/0/19408/coverbig.jpg?v=410fcd0ce85571fc0ed15a432792aff0)
Hidup bersama dalam satu atap dengan orang yang kita suka, apakah bisa? Bagai cerita, hal ini terjadi pada gadis SMA bernama Heira Attaya, kematian kedua orang tuanya yang terbilang mengenaskan menjadi salah satu penyebab utama, yang menimbulkan kepribadian ganda terhadap gadis SMA itu. Apakah Heira bisa bertahan setelah mengetahui sebab di balik kematian orang tuanya yang berkaitan dengan orang yang dia suka? Entahlah yang pasti sebuah peristiwa telah mengubah segalanya, gadis itu tiba-tiba menghilang, benar-benar menghilang tanpa meninggalkan sedikitpun pesan.
"Hiks hiks...ibu...ayah...jangan pergi...." tangis Heira, menggoyangkan jasad kedua orang tuanya dengan kasar.
"Sabar nak, kami mengerti perasaanmu, kamu pasti kuat," ucap Bu Rani mengelus lengan Ira.
Heira menjerit histeris kala melihat kedua orang tuanya tertutup kain batik diam membeku tak berkutik, ia genggam tangan pucat di sampingnya, terasa dingin bagai embun di pagi hari, hati ini terasa tercabik menerima takdir pahit, kenyataan telah menunjukkan arah, langit terasa runtuh, kehidupan ini seakan memudar tanpa warna, beriringan dengan kilasan memori yang terasa abu, mengapa harus dia yang merasakan semua ini, mengapa takdir tidak mengizinkan dia untuk ikut pergi? Bersama ayah, ibu dan kebahagiaannya.
"Lebih baik aku ikut kalian...jangan tinggalkan aku sendiri...hiks...hiks...." batin Ira.
Bayangan silam seketika muncul dalam pikirannya. Dia masih ingat setiap bentakan, nasehat membosankan, ataupun perintah yang menyebalkan. Sekarang semua itu sangat dia rindukan.
"Aku janji, akan menjadi anak yang baik, tidak akan membantah apa pun lagi, hiks...hiks....," ucap Ira pelan.
Tangis Ira mengeras, beberapa pelayat yang menyaksikan menyeka mata mereka, kepedihan seorang gadis muda di samping jasad kedua orang tuanya terlalu pilu untuk mereka lihat.
"Kamu kuat," ucap Bu Nina sambil menyeka air mata yang mengalir begitu saja, larut dalam kesedihan.
"Aku tidak kuat....aku ingin ikut dengan mereka, aku tidak ingin sendirian, hiks...hiks..."
"Tenangkan dirimu Ira!" ucap Bu Nina menyandarkan kepala gadis itu di bahunya, mengusap dengan penuh perasaan.
"Aku tidak ingin sendiri hiks...hiks..."
"Ira tidak sendirian, ada Bu Nina, Bu Rani, Alva dan yang lainnya juga, Ira tidak sendirian." Bu Nina berusaha meyakinkan Ira.
Bugh...
Ira tergeletak tak sadarkan diri di tengah kerumunan pelayat. Beberapa orang segera menggendong tubuh gadis kecil itu menuju kamarnya.
***
Setelah beberapa saat akhirnya dia terbangun. Dengan paksa, dia membuka matanya yang terasa sangat berat.
"Ayah, ibu!" Ira langsung teringat kedua orang tuannya.
Dia segera berlari mencari sosok yang sangat di rindukan. Berharap semua yang ada dalam ingatannya terakhir kali, hanyalah mimpi.
Bak...
Ira membanting pintu dengan keras, hingga terdengar beberapa langkah dari luar.
"Ayah, ibu?"
Ira mencari jasad kedua orang tuanya. Di ruang tengah tidak terlihat apa pun di sana. Hanya beberapa orang saja yang terlihat sedang berkumpul di sini. Seketika mereka menoleh, memberikan tatapan menyedihkan kepadanya.
"Ayah dan ibu sudah di ke bumikan." Alva datang menjelaskan.
Ira menoleh ke arah adiknya dengan mata sembab.
"Ayah, ibu?" tanya Ira, tidak percaya.
Apakah ingatan terakhirnya benar-benar nyata? Kedua orang tua yang dia miliki sekarang sudah di makamkan. Apakah ini hanya sekedar mimpi?
Tubuh gadis itu bergetar, dia mundur beberapa langkah hingga menyentuh tembok. Perlahan tubuhnya mulai turun, hingga tertelungkup di lantai dengan kepala yang tertunduk, memejamkan mata serapat-rapatnya, menahan tangis yang mungkin saja akan kembali pecah beberapa saat lagi.
Perlahan dia kembali membuka matanya, menatap adik satu-satunya yang terdiam tak bergerak sedikit pun.
"Kenapa tidak tanya dulu padaku?" Ira menaikan volumenya, menatap Alva dengan tajam.
Alva tak bergeming sedikitpun, dia menundukkan kepala, berlari dari pertanyaan yang di lontarkan kakaknya.
"Hey!" Seketika Heira bangun dari duduknya, mencengkeram kuat kerah baju sang adik.
Alva hanya diam menerima perlakuan sang kakak, dalam pikiran Alva, kakaknya hanya di landa emosi sesaat, membalasnya adalah hal yang sia-sia.
Stt....
Beberapa orang yang melihat kejadian seketika melerai kedua adik kakak yang terlibat cekcok.
"Sudah-sudah, Ira tenang dulu."
Ira melepas cengkeraman dengan kasar. Air mata tak bisa dia bendung lagi, terus mengalir deras dengan sendirinya. Dia menatap lekat setiap wajah menyedihkan yang duduk memperhatikan dirinya dengan rasa penuh iba. Tak lupa dia menatap Pak Ustaz dan Alva secara bergantian.
"Tenang? ...Tak ada yang bisa menenangkan aku sekarang. Semua orang egois! Tidak ada yang bisa mengerti aku," bentak Heira.
Setiap kata yang keluar dari mulutnya, menggema hingga memenuhi setiap penjuru ruangan.
"Ira...." ucap Pak Ustaz terpotong, seraya menatap Ira dengan tatapan sayu. Tangannya mengapung hendak mengelus gadis yang tengah dilanda emosi, berusaha menenangkannya.
"Diam!" bentak Heira.
Seketika suasana semakin hening, tak ada sedikitpun suara yang terdengar, hanya suara jarum jam yang masih terdengar samar.
Tangan Ira mengepal kuat hingga terlihat jelas garis hijau membentang di tangannya. Dia mengambil ancang-ancang, kemudian pergi, berlari sekencang-kencangnya, menghindar dari semuanya.
Vivian tidak pernah tahu bahwa menikahi Maximilian Windsor akan menjadi mimpi paling buruk baginya. Setiap hari mendapat penyiksaan fisik dan batin membuat Vivian harus menahan trauma berat. Sampai suatu masa dalam kehidupan yang begitu menyiksa, datanglah sosok pria yang mampu membangkitkan semangat Vivian untuk tetap hidup. Dia adalah River, pria lembut yang datang bagai sosok malaikat dan penyelamat, namun disamping itu pula akibat ketertarikan Max yang semakin menggila, sebuah kejadian tak terduga malah membuat Vivian harus mengandung benih dari pria yang paling dia benci selama hidupnya. Manakah yang akan dipilih? Apakah River pemenangnya ataukah Max sebagai ayah kandung anaknya? Kita akan menemukan jawabannya dalam kisah ini.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Pernikahan tiga tahun tidak meninggalkan apa pun selain keputusasaan. Dia dipaksa untuk menandatangani perjanjian perceraian saat dia hamil. Penyesalan memenuhi hatinya saat dia menyaksikan betapa kejamnya pria itu. Tidak sampai dia pergi, barulah pria itu menyadari bahwa sang wanita adalah orang yang benar-benar dia cintai. Tidak ada cara mudah untuk menyembuhkan patah hati, jadi dia memutuskan untuk menghujaninya dengan cinta tanpa batas.
Kisah asmara para guru di sekolah tempat ia mengajar, keceriaan dan kekocakan para murid sekolah yang membuat para guru selalu ceria. Dibalik itu semua ternyata para gurunya masih muda dan asmara diantara guru pun makin seru dan hot.
Warning! Banyak adegan dewasa 21+++ Khusus untuk orang dewasa, bocil dilarang buka!
Setelah menikahi akhwat cantik yang lama diidam-idamkan, pria milyarder itu merasa sangat bahagia. Mereka menikmati kehidupan rumah tangga yang bahagia, meski baru seminggu. Namun, ada satu hal yang membuat sang istri merasa terganggu. Suaminya mempunyai kebiasaan yang cukup mengkhawatirkan. Hampir setiap saat, suaminya meminta jatah. Sebelum tidur, saat menyiapkan makanan, bahkan saat mereka sedang santai di ruang keluarga. Sang istri merasa kewalahan. Dia tidak pernah menyangka bahwa suaminya begitu rakus akan kepuasan duniawi. Suatu hari, ketika sang istri sedang memasak di dapur, sang suami mendekatinya dan mulai merayunya. "Sayang, ayo kita berduaan sebentar di kamar," bisik suaminya, sambil mencium leher istri. Dengan wajah merah padam, sang istri mencoba menolak. "Aku sedang memasak, nanti saja ya, Sayang," ujarnya lembut. Namun, suaminya tidak terima penolakan. Dia semakin mendesak, bahkan mulai meraba tubuh sang istri. "Aku tidak bisa menahan nafsu ini, Sayang," desahnya. Akhirnya, sang istri menyerah pada desakan suaminya. Mereka pun bergegas ke kamar untuk melampiaskan hasrat mereka. Sang istri merasa kewalahan menghadapi keperkasaan suaminya yang mencapai 27cm. Dia merasa tubuhnya terlalu lemah untuk mengimbangi nafsu suaminya yang tidak pernah habis. Setelah berhubungan intim, sang istri terkapar lemas di tempat tidur, sementara suaminya bangkit dengan senyum puas