/0/22783/coverbig.jpg?v=36bad2121e559971fc20e42f51fbbba8)
Perjalanan seorang pemuda yang mencari jati dirinya, kesalah pahaman antara ayah dan anak yang sama sama mempunyai ego dan tidak ada yang ingin mengalah membuat Bayu, si karakter utama keluar atau meninggalkan rumah dan semua fasilitas yang diberikan oleh kedua orang tuanya yang seorang super kaya raya. ditengah perjalanan mencari jati diri, Bayu dihadapkan dengan berbagai masalah, mulai dari keuangan, percintaan, dan masih banyak lainnya
Menurut banyak orang menjadi dewasa adalah fase tersulit dalam roda kehidupan manusia, terlebih ego yang terus menunggangi dalam proses pembuktian diri.
Bayu Admojo Putra atau lebih sering di panggil Bayu atau Bay saat temannya menyapa, ia adalah seorang mahasiswa sebuah universitas swasta di kota wisata Nebo, tiga semester telah ia lewati dalam menempuh pendidikan keuangan dan investasi di universitas tersebut.
Ego terbesar Bayu adalah menolak pemberian orang tua, ia menganggap saat dirinya menginjak bangku perkuliahan ia harus berjuang sendiri tanpa harus bergantung kepada kekayaan orang tuanya, sehingga dalam perjalanan pembuktian diri dia hijrah ke sebuah kota yang jauh dari kota kelahiran, dimana tidak seorangpun mengenal siapa Bayu Admojo Putra.
Kesalah pahaman antara Bayu dengan Ayahnya adalah awal mula perseteruan antara anak dan bapak, dimana Ayah Bayu, Bambang Admojo, seorang CEO dari sebuah perusahaaan raksasa di segala bidang memaksa Bayu untuk berkuliah di luar negeri sedangkan Bayu tetap bersikukuh untuk berkuliah dimana sekarang dia kuliah yaitu Universitas of Nebo di kota wisata Nebo.
Berbekal tabungan dan sedikit yang pemberian Mamanya, Dewi, Ia berangkat ke Nebo dan mendaftarkan dirinya ke universitas pilihannya sendiri, sayangnya tabungan dan sedikit uang dari Dewi hanya mampu menopang hidupnya dalam kurun waktu satu tahun dan selebihnya di berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan uang kuliahnya dengan kerja sambilan di beberapa tempat dan terkadang membantu mengerjakan tugas kuliah temannya.
Saat itu, matahari belum menampakkan sinarnya ketika suara telpon Bayu bordering terus menerus hingga Bayu terbangun.
"Aiiiih siapa sih telpon pagi pagi buta begini" gerutu Bayu yang masih memejamkan matanya sembari meraih ponsel miliknya yang berada tak jauh dari kasur busa yang ia tiduri.
"Haaaah mama" pekik Bayu terkejut, saat melihat nama yang muncul di layar ponselnya, "ada apa kok tumben pagi pagi gini menelponku" lanjut Bayu sebelum menekan icon telpon untuk menyambunhkan telepon.
"O aa hiii" suara Bayu mengatur nada suaranya sebelum bicara.
"Pagi mamaku yang cantik" ucap Bayu menyapa Dewi dengan nada manjanya.
"Pagi sayang" sapa Dewi, Mamanya Bayu balik,
"Ada apa Maa, pagi pagi telpon Bayu" tanya Bayu penasaran.
"Emang Mama harus punya alasan untuk menelpon anak laki laki kesayangan Mama" ucap Dewi.
"Oh iya tidak juga sih" ucap Bayu, "omong omong Mama bagaimana kabarnya, sehatkan Maaa" tanya Bayu sambil beranjak dari tempat tidurnya lalu meregangkan otot ototnya.
"Iya sayang, Mama sehat" jawab Dewi tersenyum,
"Ayu juga sehatkan maa" tanya Bayu menanyakan kabar adik perempannya yang bernama Ayu.
"Dia suka marah marah nggak jelas tuh" ucap Dewi.
"Kenapa tidak ada yang membatu dia belajar dirumah ya" ucap Bayu.
"Iya, walaupun sudah ambil beberapa bimbingan belajar, kata Ayu tutornya tak sehebat Mas Bayu yang selalu kasih solusi bukan beban" ucap Dewi sambil tertawa ringan.
"Heheheh, Bi Ijah dan Mang Asep juga sehat kan Maa" tanya Bayu, Bi Ijah dan Mang Asep adalah asisten rumah tangga mereka yang sudah ikut dengan keluarga Bambang sebelum Bayu lahir.
"Bi Ijah terus tanyain kapan kamu pulang" jawab Dewi, "Mas Bayu kapan pulang Bu, kok lama banget hilangnya" lanjut Dewi meniru ucapan Bi Ijah
"Emang Bi Ijah the best sih" ucap Bayu sambil tertawa.
"Kalau Papa maa" ucap Bayu.
"Sehat sehat, Papa sehat sayang" jawab Dewi.
Admojo yang sedari tadi berada di sebelah Dewi dan menguping pembicaraan Dewi dan anak laki lakinya tersenyum, "akhirnya anak laki lakiku menanyakan keadaanku" gunam Admojo dalam hati.
"Sudah senang" ucap Dewi kepada Admojo sambil membungkap spiker di ponselnya.
Admojo tanpa menjawab melenggang dengan senyuman di wajahnya lalu pergi meninggalkan istrinya.
"Maaa maaa, mama kok diam sih" ucap Bayu.
"Iya sayang, Mama disini" ucap Dewi, "oh iya kamu butuh sesuatu sayang" tanya Dewi.
"Tidak maa" jawab Bayu yang masih memegang kuat prinsip hidupnya untuk tidak menyusahkan orang tuanya karena dia menganggap dirinya mampu untuk membiayai hidupnya sendiri.
"Kalau kamu butuh sesuatu jangan sungkan sungkan bilang ke Mama, nanti Mama kirim uang ke kartu ATM kamu" ucap Dewi.
"Sementara Bayu belum butuh sesuatu Maa, tenang saja nanti kalau Bayu butuh sesuatu pasti bilang Mama kok" ucap Bayu.
Walau kenyataannya Bayu harus pergi pagi dan pulang tengah malam untuk mencukupi hidupnya tetapi ia masih saja tidak mau menunjukkan kesusahannya kepada kedua orang tuanya.
"Baik sayang kalau gitu, kamu kapan pulang Mama kangen sama kamu sayang" ucap Dewi dengan suara serak.
"Bayu juga kangen Mama, tapi bukan waktu yang tepat untuk Bayu pulang Maa" ucap Bayu.
"Ya sudah kalau begitu, suatu saat Mama saja yang menjenguk kamu kesana" ucap Dewi.
Seperti tak menanggapi perkataan Mamanya, Bayu mengalihkan pembicaraan dan menutup telpon dari Dewi.
"Sudah ya Maaa, Bayu siap siap dulu, Bayu ada kelas pagi hari ini" ucap Bayu membuat alasan.
"Baik sayang, kamu jaga kesehatan dan semangat kuliahnya" ucap Dewi sebelum menutup telponnya.
Setelah menutup telpon dari Mamanya, Bayu langsung mengambil handuk dan peralatan mandi dan keluar kamar lalu menuju ke Kamar Mandi yang berada di sebelah kanan rumah yang punya kos.
"Bayu" suara perempuan yang keluar dari rumah sebelah kamar mandi.
"Pagi Bu Silvi" ucap Bayu sambil tersenyum, Silvi adalah istri pemilik kos yang ditempati Bayu dan beberapa mahasiswa yang lainnya.
"Sepertinya bulan ini kamu belum membayar sewa kamar kamu" ucap Silvi sambil memeriksa ponselnya.
"Seperti biasa Bu, saya belum dapat uang, saya usahakan besok pagi saya bayar sewa kamar saya" ucap Bayu.
Sifat ego Bayu memang untuk saat ini atau tepatnya enam bulan terakhir ini sangat menyulitkan bagi Bayu, dimana dia harus mencari uang untuk biaya makan dan tempat tinggal tetapi tidak dengan uang semester kukiahnya, karena dia sudah membayar empat semester di awal.
"Bagus lah kalau begitu, karena kalau sampai akhir minggu ini kamu belum bayar, masih banyak yang mau membayar lebih untuk kamar itu" ucap Silvi, "bukan begitu Paaah" lanjut Bu Silvi sembari mencolek Jarwo suami Silvi.
"Oh iya betul, jadi segera bayar" ucap Jarwo, "jika masih ingin tinggal disini" lanjut Jarwo.
"Siap Bu Silvi dan Pak Jarwo, nanti malam kalau dapat uang saya langsung bayar uang sewa kamar saya" ucap Bayu sambil membungkuk.
"Ya sudah sana mandi" ucap Silvi.
"Baik Bu, terima kasih" ucap Bayu.
Bayu bergegas masuk kamar mandi karena ingin cepat memghindar dari Silvi dan Jarwo.
Setelah mandi, Bayu bersiap siap pergi ke kampus dan tak ketinggalan dia membawa dua makalah pesanan kliennya.
Seperti biasanya, Bayu berangkat kuliah naik angkutan kota.
"Wuih Mas Bayu seperti biasanya pagi pagi sudah berangkat ke kampus saja" sapa supir angkutan langganan Bayu.
"Biar dikira rajin Pak, padahal di kampus lanjut tidur" jawab Bayu sambil tersenyum.
"Paling tidak angkotku ada pelsrisnya mahasiswa rajin seperti Mas Bayu, bukan begitu ibu ibu" ucap Supir angkot.
"Sudah ganteng, rajin lagi, coba aku punya anak perawan aku ambil jadi menantu" ucap salah satu ibu ibu yang membawa barang belanjaan dari pasar.
"Kalau tidak punya anak perawan, ambil saja jadi suami Bu" sahut ibu ibu yang lain.
"Emang Masnya Mau" ucap Ibu ibu yang pertama.
"Dari pada sama Masnya sama saya saja Bu, nanti tiap hati gratis naik angkotnya" ucap Supir angkot.
"Wah kalau sama abang tidur aroma minyak angin dong" balas Ibu ibu yang pertama dan membuat seisi angkot tertawa tak terkecuali Bayu.
"""
Di kampus
Bayu berdiri di sebuah koridor sembari menempelkan punggungnya di sebuah tembok dekat majalah dinding, ia menunggu beberapa klienny, klien yang dimaksud adalah para mahasiswa yang meminta batuan Bayu untuk menyelesaikan tugas mereka, Bayu berharap uang dari kliennya untuk membayar uang sewa kamar kosnya.
Lebih dari 30 menit Bayu menunggu kliennya tetapi kliennya belum ada yang menunjukkan batang hidungnya.
Bayu gusar sambil terus memandangi jam tangannya lalu memandangi gerbang untuk memindai keberadaan kliennya.
"Boy, lihat Remon tidak" tanya Bayu kepada laki laki yang melintas di depannya.
"Sepertinya hari ini dia tidak masuk, dia pulang kampung" jawab laki laki tersebut.
"Oh okey, thanks boy" ucap Bayu.
Bayu sontak kecewa mendengar jawaban dari laki laki tersebut, namun tidak menyerah karena ada satu klien lagi yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.
"Wah gawat nih, tinggal richard satu satunya harapanku" ucap Bayu dalam hati.
"Bay kelas lima menit lagi nih, masuk tidak" ucap laki laki teman sekelas Bayu yang melintas depan Bayu.
"Siap Mamen, sebentar lagi, aku nyusul" ucap Bayu.
"Okey Bay, aku duluannya" ucap laki laki tersebut.
"Okey" ucap Bayu sembari memgacungkan ibu jarinya ke arah laki laki tersebut.
Bayu semakin gusar melihat jam kuliah akan segera dimulai.
"Wah aku samperin saja ke kelasnya" ucap Bayu dalam hati sembari berjalan menuju kelas Richad yang searah dengan kelasnya.
"""
"Pagi, maaf apakah Richad sudah datang atau belum ya" ucap Bayu sembil mendongakkan kepalanya ke dalam kelas Richad.
"Pagi Bayu" sapa cewek cewek membalas sapaan Bayu.
"Tidak ada dalam sejarah, Richad masuk jam pertama Bay" ucap laki laki yang duduk di deretan bangku pertama.
"Okey sob terima kasih" ucap Bayu sambil melambaikan tangannya.
Dengan lemas Bayu melangkahkan kakinya menuju kelasnya, "apa aku bolos saja hari ini untuk cari uang buat bayar sewa kamar kos" ucap Bayu dalam hati.
"Pagi Bay, masih pagi kok sudah lemas" suara perempuan yang berjalan di belakang Bayu.
"Pagi Bu Olive" ucap Bayu membalas sapaan perempuan tersebut, yang tak lain dosen pengajar kelas pertama kelas Bayu, "saya semangat pagi ini Bu" lanjut Bayu dengan menunjukkan senyum Popsodennya.
"Nah gitu dong, ayo masuk" ucap Olive sembari membuka pintu kelas.
"Siap Bu, terima kasih" ucap Bayu sembari masuk ke dalam kelas.
Walau wajah Bayu menunjukkan senyum dua jari namun suasana hatinya tidak bisa ia tutupi.
"Kenapa kau hari ini kawan" tanya laki laki yang duduk di sebelah Bayu, "wajah kaku begitu sepeti habis disetrika saja" lanjutnya sambil tertawa kecil.
"Seperti biasalah Sen, uang sewa kamar kos masih kurang" jawab Bayu kepada Seno, laki laki yang duduk di sebelahnya, "btw kamu punya info kerjaan yang dapat uang cepat tidak" tanya Bayu.
"Wah kenapa masalah kita samaan terus Bay" ucap Seno sambil tersenyum.
"Bayu Seno apa yang kalian perbincangkan, apakah lebih penting dari materi kuliah hari ini" tanya Olive di tengah tengah penjelasannya.
"Tidak Bu, materi Ibu lebih penting" jawab Bayu.
"Kalau begitu perhatikan ke depan" ucap Olive.
"""
"Tin tin tin" suara klason mobil yang menghentikan langkah Bayu di depan kampus.
"Richad" ucap Bayu.
"Hai Bay" sapa laki laki yang ada di dalam mobil sport keluar terbaru.
"Wah uangku sudah datang nih" ucap Bayu dalam hati sembari tersenyum lebar.
Bayu segera mengeluarakan makalah yang ia kerjakan untuk Richad dan berjalan cepat menuju mobil sport tersebut.
"Chad ini makalah kamu" ucap Bayu menyodorkan makalah kepada Richad.
"Masukin dulu ke dalam tas kamu, kamu ikut aku" ucap Richad.
"Kemana" tanya Bayu penasaran, bukannya takut diculik, tetapi tabiat Richad yang sering meninggalkan Bayu sendirian setelah tujuannya tercapai, seperti pribahasa Habis manis, sepah dibuang.
"Bisa bantu aku ambil gambar dan video" tanya Richad.
Tanpa berfikir panjang Bayupun langsung menyanggupi permintaan Richad, "bisa Chad"
"Ayo masuk mobil" perintah Richad.
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Firhan Ardana, pemuda 24 tahun yang sedang berjuang meniti karier, kembali ke kota masa kecilnya untuk memulai babak baru sebagai anak magang. Tapi langkahnya tertahan ketika sebuah undangan reuni SMP memaksa dia bertemu kembali dengan masa lalu yang pernah membuatnya merasa kecil. Di tengah acara reuni yang tampak biasa, Firhan tak menyangka akan terjebak dalam pusaran hasrat yang membara. Ada Puspita, cinta monyet yang kini terlihat lebih memesona dengan aura misteriusnya. Lalu Meilani, sahabat Puspita yang selalu bicara blak-blakan, tapi diam-diam menyimpan daya tarik yang tak bisa diabaikan. Dan Azaliya, primadona sekolah yang kini hadir dengan pesona luar biasa, membawa aroma bahaya dan godaan tak terbantahkan. Semakin jauh Firhan melangkah, semakin sulit baginya membedakan antara cinta sejati dan nafsu yang liar. Gairah meluap dalam setiap pertemuan. Batas-batas moral perlahan kabur, membuat Firhan bertanya-tanya: apakah ia mengendalikan situasi ini, atau justru dikendalikan oleh api di dalam dirinya? "Hasrat Liar Darah Muda" bukan sekadar cerita cinta biasa. Ini adalah kisah tentang keinginan, kesalahan, dan keputusan yang membakar, di mana setiap sentuhan dan tatapan menyimpan rahasia yang siap meledak kapan saja. Apa jadinya ketika darah muda tak lagi mengenal batas?
Karena sebuah kesepakatan, dia mengandung anak orang asing. Dia kemudian menjadi istri dari seorang pria yang dijodohkan dengannya sejak mereka masih bayi. Pada awalnya, dia mengira itu hanya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, namun akhirnya, rasa sayang yang tak terduga tumbuh di antara mereka. Saat dia hamil 10 bulan, dia menyerahkan surat cerai dan dia akhirnya menyadari kesalahannya. Kemudian, dia berkata, "Istriku, tolong kembalilah padaku. Kamu adalah orang yang selalu aku cintai."
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?