Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Scarlet Regret
Scarlet Regret

Scarlet Regret

5.0
41 Bab
70 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Kayshila Putri, seorang mahasiswi asal Indonesia, berhasil meraih beasiswa penuh untuk kuliah di Amerika Serikat. Di kampus barunya, ia bertemu Kylie Abraham, seorang wanita cantik bermata abu-abu yang dijauhi banyak orang karena desas-desus tentang kakaknya-Adrik Abraham, pria kejam tanpa belas kasihan. Namun, Kayshila tak peduli dengan semua itu. Ia justru menjalin persahabatan erat dengan Kylie, meski banyak yang memperingatkannya, termasuk Alex, pria playboy yang menyukai Kylie tetapi tak berani mendekatinya karena takut pada Adrik. Suatu malam, sepulang dari pekerjaan sampingannya, Kayshila menemukan tubuh Kylie tergeletak tak sadarkan diri di sebuah gang sempit. Panik, ia berusaha meminta bantuan, tetapi sebelum sempat melakukan apa pun, sekelompok polisi tiba-tiba mengepungnya. Tanpa sempat menjelaskan, Kayshila justru ditangkap dan dijadikan tersangka utama dalam kasus ini. Saat ia berjuang membuktikan dirinya tidak bersalah, bayang-bayang pria misterius mulai mengintai. Adrik Abraham, sang kakak yang penuh dendam, yakin bahwa Kayshila terlibat dalam peristiwa yang membuat adiknya koma. Dengan dunia yang seakan berbalik melawannya, Kayshila harus bertahan di tengah ancaman, pengkhianatan, dan rahasia kelam yang lebih besar dari yang pernah ia bayangkan. Siapakah dalang sebenarnya?

Bab 1 Kayshila Putri

Jam weker yang berada di atas nakas berdering di angka lima, menit ke empat lima, membangunkan sosok yang masih meringkuk di dalam selimut putih polosnya. Mata sayunya perlahan terbuka, menoleh, tangannya terulur mematikan jam yang sedari tadi terus berdering itu.

Tanpa berlama-lama, ia bangkit dan melangkah menuju kamar mandi. Tak butuh waktu lama-ia telah siap dengan celana jeans panjang dan kaos putih polos. Sentuhan ringan foundation dan lip gloss di wajahnya menambah aura kecantikan yang wanita itu miliki.

Dengan langkah lebar ia menuju dapur, menggoreng nasi goreng telur ceplok sebagai sarapan pagi sebelum ia berangkat menuju kampus.

"Kay?"

Suara itu membuatnya menoleh. Senyum lebarnya merekah saat melihat siapa sosok yang berlari kecil menghampirinya.

"Maaf telat, apa kamu sudah lama menunggu?" tanya wanita yang kini berdiri di depannya.

Kayshila menggeleng. Dengan senyum di wajahnya, ia menjawab, "Tidak, aku juga baru sampai. Yuk." Mereka bergandengan tangan memasuki bangunan putih di depan mereka, lalu berpisah menuju gedung fakultas masing-masing.

Kayshila Putri salah satu mahasiswi yang berhasil memperoleh beasiswa penuh untuk melanjutkan pendidikannya di Uncle Sam. Mengambil jurusan sastra inggris. Mahasiswi tekun yang sebentar lagi akan menyelesaikan pendidikannya.

"Literature is a group of works of art made up of words. Most are written, but some are passed on by word of mouth."

Kayshila mencatat bait demi bait yang diucapkan oleh dosen di depan papan tulis sana. Tiga mata kuliah akhirnya selesai, Kayshila membereskan segala peralatan tulisnya masuk ke dalam tas raselnya kemudian bergegas menuju ruangan sang sahabat.

"Permisi, apa Kylie ada di dalam?" tanyanya pada pria yang kebetulan berpapasan dengannya di pintu masuk FOB itu.

"Dia baru saja keluar," sahut pria itu, kemudian melanjutkan langkahnya.

Kayshila mengernyitkan kening. Tumben Kylie tidak menunggunya? Dia merogoh hp dalam saku jaketnya, menelpon nomor sahabatnya. Tidak aktif. Kemana Kylie pergi? Tidak biasanya sahabatnya itu pergi tanpa memberitahunya.

Sudahlah. Kayshila mengangkat bahu tak acuh, tak mau mempermasalahkan. Mungkin Kylie ada urusan mendadak hingga lupa memberitahunya.

Kayshila lantas melanjutkan derap langkahnya menuju kantin. Memesan segelas latte dan beberapa cemilan.

"Hey, girl. Sendiri aja?"

Kayshila mendongak, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya begitu melihat siapa yang menyapanya.

Melihat Kayshila tak memberi tanggapan, pria itu pun menarik kursi di depannya. "Where's Kylie? Biasanya kalian selalu bersama."

"Kenapa tiba-tiba mencarinya? Apa kau ingin mengganggunya lagi?" ketusnya tanpa mengalihkan pandangan dari keyboard laptop di depannya.

"Don't get me wrong. Aku hanya ingin meminta maaf atas kejadian kemarin."

"Benarkah?" tanyanya dengan seulas senyum sarkastik. "Terus tunggu apa lagi? Kenapa kau tidak datang dan meminta maaf langsung ke rumahnya?"

Pria bernama Alex itu terkekeh geli. "Oh, c'mon, Kay. I don't want to die in vain."

"Apa maksudmu?" Kayshila menatap pria itu tajam, keningnya mengerut.

Alex menghembuskan napas kasar, menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, dan memandang lekat wanita yang duduk terhalang meja di depannya.

"Aku hanya ingin memperingatimu, berhati-hatilah berteman dengannya."

lagi-lagi omongan kosong itu. Kayshila memutar bola mata malas. Entah sudah berapa orang yang memperingatinya dengan hal yang serupa.

"Sebaiknya, kau pergi kalau hanya ingin menyebarkan rumor yang tidak berguna, Lex."

"Ini demi kebaikanmu, Kay."

Kayshila menghela napas jengah. Tak membalas ucapan dari pria tersebut.

"Itu bukan hanya sekedar rumor belaka. Apa kamu tidak pernah menaruh curiga, mengapa banyak orang yang tidak mau berteman dengannya?" Alex jeda sejenak kemudian melanjutkan, "Itu karena kakaknya-"

"Cukup!" Kayshila mengangkat telapak tangannya, menyuruh Alex untuk tidak melanjutkan omongan kosongnya.

"Apa pun yang kalian katakan, itu tidak akan berpengaruh padaku."

Dengan perasaan dongkol, Kayshila membereskan peralatan tulisnya, memasukkan ke dalam tas ranselnya lantas beranjak pergi dari tempat tersebut menuju Cafe tempatnya bekerja.

Selain menjadi mahasiswa, Kayshila juga bekerja paruh waktu di sebuah kafe yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Alasan utamanya adalah untuk mencari tambahan penghasilan, selain uang beasiswa bulanan yang diterimanya. Sepulang dari kampus, wanita itu akan langsung menuju tempat kerja dan mengganti pakaiannya di sana.

Demi menghemat biaya, kadang, Kayshila membawa bekal yang ia buat sendiri. Sama seperti sekarang wanita itu menyantap masakan yang ia bawa bersama dengan karyawan lainnya.

"Kay, kenapa kamu tidak buka restoran sendiri saja?"

Kayshila tersenyum bukan kali pertama pertanyaan itu dilontarkan padanya.

"Iya, benar, masakanmu sangat enak. Aku yakin kalau kamu buka restoran sendiri, pasti akan laku, " ucap karyawan lainnya.

"Apalagi masakan ini, masakan Indonesia. Belum ada di daerah sini, benarkan teman-teman?"

Mereka semua menganggukkan kepalanya menyetujui perkataan wanita berbadan Endomorph itu.

"Doakan saja, semoga aku punya biaya untuk buka restoran sendiri."

Mereka semua mengaminkan doa wanita berkulit langsat khas wanita Indonesia itu.

Tidak ada yang tidak tahu bagaimana kegigihan Kayshila dalam mengenyam pendidikan, serta dedikasinya dalam bekerja.

"Kenapa kamu harus bekerja? Kan, sudah ada uang bulanan yang kamu terima dari beasiswamu?"

Kayshila mengulas senyum. "Aku hanya ingin menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman dalam dunia kerja."

"Bukan karena uang?" tanya wanita berambut blonde itu.

"Iya, kamu benar. Itu memang poin utama." Mereka berdua pun tergelak.

Jam yang menempel di dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Kayshila bergegas mengganti pakaiannya, bersiap untuk meninggalkan kafe.

Ia merogoh tas ranselnya, ingin memastikan tidak ada pesan penting yang masuk. Kayshila mengerutkan keningnya, melihat begitu banyak panggilan dari Kylie.

Tumben, wanita itu meneleponnya sebanyak ini? Namun, sekali lagi, nomor Kylie tidak aktif saat ia mencoba menghubunginya balik.

Sudahlah, besok saja ia bertanya pada wanita bermata abu-abu itu. Mungkin Kylie ada keperluan penting dengannya.

Kayshila berjalan sendirian, menyusuri lorong jalan setapak yang tampak sunyi. Sebagian orang sudah terlelap dalam mimpinya masing-masing.

Derap langkah Kayshila terhenti secara refleks. Dua meter di depannya, terlihat tubuh seorang wanita tergeletak tak sadarkan diri. Gegas, ia berlari menghampiri wanita itu.

Matanya seketika terbelalak, dan sontak ia membekap mulutnya sendiri saat membalikkan tubuh wanita tersebut.

"Kylie!" Tangannya gemetar hebat, diliputi ketakutan. Dari sela rambut kecoklatan Kylie, darah mengalir deras, membasahi permukaan aspal yang dingin.

"Kylie, bangun, Ky. Tolongggg." Kayshila tak dapat menahan air matanya yang mulai tumpah. Ia meraung-raung, memohon pertolongan, namun tak seorang pun datang.

Dalam keputusasaan itu, terdengar suara langkah kaki yang berat dan cepat. Tanpa peringatan, beberapa pria dengan seragam kepolisian muncul dari ujung jalan yang gelap. Mengepung tempat itu dalam sekejap.

"Angkat tangan, dan jangan bergerak!" Suara tegas itu memecah keheningan malam, membuat Kayshila terdiam seketika. Detak jantungnya berdetak keras memekakkan telinganya.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 41 Poison In Silence   Hari ini13:49
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY