/0/21125/coverbig.jpg?v=560ef50d530ee3f9b82bd4497bb31541)
Arga memutuskan untuk pergi tepat setelah malam pengantin yang dingin dan bisu bersama Regina. Pernikahan yang terpaksa dilakukan mungkin akan menjadi beban bagi istrinya. Namun, tanpa Arga tahu ternyata Regina ...
Arga memutuskan untuk pergi tepat setelah malam pengantin yang dingin dan bisu bersama Regina. Pernikahan yang terpaksa dilakukan mungkin akan menjadi beban bagi istrinya. Namun, tanpa Arga tahu ternyata Regina ...
Antara Harapan dan Kenyataan
Sudut-sudut jalan bisu, aku mengayuh sepeda lebih cepat untuk mendatangi rumah terakhir. Sore ini, mendung sudah menggantung, rumah lurah masih berada di ujung jalan.
Satu, dua rintik hujan sudah jatuh, untung sebelum lebat aku sudah tiba di tujuan. Dua botol susu terakhir kuletakan di teras rumah.
Selama bertahun-tahun, pekerjaanku tak pernah berubah. Pagi nguli, sore berkeliling mengantar pesanan susu segar yang kuambil dari peternak sapi yang ada di kampung sebelah.
Tak jarang pula, jika ada tetangga yang memintaku membantu memperbaiki genteng rumahnya, aku dengan senang hati menerima. Setiap tetes keringat yang mengalir, setiap lelah yang kurasa, semuanya kuterima tanpa keluhan. Sejak kecil aku sudah belajar satu hal, selama kerja keras itu menghasilkan uang, tidak ada pekerjaan yang terlalu rendah atau hina. Bagiku, yang penting perutku terisi dan aku bisa bertahan hingga esok hari.
Lalu, satu lagi. Pengagum rahasia Regina. Ini pekerjaan baru kulakoni sejak setahun lalu. Setelah celingak-celinguk beberapa waktu dan tak mendapati sosok yang kutunggu, kuputuskan untuk pulang.
"Mungkin Regina belum pulang," lirihku.
Sambil menerjang hujan, Aku mengingat pertama kali melihat Regina. Sama, sore hari seperti saat ini saat aku mengantar susu ke rumahnya. Ia berdiri di depan pintu, mengenakan seragam perawat yang bersih dan rapi. Rambutnya yang hitam lurus terurai lembut di pundaknya, dan senyumnya begitu manis saat ia menyapa salah seorang tetangga. Aku hanya bisa menunduk dan berlalu dengan cepat, takut jika dia menyadari tatapanku yang terlalu lama kala itu.
Sejak hari itu, aku seringkali berharap bisa lebih dekat dengannya. Namun, kenyataannya selalu menampar keras harapanku. Regina terlalu jauh dari jangkauanku. Dia bagaikan bintang yang bersinar di langit malam yang gelap, dan aku hanyalah seorang pejalan yang berjalan di bawahnya, hanya mampu mengagumi cahayanya dari kejauhan.
Aku selalu berpikir, "Bagaimana mungkin aku, lelaki yang hanya bisa makan dari hasil kerja serabutan, bisa memiliki tempat di hatinya?"
Setiap hari, aku melawan rasa minder yang terus menggerogoti pikiranku. Aku tahu aku tidak bisa menawarkan banyak hal. Rumahku saja bocor di sana-sini, penuh dengan barang-barang bekas yang kusebut "perabotan." Sementara Regina, pasti hidup dalam kenyamanan, dengan kehidupan yang tertata rapi. Aku selalu berpikir bahwa orang-orang sepertiku ini hanya ditakdirkan untuk melihat kebahagiaan dari jauh, tanpa pernah merasakannya secara langsung.
Namun, di balik semua itu, ada sisi kecil dalam hatiku yang terus berharap. Meskipun tipis, aku tetap menggenggam harapan bahwa suatu saat nanti takdir mungkin akan berbaik hati padaku. Bahwa mungkin, suatu hari nanti, aku bisa mendekati Regina dan menyampaikan perasaanku. Tetapi, setiap kali aku melihat bayangan diriku di cermin, aku segera sadar bahwa itu hanyalah angan-angan. Aku hanyalah seorang lelaki luntang-lantung yang bahkan tidak bisa menjamin masa depanku sendiri, apalagi masa depan orang lain.
Sore itu, setelah mengantarkan susu, aku duduk di depan rumah dengan tubuh yang masih basah, merenungi hidupku. Hembusan angin sore yang sejuk membelai wajahku, namun tidak bisa menenangkan hati yang sedang gelisah. Di kepalaku, bayangan Regina terus terlintas. Aku membayangkan bagaimana rasanya jika bisa berbicara dengannya, mengenalnya lebih jauh, dan mungkin, suatu hari, membuatnya tersenyum karena kehadiranku. Tapi kemudian, kenyataan selalu datang dan menghancurkan imajinasiku.
Di satu sisi, aku merasa bangga dengan diriku sendiri. Setidaknya aku tidak pernah menyerah. Setiap hari aku bangun pagi dan bekerja tanpa lelah, tanpa mengeluh. Aku tidak meminta-minta atau bergantung pada belas kasihan orang lain. Namun, di sisi lain, ada rasa tidak puas yang selalu menghantui. Setiap kali aku melihat Regina, aku merasa semua yang kulakukan tidak ada artinya. Seolah-olah segala usahaku hanyalah upaya sia-sia di hadapan perbedaan yang begitu mencolok antara kami.
Hari semakin gelap, dan aku masih duduk di sana, memandangi langit yang mulai dipenuhi bintang-bintang.
"Apakah aku akan selamanya seperti ini?" pertanyaan itu terus terngiang di benakku. Aku tidak tahu jawabannya. Yang kutahu hanyalah, aku tidak akan pernah berhenti bermimpi, meskipun mimpi itu terasa begitu jauh.
Sampai kapan pun, aku akan tetap berjalan di jalan hidup yang telah kutempuh selama ini. Walau kadang lelah, walau kadang merasa tak berdaya, aku akan tetap melangkah. Siapa tahu, di ujung perjalanan ini, ada cahaya yang menunggu. Siapa tahu, mungkin suatu hari takdir akan tersenyum kepadaku dan memberikan kesempatan untuk mendekati Regina. Meski hanya sedikit, harapan itu tetap ada. Dan selama harapan itu ada, aku akan terus berjuang. Sebab, bukankah hidup ini adalah tentang memperjuangkan apa yang kita yakini, meski seberapa kecil pun peluangnya?
Malam itu, ketika aku akhirnya memutuskan untuk masuk ke rumah, aku tersenyum kecil. Bukan senyum penuh kebahagiaan, tetapi senyum penuh keteguhan. Besok adalah hari baru, dan aku akan kembali menjalani hidupku. Siapa tahu, besok aku bisa melihat Regina lagi, meski hanya dari kejauhan. Biarpun kecil, harapan itu tetap menjadi alasan untukku melangkah ke depan.
Meski beberapa kali perasaan takut juga ikut menelusup saat satu pertanyaan melintas di benak.
"Apa aku bisa menghentikan perasaan ini jika nanti Regina menemukan jodohnya dan menikah dengan pria lain?"
Tanpa sadar, kepalan tanganku menghujam dada. Membayangkannya saja rasanya sesak tak terkira.
Saat semua orang sedang bersuka cita dan sibuk menyambut hari raya, aku membunuh Ibuku untuk kali pertama.
Menjadi cantik dan awet muda merupakan impian setiap wanita. Tapi, jika melewati jalan yang salah apa masih bisa di benarkan? Edi membuat istrinya terobsesi dengan kecantikan dan awet muda. Namun, Mayang sang istri tak tahu bahwa itu hanya taktik Edi agar ia Jadi Kuyang. ⚠️ Cerita ini Hanya Fisksi. Isi konten benar-benar hanya karangan penulis. Jangan lupa klik berlangganan sebelum membaca.
Bagaimana jika kamu berada di posisi Wulan? Seorang lelaki tak dikenal datang dan mengaku sebagai suami. Padahal Wulan yakin bahwa dirinya masih lajang. Lalu, bagaimana dengan Rayyan? Pemuda yang akan menikahinya tahun depan. Bunda, orang tua Wulan satu-satunya yang tersisa pun, bahkan membenarkan tentang Wisnu, suaminya. Kebenaran apa yang tidak diketahui Wulan? Apa Wulan harus menerima semua ini begitu saja? Tentu tidak. Wulan harus mencari tahu segalanya.
Cerita rumah tangga dan segala konflik yang terjadi yang akhirnya membuat kerumitan hubungan antara suami dan istri
Rumor menyatakan bahwa Fernanda, yang baru kembali ke keluarganya, tidak lebih dari orang kampung yang kasar. Fernanda hanya melontarkan seringai santai dan meremehkan sebagai tanggapan. Rumor lain menyebutkan bahwa Cristian yang biasanya rasional telah kehilangan akal sehatnya dan jatuh cinta pada Fernanda. Hal ini membuatnya jengkel. Dia bisa menolerir gosip tentang dirinya sendiri, tetapi fitnah terhadap kekasihnya sudah melewati batas! Lambat laun, ketika berbagai identitas Fernanda sebagai seorang desainer terkenal, seorang gamer yang cerdas, seorang pelukis terkenal, dan seorang raja bisnis yang sukses terungkap, semua orang menyadari bahwa merekalah yang telah dibodohi.
BERISI ADEGAN HOT++ Leo pria tampan dihadapan dengan situasi sulit, calon mertuanya yang merupakan janda meminta syarat agar Leo memberikan kenikmatan untuknya. Begitu juga dengan Dinda, tanpa sepengetahuan Leo, ternyata ayahnya memberikan persyaratan yang membuat Dinda kaget. Pak Bram yang juga seorang duda merasa tergoda dengan Dinda calon menantunya. Lantas, bagaimana dengan mereka berdua? Apakah mereka akan menerima semua itu, hidup saling mengkhianati di belakang? Atau bagaimana? CERITA INI SERU BANGET... WAJIB KAMU KOLEKSI DAN MEMBACANYA SAMPAI SELESAI !!
Yahh saat itu tangan kakek sudah berhasil menyelinap kedalam kaosku dan meremas payudaraku. Ini adalah pertama kali payudaraku di pegang dan di remas langsung oleh laki2. Kakek mulai meremas payudaraku dengan cepat dan aku mulai kegelian. “ahhhkkk kek jangannnhh ahh”. Aku hanya diam dan bingung harus berbuat apa. Kakek lalu membisikkan sesuatu di telingaku, “jangan berisik nduk, nanti adikmu bangun” kakek menjilati telingaku dan pipiku. Aku merasakan sangat geli saat telingaku di jilati dan memekku mulai basah. Aku hanya bisa mendesah sambil merasa geli. Kakek yang tau aku kegelian Karena dijilati telinganya, mulai menjilati telingaku dengan buas. Aku: “ahhkkk ampunnn kek, uddaahhhhh.” Kakek tidak memperdulikan desahanku, malah ia meremas dengan keras payudaraku dan menjilati kembali telingaku. Aku sangat kegelian dan seperti ingin pipis dan “crettt creettt” aku merasakan aku pipis dan memekku sangat basah. Aku merasa sangat lemas, dan nafasku terasa berat. Kakek yang merasakan bila aku sudah lemas langsung menurunkan celana pendekku dengan cepat. Aku pun tidak menyadarinya dan tidak bisa menahan celanaku. Aku tersadar celanaku sudah melorot hingga mata kakiku. Dan tiba2 lampu dikamarku menyala dan ternyata...
18+, hampir tiap bab memiliki unsur kedewasaan, jadi tidak di peruntukan pembaca di bawah 18 tahun ke bawah. Cerita ini berlatar belakang seorang mahasiswa yang memiliki prestasi cukup lumayan. Iapun hanya seorang pria yang memiliki perekonomian yang tidak terlalu mendukung, namun bisa melanjutkan pendidikannya di salah satu kampus ternama, di karenakan ia memiliki kecerdasan hingga dia bisa mendapatkan beasiswa. Awalnya ia tak pernah menyangka kalau dirinya akan menjadi pria yang di lirik banyak wanita, berhubung parasnya tidak terlalu mendukung. Namun sepeninggalnya sahabat terbaiknya, di saat itulah dia mendapatkan semuanya.
© 2018-now Bakisah
TOP