Rasa penat setelah menempuh perjalanan jauh dari Seoul, membuat Kenanga tidak ingin menunda waktu untuk segera sampai di rumah. Setelah satu mingguan berada di Negeri Ginseng, rasa rindu pada Dion_sang suami_ tak terbendung lagi.
Kenanga memang tidak mengabari tentang kepulangannya yang mendadak. Dia sengaja memberi kejutan untuk Dion. Pada awalnya, rencana pameran busana muslim itu, berlangsung dua minggu. Namun, ternyata, selesai lebih cepat.
Kenanga adalah seorang desainer muda yang menekuni dunia fashion sejak di bangku Sekolah Menengah Atas. Bahkan, baju rancangannya sering dipakai beberapa artis ibukota.
"Macet, Neng! Padahal, sudah jam sepuluh!" keluh Pak Sopir.
"Tidak apa-apa, Pak. Yang penting sampai rumah dengan selamat." Kenanga menyahut lirih karena mulai mengantuk.
Dia menyandarkan kepala di jok mobil, sembari memejamkan mata. Dia berharap ketika bangun nanti, sudah sampai di depan pintu rumah dan melihat reaksi terkejut Dion. Itu akan sangat menyenangkan.
Jemari tangan Kenanga meraba tas di atas pangkuan. Dalam tas itu ada hadiah spesial untuk sang suami. Tanpa sadar, Kenanga tersenyum, dengan mata mulai terasa berat.
Hampir 40 menit, taksi yang ditumpangi Kenanga, akhirnya berhenti di depan sebuah rumah cluster dua lantai. Seketika, wajah lelah Kenanga sumringah manakala menatap pekarangan rumah itu. Rumah hadiah pernikahan dari papanya setahun yang lalu.
Kenanga yang memang membawa kunci cadangan, membuka pintu pagar dengan hati-hati supaya tidak menimbulkan bunyi. Kenanga sengaja tidak melewati pintu utama karena biasanya, Dion berada di ruang tamu menonton televisi.
Dia memilih melewati pintu garasi yang menghubungkan dengan dapur. Keadaan lantai satu lengang dan gelap. Tidak seperti perkiraan Kenanga, rupanya, Dion berada di kamar yang terletak di lantai atas. Kenanga meletakkan koper begitu saja di dekat anak tangga.
"Sepertinya Mas Dion sudah tidur!" gumam Kenanga sembari meniti anak tangga.
Masih dengan langkah hati-hati dia menuju ke kamar ....
"Aah, sedikit lagi, Sayang!"
"Tapi hati-hati, Dion. Jangan sampai anak kita, aah ..."
"Tidak, Sayang, aku pasti hati-hati. Aku mencintainya sama seperti mencintaimu! Oh!"
Kenanga mematung di depan pintu kamar. Kamar pribadinya bersama Dion. Suara desahan manja saling bersahutan di dalam sana, membuat Kenanga lunglai seketika.
Suara itu....
Ya, Kenanga hafal suara saling bersahutan itu. Suara Dion dan....
"Oh, Risma Sayang!"
Tangan Kenanga gemetar memegang handle pintu yang ternyata tidak tertutup sempurna. Saat pintu terbuka lebar, adegan menjijikkan itu terpampang jelas di depan mata. Dion, sang suami, tengah memadu kenikmatan dengan Risma, kakak tirinya.
"Astaghfirullah! Inikah yang kalian lakukan di belakangku?" Suara Kenanga bergetar menahan tangis.
Sontak, kedua orang yang tengah memacu hasrat itu terkejut dan menghentikan aktivitas mereka. Dion dengan wajah pucat, menatap nanar pada Kenanga. Sedangkan Risma, perempuan itu segera menutupi tubuhnya dengan selimut.
Wajahnya datar tanpa ekspresi, seolah tidak merasa bersalah sama sekali. Meskipun hubungannya dengan Risma kurang akrab, Kenanga tidak menyangka jika kakak tirinya itu tega menusuk dari belakang.
"Ken, ak-aku ..." Dion segera mengambil celananya yang teronggok mengenaskan di bawah tempat tidur.
Laki-laki itu melirik pada Risma yang langsung membungkus tubuh dan memunguti pakaian, kemudian ke kamar mandi.
"Ken, kenapa kamu tidak mengabari dulu, Sayang? Dengan begitu bis--"
"Dengan begitu, perselingkuhan kalian tidak terbongkar, kan?" potong Kenanga cepat.
Rahang wanita itu mengeras. Kedua matanya sudah tidak bisa menahan lelehan air. Rasa cinta yang besar pada suami, kini runtuh seketika bersamaan dengan hancurnya segumpal darah bernama hati. Dion meraih tangan Kenanga, tetapi wanita itu menepisnya kasar.
"Sejak kapan kalian mengkhianatiku? Sejak kapan, Mas?" teriak Kenanga lagi sambil mendorong dada telanjang Dion.
Dion memejamkan mata. Perasaannya berkecamuk tak karuan di dalam sana. Kenanga melirik sinis pada Risma yang keluar dari kamar mandi dan berdiri di belakang Dion.
Menyadari kehadiran Risma, Dion menoleh sekilas, kemudian kembali menatap nanar istrinya.
"Apa Kakak senang, sudah menjadi selingkuhan Mas Dion? Jawab!" Kenanga menunjuk Risma. Lalu, tatapannya nyalang ke arah Dion. "Sejak kapan kalian jadi pengkhianat, hah?"
"Sayang, dengarkan dulu! Beri kesempatan aku bicara!"
"Usir perempuan itu dari sini dulu, sebelum kamu jelaskan!"
Dion langsung menggeleng. "Tidak! Risma akan tetap di sini. Biar kamu paham apa yang terjadi di antara kami!" sahut Dion.
Risma menyunggingkan senyum kemenangan melihat wajah kecewa Kenanga. Wanita itu lebih mendekat pada Dion, mengusap lembut bahu tegap laki-laki itu.
"Kamu ingin kami jawab jujur, Kenanga?" tanya Risma, lalu tersenyum satu sudut.
Dion melirik pada Risma, memberi isyarat untuk diam. Selanjutnya, laki-laki itu kembali menatap Kenanga. Dada Dion terasa sesak telah melukai hati Kenanga. Namun, dia juga tidak bisa menolak pesona Risma dan akhirnya, semua terjadi begitu saja.
"Maafkan aku, Sayang." Dion meraih tangan Kenanga. "Kami melakukannya sudah sejak enam bulan lalu, dan sekarang, Risma mengandung anakku, Kenanga. Maaf!" ungkapnya jujur. Ucapan Dion, seperti bom yang meledak di dekat telinga Kenanga.
Plak! Kenanga menampar kuat pipi Dion. Wajah putih Dion langsung memerah menahan perih. Namun, rasa itu belum seberapa dibandingkan hancurnya hati Kenanga.
"Ceraikan aku sekarang juga, dan pergilah bersamanya!" Kenanga berkata datar, lalu tertunduk lunglai di sisi tempat tidur.
****