/0/21972/coverbig.jpg?v=05e6a90ca6d60bd1272b27028d651831)
Diandra terpaksa menikah dengan Dave Airlangga, pewaris tunggal perusahaan Aerles Corporation. Namun, salah paham membawa mereka pada perceraian. Akankah rumah tangga mereka dapat diperjuangkan kembali?
Diandra terpaksa menikah dengan Dave Airlangga, pewaris tunggal perusahaan Aerles Corporation. Namun, salah paham membawa mereka pada perceraian. Akankah rumah tangga mereka dapat diperjuangkan kembali?
"Sekarang, buka baju kamu."
Perempuan itu terperangah, menggenggam erat ujung rok yang dikenakan. Dia hanya menunduk saat pria di depannya itu terus memperhatikannya.
"Kenapa masih diam?"
Perlahan, dia melirik. Mata yang menyorot tajam itu terlihat sangat menakutkan. Ingin lari, tapi dia sudah terlanjur berikrar. Jika kabur pun percuma. Dia sekarang hanya binatang buruan. Tak akan bisa lepas dari belenggu orang-orang berkuasa ini.
"Nurut? Atau aku paksa pakai kekerasan?"
Dia adalah Diandra. Seorang gadis miskin yang harus bekerja di cafe resto setelah lulus SMA. Dia hidup dengan seorang ibu yang sakit-sakitan dan gadis itu terpaksa bekerja keras untuk menghidupi ibunya, sedangkan ayahnya lebih memilih pergi bersama perempuan lain.
Dia baru genap dua puluh tahun dan sekarang dia harus dihadapkan oleh masalah yang lebih rumit lagi.
Menikah dengan Dave Airlangga. Anak dari seorang pengusaha sukses. Perusahaan ayahnya telah menggurita dan merajai seluruh negeri.
Pernikahan yang diharapkan menjadi sebuah kebahagiaan bagi Diandra, ternyata salah. Dave hanya menjadikannya budak nafsu sang tuan muda.
Menyesal? Percuma. Diandra telah berjanji dan gadis itu tak bisa melarikan diri. Jalan satu-satunya, menuruti sang tuan muda daripada hilang nyawa.
"Nggak dengar aku ngomong?" Suara Dave terdengar begitu menggema di ruangan yang hanya ada mereka berdua itu.
Diandra mengembuskan napas berat. Dengan tangan gemetar, dia melepas satu per satu kancing bajunya.
Dave Airlangga menyeringai. Kilatan nafsu di matanya membuat si gadis semakin bergidik.
Kemeja juga rok yang dikenakan Diandra telah luruh ke lantai.
"Cepat! Aku nggak bisa nunggu lagi!"
Memejamkan mata, napas tersengal, juga air mata yang menetes, Diandra menegarkan dirinya.
Tubuh yang menegang itu tiba-tiba saja telah berpindah di atas ranjang.
Tak berani membuka matanya, Diandra dapat merasakan jika tubuhnya digerayangi. Pasrah. Karena memohon pun percuma.
"Oh shit! My fucking bitch!"
Kecupan demi kecupan, Diandra rasakan di seluruh permukaan kulitnya. Dia masih memejamkan mata. Rasanya, tak sanggup membayangkan kejadian selanjutnya.
"You are mine, Bitch!"
Berusaha menerobos, Dave merasa ada yang janggal. Dia menautkan alisnya.
"Are you virgin, hah!"
"Oh, shit! What the hell!"
Sudah terlanjur, Dave tidak bisa mundur.
"Who are you?"
Diandra diam. Dia tidak membantah atau pun menanggapi Dave. Tidak hanya menahan sakit, tapi hatinya begitu hancur. Murahan! Ya, itu gelar barunya sekarang.
**
Gadis dengan senyum merekah itu berjalan dengan sangat riang menuju cafe tempatnya bekerja. Sesekali dia menyapa para ojol yang sedang mangkal, juga pedagang kaki lima yang kebetulan ada di sekitarnya.
Masuk ke cafe, Diandra disambut oleh temannya yang lain.
"Ceria banget." Tasya, sahabat Diandra yang juga bekerja sebagai pelayan di cafe itu tak kalah berseri.
"Iya, dong. Hari ini kita gajian."
Mereka berdua pun terkikik.
Tawa mereka berhenti saat ada pelanggan masuk. Pria tua dengan setelan jas mahal, sudah pasti dia seorang pengusaha kaya raya. Tapi, wajahnya tidak mendukung penampilannya. Dia terlihat sangat lelah, juga murung.
Diandra membawa buku dan pena mendekati pria tua itu. Dia siap mencatat pesanannya.
"Bisa saya bantu, Tuan? Anda mau pesan apa?"
Pria pertengahan lima puluh itu mendongak melihat Diandra, memperhatikan, memindai penampilan, juga mengamati dengan teliti. Diandra merasa risih dengan semua itu, tapi dia harus profesional.
"Tuan?"
"Ah, sarapan apa yang enak di sini?"
"Kami punya sandwich isi tuna, pancake strawberry, atau mashed potatoes?"
"Pancake saja."
"Oke."
"Juga espreso."
"Baik, Tuan."
Saat Diandra akan berbalik, dia melihat sekilas orang tua itu meremas dadanya.
Diandra urung meninggalkan, tapi pesanan harus segera dibuat. Dengan langkah perlahan, Diandra meninggalkan meja orang itu.
"Aaahhh!"
Diandra berbalik kembali. "Ada apa, Tuan?" Gadis itu bingung.
Suasana cafe yang masih sepi dan pria tua itu adalah satu-satunya pelanggan yang baru datang, membuat Diandra semakin panik.
Tasya? Entahlah di mana temannya itu. Karyawan yang lain? Pasti mereka sibuk di dapur.
"Tolong bawa saya ke rumah sakit."
Wajah pria tua itu semakin pucat. Diandra tidak tega, dia pun memanggil Tasya dan yang lain di dapur.
"Bagaimana ini?"
"Cepat, Di, bawa dia ke rumah sakit."
"Pakai apa?"
"Taksi!"
Dan di sinilah Diandra, menunggu orang yang tidak dia kenal. Dokter sedang memeriksa pria tadi di dalam ruang ICU.
Gadis itu mondar-mandir, ketakutan jika dijadikan tersangka pembunuhan mengingat kondisi pria tadi yang lemah.
Pintu terbuka. Dokter berkacamata mendekatinya.
"Untung saja kamu cepat membawa Tuan Adrian ke sini."
Diandra masih bengong. Dilihatnya dokter dan suster yang berlalu begitu saja.
Ragu, Diandra masuk ke ruang ICU. Dia mengintip di pintu yang sedikit terbuka.
"Permisi, Tuan." Diandra memberanikan diri masuk ke dalam.
"Hai, aku belum tau siapa nama kamu?"
Gadis itu menunduk untuk menghormati. "Saya Diandra, Tuan."
"Diandra, terimakasih."
Gadis itu bingung bagaimana harus bereaksi. Dia hanya tersenyum sambil menggaruk kepalanya.
Tiba-tiba, ada seorang wanita berpakaian modis datang dengan tergesa-gesa. Dia menerobos pintu dan menubruk pria bernama Adrian itu.
"Papa nggak apa-apa, kan?"
Air mata wanita yang dipastikan istrinya itu mengalir deras.
"Lain kali nggak usah keluar rumah dulu."
"Aku harus kerja, Ma."
Wanita itu semakin tersedu.
Diandra yang mendengar percakapan suami istri itu hanya bisa diam. Canggung, gadis itu berniat keluar ruangan, tapi suara Adrian menghentikannya.
"Dia Diandra yang menolongku."
Wanita tadi memasang wajah lemah lembut. Dia mendekati Diandra. "Terimakasih, Diandra. Gimana kami harus balas ini. Terimakasih karena sudah peduli dengan suami saya dan bawa dia ke sini."
Diandra hanya tersenyum menanggapi. Dia bingung bagaimana harus bereaksi.
**
Di ruang kerjanya, Adrian merenung. Sakit jantung yang dideritanya, bisa kambuh kapan saja. Dia harus segera bicara dengan putranya
"Saatnya Dave mengurus perusahaan." Namun, wajah Adrian kembali murung.
"Harus. Bagaimana pun caranya, harus!"
Dan akhirnya, malam itu, ketika makan malam usai, Adrian menghentikan Dave yang akan pergi.
"Papa mau bicara!" Dengan pembawaan tegas dan berwibawa, Adrian menghentikan gerakan Dave.
Dave tahu apa yang akan dibicarakan orang tuanya. Dia hanya bersikap biasa saja.
"Tinggalkan hobi kamu dan kembali ke perusahaan!"
Dave berdecak. "Papa sudah janji."
"Omong kosong!"
"Papa jangan mengingkari janji!"
"Tidak ada perjanjian!" Adrian berteriak. Hingga membuat Agatha istrinya, menenangkan.
Dave menyeringai. Tak taukah anak ini jika ayahnya hampir koma beberapa hari yang lalu. Tapi ini Dave dengan segala keras kepalanya, dia tak terbantahkan meskipun itu sang ayah.
"Perjanjian batal jika kamu berulah!"
Akhirnya, Adrian menyerah. Meski dia tahu perusahaan Aerles Corporation yang menjadi taruhannya.
**
Dave masuk ke sebuah diskotik. Teman-temannya sudah menunggu di sana.
Ingar bingar musik membuat Dave semakin bersemangat. Dia duduk di meja bar dan memesan wiski.
"Dave, gimana? Jadi ke London?"
"Hem."
"Sip. Sebelum berangkat seneng-seneng dulu. Terakhir pakai cewek indo sebelum dapat bule."
Dave hanya tersenyum.
"Dave, liat cewek depan tu."
Pria itu melihat seorang perempuan yang terlihat begitu menonjol di tempat ini. Bukan karena seksi atau berpenampilan menarik, tapi sikap lugu dan polosnya.
Dave mengernyitkan dahi. "Cewek model gitu kayaknya salah masuk."
"Sikat, Bro!"
Dave mendekati perempuan itu dan menariknya ke tempat parkir.
Di mobil, Dave yang mabuk, ditambah masalah di rumah, membuatnya hilang pikiran, apalagi perempuan yang bersamanya, begitu menggoda.
Berpindah di kursi belakang, Dave menarik pakaian gadis itu.
Mata polos si gadis menyiratkan ketakutan, tapi itu membuat Dave semakin bernafsu. Dia melepas kemeja yang dipakai dan bersiap.
"Buka!"
Gedoran pintu mobilnya membuat Dave berang dan matanya semakin melotot saat melihat kerumunan orang di luar mobilnya.
Alexandre Geraldo, kembali dari Amerika untuk mengejar cintanya kembali. Akan tetapi, Dara sudah tidak seperti dulu. Perempuan itu menolak cinta Alex, padahal mereka sangat dekat. Di satu sisi, Alex harus menikah dengan perempuan yang dijodohkan orangtuanya. Pria itu tak bisa berpikir jernih, hingga memutuskan sesuatu di luar dugaan. Apa yang terjadi dengan Dara? Apakah Alex bisa menguak rahasia di antara mereka?
Hal terakhir yang dia harapkan adalah pertukaran jiwa akan terjadi padanya. Tubuh barunya adalah istri CEO terkenal, seorang gadis yang lahir dengan sendok perak di mulutnya. Dia pikir dia bisa mengambil kesempatan ini untuk menikmati hidup, tetapi yang dia dapatkan hanyalah ketidakpedulian suaminya. Ketika wanita yang dicintai pria itu kembali, pria itu meminta cerai dan dia setuju tanpa ragu-ragu. Namun, malaikat cinta punya rencana lain. Kisah mereka baru saja dimulai sekarang.
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
Pernikahan itu seharusnya dilakukan demi kenyamanan, tapi Carrie melakukan kesalahan dengan jatuh cinta pada Kristopher. Ketika tiba saatnya dia sangat membutuhkannya, suaminya itu menemani wanita lain. Cukup sudah. Carrie memilih menceraikan Kristopher dan melanjutkan hidupnya. Hanya ketika dia pergi barulah Kristopher menyadari betapa pentingnya wanita itu baginya. Di hadapan para pengagum mantan istrinya yang tak terhitung jumlahnya, Kristopher menawarinya 40 miliar rupiah dan mengusulkan kesepakatan baru. "Ayo menikah lagi."
Alya tak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis saat memutuskan menggantikan ibunya yang sakit untuk bekerja sebagai pembantu di rumah Aris dan Lina. Dia datang ke Jakarta dengan satu tujuan: mendapatkan uang untuk biaya pengobatan ibunya di kampung. Namun, kebutuhan mendesak ini membuatnya terjerat dalam situasi yang jauh lebih rumit daripada yang pernah dia bayangkan.
Sinta butuh tiga tahun penuh untuk menyadari bahwa suaminya, Trisna, tidak punya hati. Dia adalah pria terdingin dan paling acuh tak acuh yang pernah dia temui. Pria itu tidak pernah tersenyum padanya, apalagi memperlakukannya seperti istrinya. Lebih buruk lagi, kembalinya wanita yang menjadi cinta pertamanya tidak membawa apa-apa bagi Sinta selain surat cerai. Hati Sinta hancur. Berharap bahwa masih ada kesempatan bagi mereka untuk memperbaiki pernikahan mereka, dia bertanya, "Pertanyaan cepat, Trisna. Apakah kamu masih akan menceraikanku jika aku memberitahumu bahwa aku hamil?" "Tentu saja!" jawabnya. Menyadari bahwa dia tidak bermaksud jahat padanya, Sinta memutuskan untuk melepaskannya. Dia menandatangani perjanjian perceraian sambil berbaring di tempat tidur sakitnya dengan hati yang hancur. Anehnya, itu bukan akhir bagi pasangan itu. Seolah-olah ada penghalang jatuh dari mata Trisna setelah dia menandatangani perjanjian perceraian. Pria yang dulu begitu tidak berperasaan itu merendahkan diri di samping tempat tidurnya dan memohon, "Sinta, aku membuat kesalahan besar. Tolong jangan ceraikan aku. Aku berjanji untuk berubah." Sinta tersenyum lemah, tidak tahu harus berbuat apa ....
© 2018-now Bakisah
TOP