di puncak piramida. Kemegahan yang terpancar bukan semata-mata menunjukkan bahwa penghuni rumah tersebut hidup jauh dari kata harmonis namun, rumah itu selalu dilingkupi dengan kehidupan harmonis, senyuman dan kasih sayang dari sang pemilik.
Di dalam rumah megah itu, sosok Juna Dharmawangsa menjadi pilar utama. Sosok yang penuh dedikasi terhadap kelurga menjadikannya sebagai seorang pengusaha handal. Keberadaannya menjadi pusat perhatian dan panutan bagi setiap anggota keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Wajahnya yang bijaksana dan senyumannya yang hangat selalu menginspirasi orang lain untuk menjalani hidup dengan integritas dan kejujuran.
"Mas, kamu mau minum kopi atau teh?" Pertanyaan itu berhasil mengembalikan fokus Juna yang sedang melamun memikirkan urusan perusahaan. Dirinya tersenyum ramah pada Faras yang sudah menemani selama dua tahun pernikahan.
"Buatkan kopi saja Ras," jawab Juna.
Netranya terus memandang punggung Faras yang berkutik di dapur untuk membuatkannya secangkir kopi, entah mengapa Juna merasa rumah yang mereka tinggali masih memiliki kekurangan. Kekurangan itu ada di diri mereka yang belum juga mendapatkan penerus di kelurga Dharmawangsa.
Aroma kopi yang semerbak sudah mendekat menandakan Faras sudah melangkah untuk medekatinya. Juna tak bohong, wanita yang ia nikahi karena hasil perjodohan antara keluarga Dharmawangsa dan keluarga Herwaman tidaklah buruk.
Lambat laun Juna sangat menyayangi Faras dan hubungan pernikahan mereka semakin erat.
"Mas, ada beberapa hal yang mau aku bicarakan sama kamu. Kamu ada waktu senggang untuk siang nanti?" tanya Faras kepada Juna yang tengah berkutat dengan laptop di hadapannya itu.
Juna terdiam dan kembali memastikan runtutan jadwal yang sangat padat tersebut, ia bisa membaca dari raut wajah Faras bahwa terdapat beberapa hal serius yang akan diperbincangkan.
"Ada, mau janjian di mana? Apa perlu aku buat reser vasi di restoran terdekat?" tanya Juna pada Faras yang kini menatapnya dengan lamat, wanitanya itu menggeleng pelan dan berkata, "tidak perlu, nanti kita ngobrol santai aja di ruangan kamu."
Setelah perbincangan itu, kesepian kembali menyergap Juna seorang diri di ruang makan. Memang rumah yang mereka tempati sangatlah besar ditemani dengan beberapa pekerja yang sengaja Juna ambil dari yayasan agar rumah miliknya terasa lebih ramai.
Sejujurnya, Juna tidak pernah memaksa Faras untuk segera mengandung namun, Juna tetap saja memiliki perasaan terlebih melihat interaksi teman-temannya dengan anak mereka, Juna juga ingin melakukannya.
Jam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh siang, mengharuskan Juna untuk pergi meninggalkan Faras sendirian walaupun mereka akan bertemu di jam makan siang.
"Kalau butuh sesuatu bisa kabari Pak Wawan, aku berangkat dulu ke kantor karena harus melihat progress dari beberapa divisi mengenai kerja sama dengan perusahaan lainnya."
"Tenang aja Mas, di sini juga banyak orang kok. Ada Arya, Heru sama Gina yang selalu jadi teman main aku," ucap Faras menenangkan pikiran Juna yang selalu khawatir padanya, padahal Faras sudah biasa sendirian sejak Sekolah Dasar.
Juna memberi senyuman hangat pada istrinya, sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah, Faras. Aku akan berangkat sekarang. Kalau ada apa-apa, jangan ragu untuk menghubungi Pak Wawan atau siapapun di sini."
Faras mengangguk mantap, ekspresinya penuh keyakinan. "Aku pasti akan baik-baik saja, Mas. Sampai jumpa nanti di jam makan siang!"
...
Langkah kaki penuh percaya diri membawa Faras memasuki gedung megah yang merupakan kantor milik keluarga suaminya itu, kerap kali Faras menyapa beberapa pegawai yang memang sudah mengenalnya sejak pernikahan mereka.
"Selamat siang Bu Faras, ada yang bisa dibantu?" sapa seorang petugas di dekat lift kepadanya.
Faras hanya tersenyum dan berkata, "saya sudah buat janji dengan Pak Juna, ada hal penting yang akan saya bicarakan."
"Mau saya antar Bu?"
"Tidak perlu Pak, semangat kerjanya!"
Lift yang membawa Faras sampai lantai 16 tersebut membuatnya semakin merasa berdebar, sebuah amplop resmi dari rumah sakit semakin dirematnya dengan tak karuan, bisa dipastikan bahwa kertas tersebut sudah sedikit lecak di bagian ujungnya.
Faras mengetuk pintu ruang kerja Juna dengan lembut, menunggu di ambang pintu dengan senyum cerah di wajahnya. Juna, yang sedang sibuk menatap layar komputernya, mengangkat kepalanya dan tersenyum begitu melihat Faras.
"Faras! Akhirnya kamu dateng juga, mas sudah memesan makan siang untuk kita berdua." Sambut Juna dengan antusias begitu melihat istrinya sudah datang.
Faras menempatkan sebuah amplop di atas meja Juna sebelum duduk di depannya. "Aku punya sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu, Mas. Tentang rencana kita untuk melakukan program bayi tabung."
"Apa kata Dokter? Bukankah kondisi kita sama-sama sehat?" tanya Juna memastikan.
Faras mengangguk dan kembali menjelaskan, "memang kondisi kita sehat mas, aku hanya ingin kita cepat memiliki anak."
Juna berdiri dan menghampiri Faras yang duduk di hadapannya, tubuh kecil itu dibawanya ke dalam pelukan hangat.
"Jangan merasa terbebani Ras, aku tidak pernah memaksa kamu untuk segera memiliki anak. Kita bisa melakukannya pelan-pelan dan yakinkan semuanya pada Tuhan."
"Tapi mas, aku mau ikut program ini," ucapnya.
"Aku gak akan izinin kamu untuk ikut program bayi tabung, itu semua akan membuat kamu terbebani terlebih tidak membawa keberhasilan dalam sekali coba. Kita coba dulu perlahan ya Ras, aku mohon jangan berpikiran seperti itu lagi," pinta Juna pada istrinya agar tidak terlalu berfokus pada keinginannya untuk mengandung.
"Memangnya kamu gak ingin punya anak Mas? Aku tahu kalau kamu pasti iri sama temen-temen yang lain saat kita kumpul bersama."
Juna hanya tersenyum dan mengusap bulir air mata yang keluar dari mata indah milik Faras, "iri tapi aku lebih ingin kamu bahagia dan tidak merasa tertekan. Kita akan melewati semuanya bareng-bareng. Mungkin kita bisa konsul bersama untuk mengikuti program hamil."
Faras menatap Juna dengan tatapan penuh harapan, namun ada keraguan yang masih tersirat di matanya. "Tapi, Mas.. bagaimana jika kita gagal lagi? Bagaimana jika semua usaha kita untuk memiliki anak akan sia-sia?"
Juna menatap tajam mata Faras, merasakan beban yang sama kuatnya. "Kita tidak akan tahu sampai kita mencobanya. Kita telah melewati begitu tantangan rumah tangga bersama dan aku yakin kita akan melewati ini juga. Kita harus optimis dan tidak menyerah."
Faras tersenyum lembut, mengerti dan terharu dengan kata-kata Juna. "Terima kasih, Mas. Aku juga akan melewati semua rintangan ini bersama kamu."
Mereka berdua saling memeluk dengan erat, membiarkan kehangatan hubungan mereka menyatukan segala keragu-raguan dan keinginan yang mereka miliki. Merasakan ketegangan dan keputusasaan yang mengalir di antara bahtera rumah tangga mereka.
Di altar, ketika tirai penutup diangkat, Abimana melihat Maheswari berdiri di depan altar dengan mata yang membuatnya terhenyak. Mata yang sama dengan mata ibunya, mata yang telah membayangi setiap malamnya. "Apakah kamu tahu siapa aku?" tanya Abimana, suaranya bergetar Maheswari menatapnya dengan bingung. "Aku hanya tahu kita dijodohkan dan kamu adalah asisten dosen di kampusku. Kenapa?" Abimana tidak bisa menjelaskan perasaannya yang campur aduk. Saat malam pernikahan mereka dihadapkan pada rahasia yang lebih dalam-bahwa Maheswari adalah penerima donor mata dari ibunya-Abimana terjebak dalam konflik batin yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Novel Ena-Ena 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti CEO, Janda, Duda, Mertua, Menantu, Satpam, Tentara, Dokter, Pengusaha dan lain-lain. Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Warning 21+ Harap bijak memilih bacaan. Mengandung adegan dewasa! Bermula dari kebiasaan bergonta-ganti wanita setiap malam, pemilik nama lengkap Rafael Aditya Syahreza menjerat seorang gadis yang tak sengaja menjadi pemuas ranjangnya malam itu. Gadis itu bernama Vanessa dan merupakan kekasih Adrian, adik kandungnya. Seperti mendapat keberuntungan, Rafael menggunakan segala cara untuk memiliki Vanessa. Selain untuk mengejar kepuasan, ia juga berniat membalaskan dendam. Mampukah Rafael membuat Vanessa jatuh ke dalam pelukannya dan membalas rasa sakit hati di masa lalu? Dan apakah Adrian akan diam saja saat miliknya direbut oleh sang kakak? Bagaimana perasaan Vanessa mengetahui jika dirinya hanya dimanfaatkan oleh Rafael untuk balas dendam semata? Dan apakah yang akan Vanessa lakukan ketika Rafael menjelaskan semuanya?
"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.
Setelah menikahi akhwat cantik yang lama diidam-idamkan, pria milyarder itu merasa sangat bahagia. Mereka menikmati kehidupan rumah tangga yang bahagia, meski baru seminggu. Namun, ada satu hal yang membuat sang istri merasa terganggu. Suaminya mempunyai kebiasaan yang cukup mengkhawatirkan. Hampir setiap saat, suaminya meminta jatah. Sebelum tidur, saat menyiapkan makanan, bahkan saat mereka sedang santai di ruang keluarga. Sang istri merasa kewalahan. Dia tidak pernah menyangka bahwa suaminya begitu rakus akan kepuasan duniawi. Suatu hari, ketika sang istri sedang memasak di dapur, sang suami mendekatinya dan mulai merayunya. "Sayang, ayo kita berduaan sebentar di kamar," bisik suaminya, sambil mencium leher istri. Dengan wajah merah padam, sang istri mencoba menolak. "Aku sedang memasak, nanti saja ya, Sayang," ujarnya lembut. Namun, suaminya tidak terima penolakan. Dia semakin mendesak, bahkan mulai meraba tubuh sang istri. "Aku tidak bisa menahan nafsu ini, Sayang," desahnya. Akhirnya, sang istri menyerah pada desakan suaminya. Mereka pun bergegas ke kamar untuk melampiaskan hasrat mereka. Sang istri merasa kewalahan menghadapi keperkasaan suaminya yang mencapai 27cm. Dia merasa tubuhnya terlalu lemah untuk mengimbangi nafsu suaminya yang tidak pernah habis. Setelah berhubungan intim, sang istri terkapar lemas di tempat tidur, sementara suaminya bangkit dengan senyum puas