Beberapa jam telah berlalu, Gina sempat ketiduran sambil menunggu suaminya yang tak kunjung pulang. Gina menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 01.00 dini hari.
"Ya Tuhan, Mas ... kenapa sih belakangan ini kamu selalu membuat aku kecewa?'' kata Gina pada dirinya sendiri.
Di saat bersamaan, terdengar suara deru mobil yang merapat ke halaman rumahnya. Gina langsung bangkit dari tempat duduknya.
Dingdong,
Bel rumahnya berbunyi.
"Ya, Mas, tunggu sebentar," sahut Gina sambil mempercepat langkahnya ke arah pintu utama.
Kleet,
Gina membuka pintu.
"Lama banget sih bukanya!'' bentak Gabut. Dia menerobos masuk ke dalam rumah. Gina hanya bisa menarik napas.
"Kenapa kamu galak terus sama aku, Mas?'' kata Gina di dalam hati.
"Mas, ayo kita makan dulu. Aku sudah masakin lauk kesukaanmu," ucap Gina.
"Aku gak lapar. Aku capek, mau tidur," tukas Gabut dengan nada suara ketus.
Gina menghampiri suaminya. Dia membuka tudung saji untuk memperlihatkan kepada Gabut apa yang dia masak. Menurutnya, setelah melihat apa yang dia masak hari ini, Gabut tidak akan menolak lagi.
"Tada! Ikan mas pindang kesukaanmu. Ayo Mas, kita makan." Gina tetap mengajak suaminya untuk makan dengan raut wajah ceria.
"Kamu ini peka atau gimana sih? Aku sudah bilang gak lapar, masih aja kamu maksa." Gabut terlihat semakin kesal. Raut wajahnya terlihat memerah.
Raut wajah Gina berubah sayu.
"Mas, kamu kenapa?" tanyanya lembut.
"Kenapa? Aku biasa aja kok. Kamu tuh yang sensitifan," tukas Gabut.
"Selama ini kamu gak pernah begini, Mas.''
"Begini, apanya? Memangnya aku kenapa? Ahk! Aku malas, aku ngantuk."
Gabut meninggalkan Gina sendirian di ruang makan. Gina menatap sendu kepergian suaminya.
"Fix, kamu benar-benar berubah, Mas. Kamu gak memikirkan bagaimana perasaanku atas sikapmu yang cuek ini," kata Gina sendirian.
Kruk, kruk
Terdengar bunyi keroncongan dari dalam perutnya. Gina memegang perutnya yang belum diisi malam ini karena menunggu suaminya pulang.
"Kalau Mas Gabut gak mau makan, biar aku makan sendiri saja."
Gina pun menyantap makanannya sampai habis. Selesai makan, Gina masuk ke dalam kamar. Dia melihat suaminya yang sibuk chattingan sambil senyum-senyum.
"Mas Gabut lagi chattingan dengan siapa tuh?" gumam Gina.
"Mas, belum tidur?'' sapa Gina yang berdiri di ambang pintu. Sapaan Gina membuat Gabut terkejut. Dia langsung menekan tombol tengah di layar ponselnya.
"Balas chat klien," jawabnya.
"Klien, tengah malam begini, Mas?'' timpal Gina heran. Dia merasa ada sesuatu yang di rahasiakan oleh suaminya. Namun, dia tidak mau asal tebak karena takut salah sangka.
"Huff!''
Gabut menarik nafas panjang.
"Kamu ini kenapa sih, gak percaya sama aku ya? Kamu pikir aku chattingan sama siapa, hah?'' Nada suara Gabut naik 3 oktaf.
"Kamu kok suka marah-marah sekarang, Mas?'' Gina masih tetap berbicara lembut pada suaminya meskipun, suaminya sudah berbicara dengan nada naik darah tinggi.
"Sudahlah Gina, malas aku ladenin kamu bicara yang dari tadi gak ada habisnya." Gabut turun dari ranjang. Dia keluar dari dalam kamar.
Gina hanya bisa terdiam dengan sikap suaminya itu. Dia sangat mencintai Gabut dan mencoba untuk mengabaikan semua perubahan suaminya.
"Mungkin, Mas Gabut kecapekan. Aku sebagai istri harus bisa mengerti keadaan suami sendiri supaya hubungan rumah tangga tetap terjaga," ucapnya.
Gina menarik selimut bulu untuk menutupi setengah tubuhnya.
Gina menguap.
"Huah, ngantuk banget."
Di ruang tamu, Gabut mencoba untuk menghubungi seseorang yang dari tadi tidak menjawab panggilannya.
"Angkat dong, Sayang."
Gabut berkali-kali menghubungi kontak yang bernama Ros itu tapi, tidak merespon.
Gabut menghempaskan bokongnya di atas sofa. Dia mulai meriang (merindukan kasih sayang) dari selingkuhannya itu. Gabut menyandarkan kepalanya di bahu sofa. Tiba-tiba saja ponselnya berdering. Dia sangat bahagia ketika melihat kontak nama yang menelponnya.
Gabut langsung mengangkat telepon dari wanita itu.
"Sayang, kenapa kamu gak angkat telepon aku?'' nada suara Gabut begitu lembut, berbeda dengan nada suaranya ketika berbicara dengan istrinya tadi.
"Aku sebel sama kamu, Mas. Kamu gak balas chat aku tadi," jawab wanita itu dari seberang sana.
"Baru satu menit aku gak balas, Sayang."
"Bagimu satu menit, bagiku sudah satu jam, Mas," lirihnya manja.
"Maaf, Sayang ... tadi, istriku datang," terang Gabut.
"Sampai kapan sih Mas, kita sembunyi-sembunyi begini?''
"Sabar, Sayang. Semuanya pasti akan indah pada waktunya. Aku sudah gak mood sama dia, aku maunya sama kamu, Sayang," goda Gabut dari balik ponselnya.
"Hum, gombal. Gak mood, buktinya sampai sekarang kamu masih pakai dia, Mas."
"Sabar ya Sayang."
"Kamu tau kan Gina itu gimana? Aku belum punya celah agar bisa menceraikan dia," timpal Gabut.
"Apa sih yang kamu pertahanin dari dia, Mas? Sudah 3 tahun kalian menikah, masa dia belum hamil juga," utas Rosleting.
"Tidak semudah itu untuk bercerai dengannya, Sayang. Ibuku juga sangat menyayanginya, dan tidak akan setuju kalau kami bercerai.''
"Lantas, aku ini apa, Mas?'' Rosleting semakin kesal dengan jawaban kekasih gelapnya itu.
"Kamu sendiri dulu yang bilang kalau kamu rela di madu asalkan, kita tetap berhubungan. Kenapa sekarang kamu bilang begini, Sayang?''
"Dulu, iya. Sekarang, aku mau kamu ceraikan dia. Aku mau jadi madu tapi, apa dia mau di madu juga?'' kata Rosleting.
Rosleting adalah sahabat Gina. Mereka bersahabat sejak SMA. Sahabat Gina itu sudah menjanda selama satu tahun. Dia diceraikan oleh mantan suaminya itu karena selingkuh akan tetapi, tidak ada yang tahu tentang itu. Rosleting justru memutar balikkan fakta, mengatakan kalau mantan suaminya itu berselingkuh.
Awal menjadi janda, Rosleting tinggal di rumah Gina selama satu bulan. Dari situlah dia dan Gabut mulai menjalani hubungan tanpa sepengetahuan siapa pun. Kemudian, Rosleting mendapatkan pekerjaan di sebuah cafe. Dia tidak lagi tinggal di rumah Gina.
Gina sangat mempercayai sahabatnya itu. Sedikit pun tidak ada rasa curiga kepada mereka.
"Sudah lah Sayang, gak usah bahas itu. Bagaimana kalau kita bahas yang lain aja?'' ucap Gabut sembari tersenyum dibalik layar ponselnya.
"Udah ahk, aku malas. Aku tidur duluan, ngantuk plus capek bicara sama orang yang gak jelas," ucap Rosleting judes.