/0/2472/coverbig.jpg?v=1f978e01dcc271143061e6e2d194ee3f)
Dua tahun lalu, Nina menikah dengan pria yang belum pernah ditemuinya. Dia tidak tahu namanya atau usianya; dia tidak tahu apa-apa tentang orang yang dinikahinya ini. Pernikahan mereka tidak lebih dari sebuah kontrak dengan kondisi, dan salah satu klausulnya adalah bahwa dia tidak boleh tidur dengan pria lain. Namun, Nina kehilangan keperawanannya kepada orang asing ketika dia mengetuk pintu yang salah pada suatu malam. Dengan kompensasi yang harus dia bayar membebaninya, dia memutuskan untuk membuat perjanjian perceraian sendiri. Ketika dia akhirnya bertemu suaminya untuk menyerahkan surat-surat itu, dia terkejut menemukan bahwa suaminya tidak lain adalah pria yang telah "selingkuh" dengannya!
Hari Jumat malam, pukul delapan.
Sebuah perjamuan sedang diadakan di Hotel Four Seasons Garden. Pesta itu tidak hanya dipenuhi dengan suasana yang mewah, tetapi suasana ceria juga terlihat saat orang-orang bersulang dan mengobrol dengan gembira mengenai acara tersebut.
Nina Kusuma melihat papan nama di hotel itu dengan wajah cemberut, "Sudah pasti yang ini."
Tapi, dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengerutkan alisnya. Tidak mudah untuk masuk ke dalam tempat ini tanpa sebuah undangan. Apa yang akan Nina katakan? Bersamaan dengan Nina yang khawatir, seseorang dengan sosok tubuh ramping lewat di depannya. Orang itu adalah Isabella Baskara, teman Nina di sekolah.
"Isabella," sapa Nina, sambil melambai padanya. Seolah dirinya terkejut, Isabella berbalik, mengedipkan mata dengan kaget saat dia melihat siapa orang yang memanggilnya, "Mengapa kamu ada di sini?"
Isabella mendekat, mengernyitkan wajahnya saat dia tidak mencium aroma dari Parfum Feromon, parfum yang dia berikan kepada Nina, "Kenapa kamu tidak menggunakan parfum pemberian dariku?"
"Ada hal mendesak yang harus kulakukan. Itulah alasanku tidak menggunakannya." Sejujurnya, masalah sebenarnya adalah karena Nina tidak terbiasa menggunakan parfum. Dia melihat ke arah kerumunan orang, "Ngomong-ngomong, apa kamu bisa membawaku ke dalam?"
"Tentu saja aku bisa." Isabella tersenyum polos seakan ada sesuatu yang melintas di pandangannya.
Dia mengambil parfum dari sakunya dan menyemprotkan parfum tersebut ke seluruh bagian tubuh Nina.
Nina terbatuk, lalu dengan sengaja mencubit hidungnya, "Aku alergi terhadap parfum," dia menjelaskan pada Isabella, sambil melambaikan tangan ke udara.
Tanpa memberikannya waktu untuk berpikir, Isabella menariknya ke dalam hotel dan mendorongnya ke dalam lift.
Sesaat setelah Nina sudah pergi, terlihat senyum yang terulas di bibir Isabella.
Untungnya, hari ini dia membawa parfum tersebut. Parfum itu memang hal yang berguna untuk waktu seperti ini. Tidak peduli seberapa polos atau suci seorang wanita, dia akan terlihat menantang bagi para pria saat dirinya berada di bawah pengaruh parfum tersebut. Tidak peduli seberapa teguh pendirian seorang pria, dia akan tertarik oleh aroma parfum tersebut.
Ada ratusan pria di dalam pesta pada hari itu. Isabella tersenyum memikirkan hal itu, 'Semoga berhasil, Nina. Demi kebaikanmu, aku harap kamu tidak meniduri orang yang jelek.'
Nina tiba di lantai 20 di mana hanya ada dua kamar kelas VIP teratas. Dia mengetuk ruangan di sebelah kiri, seorang pria menawan dengan wanita genit di sebelahnya lalu membuka pintu ruangan itu.
Nina mundur ke belakang sambil tertatih dan mengerutkan alisnya.
Sepertinya dia salah mengetuk pintu.
Nina membuang muka dengan rasa malu, "Maaf. Kamu dapat melanjutkan kegiatanmu."
Begitu dia berbalik, pria itu menghentikannya, "Tunggu, apa kamu sedang mencari Tuan John?"
Pria itu melihat Nina dari atas ke bawah. Nina terlihat bersih dan polos. John Hermawan mungkin tidak akan mengusir wanita ini seperti yang pernah dia lakukan pada orang lain di masa lalu.
Baru saja James Hermawan menelepon John dan mengatakan padanya bahwa dia berencana untuk memberinya kejutan. Dia tidak menyangka wanita tersebut akan dikirim padanya secepat ini.
"John ada di dalam." Sebelum Nina bisa paham apa yang dimaksud oleh pria tersebut, dia sudah mendorongnya masuk dan menutup pintu.
Nina terhuyung-huyung ke dalam ruangan suite, bahkan hampir terjatuh ke lantai. Saat pintu di belakangnya tertutup, matanya yang sayu melihat sekeliling ruangan tempatnya berada.
Ketika Nina mendengar ada suara langkah kaki yang mendekatinya, dia berbalik badan. Seorang pria tinggi dan tampan melihatnya. Walaupun seumur hidupnya Nina sudah pernah bertemu dengan banyak pria, tapi tidak ada pria yang bisa menandingi ketampanan pria di hadapannya.
Tubuh bagian atasnya sangat bagus dan kuat. Kulitnya yang putih dan otot-ototnya yang kekar sangat menarik perhatian, terutama ketika tetesan air mengalir melalui lekukan otot perutnya. Nina menelan ludahnya sendiri.
"Apa kamu sudah cukup melihat-lihat?" kata pria itu dengan dingin, membuat Nina kembali tersadar pada kenyataan. Ingat akan pekerjaannya, Nina mengingatkan dirinya sendiri dan meminta maaf dengan berlebihan, "Maaf. Mungkin aku masuk ke ruangan yang salah."
Di dalam dunia ini, hanya ada dua macam orang yang akan memasuki ruangan yang salah. Antara mereka bodoh atau manipulatif. Pria itu berpikir bahwa wanita ini adalah orang yang manipulatif.
John menatapnya. Dia memiliki wajah yang cantik, kulitnya putih dan hidungnya mancung.
Kulitnya yang seperti porselen berwarna merah muda terang, matanya yang besar tampak polos dan naif. Ada sesuatu tentang Nina yang membuat pria ini langsung tertarik padanya.
Bibir pria itu melengkung ke atas.
"Tidak, kamu tidak salah masuk ruangan." Seharusnya wanita ini adalah kejutan yang James katakan padanya.
John sudah terbiasa dengan hal semacam ini. Wanita-wanita yang sebelumnya diberikan oleh James biasanya langsung diusir keluar olehnya. Sebenarnya, John sudah sangat terbiasa dengan mereka sehingga John merasa biasa aja saat melihat mereka.
Melihat wanita di depannya yang juga berusia sekitar 20 tahun, sepantaran dengan usia James, John tahu bahwa dia harus bersikap baik untuk saat ini.
"Sudah berapa lama kamu melakukan hal seperti ini?" ucap John seolah-olah dia sedang memarahi keponakannya, James.
Dengan ekspresi kebingungan di wajahnya, Nina mengerutkan keningnya, "Ini merupakan pertama kali bagiku," katanya dengan jujur.
Dulu, biasanya Nina hanya menangani kasus-kasus yang dibahas di ruang guru. Ini adalah pertama kalinya Nina berada di lapangan untuk menyelidiki.
Dikatakan bahwa ada dua kasus bunuh diri yang akan ditutup di kantor polisi. Namun, Nina selalu merasa bahwa kasus tersebut bukan hanya sekadar bunuh diri. Bahkan, dia datang ke sini untuk menghubungkan dua kasus tersebut. Bagian dari dirinya merasa bahwa kedua korban kasus tersebut memiliki hubungan, dan Nina ingin mengetahui lebih banyak petunjuk yang menunjukkan hubungan kedua korban.
Selama seminggu terakhir, Nina telah menghampiri ke hotel-hotel terdekat, berharap menemukan beberapa petunjuk untuk membuktikan dugaannya.
"Pertama kalinya bagimu? Jadi kamu hanya punya teorinya saja?" John lalu duduk.
Dia kemudian mengambil segelas anggur dan memutuskan untuk meminumnya.
Nina secara tidak sengaja melirik John, dia merasakan bahwa dirinya tidak bisa melepaskan pandangan darinya, "Aku sudah mempelajari teori itu selama dua tahun."
"Oh? Benarkah?" John mencibir, seolah-olah dia baru saja mendengar sebuah lelucon.
'Apa mereka benar-benar mengajarkan teori untuk pekerjaan macam ini? Apa tujuan mereka mengajarkan itu? Untuk mencari seorang pria lalu mempraktikkan teori tersebut?'
"Jangan meremehkanku," bentaknya pada John. Nina baru saja mau balik badan dan pergi saat dia mendengar suara John.
"Apa yang membuatmu berpikir bahwa kamu layak untuk dihormati? Berapa banyak uang yang mereka berikan padamu?" John menyalakan sebatang rokok dan mengepulkan asap. John benar-benar tidak bisa menemukan alasan bagi wanita untuk masuk ke pekerjaan seperti ini dan tidak dibayar.
John menyilangkan tangannya di depan dada.
"Tidak ada," kata Nina dengan dingin.
Tidak ada?
Nina adalah wanita paling cantik yang pernah John lihat.
Padahal, dalam lingkup pekerjaan seperti ini, wanita seperti ini bisa bernilai puluhan ribu dolar.
Melihat Nina akan pergi, John mengerutkan keningnya, "Apa aku berkata kalau kamu boleh pergi?"
Dengan jentikan jari pada rokoknya, api kecil berbentuk bola itu menjadi semakin menyala. Tidak ada yang bisa datang dan pergi dengan sesuka hati mereka di tempat John.
Nina berhenti saat jantungnya berdegup kencang, "Dengarkan aku, pekerjaan kami tidak bisa dinilai dari uang. Kamu harus tahu seberapa bahaya hal ini, terutama mengenai kasus ini. Dalam ruang yang tertutup seperti itu, seseorang bisa mati jika aku tidak melakukan pekerjaanku dengan benar. Aku harus pergi sekarang."
Seseorang bisa mati?
Tanpa sadar John melirik ke bawah. Apa dirinya benar-benar mengerikan seperti itu?
Mata Nina melotot, seolah menyadari maksud dari tanggapan John.
Pria ini pasti salah mengira dirinya...
Pipinya memerah.
"Kamu! Dasar tidak tahu malu!" kata Nina dengan marah sambil menunjuk pria itu.
John hanya diam tanpa ekspresi. Bagaimana bisa Nina memanggilnya tidak tahu malu padahal dia adalah bosnya untuk malam ini?
Neneng tiba-tiba duduk di kursi sofa dan menyingkapkan roknya, dia lalu membuka lebar ke dua pahanya. Terlihat celana dalamnya yang putih. “Lihat Om sini, yang deket.” Suradi mendekat dan membungkuk. “Gemes ga Om?” Suradi mengangguk. “Sekarang kalo udah gemes, pengen apa?” “Pengen… pengen… ngejilatin. Boleh ga?” “Engga boleh. Harus di kamar.” Kata Neneng terkikik. Neneng pergi ke kamar diikuti Suradi. Dia melepaskan rok dan celana dalamnya sekaligus. Dia lalu berbaring di ranjang dan membentangkan ke dua pahanya.
Cerita tentang kehidupan di kota kecil, walau tak terlalu jauh dari kota besar. Ini juga cerita tentang Kino, seorang pria yang menjalani masa remaja, menembus gerbang keperjakaannya, dan akhirnya tumbuh sebagai lelaki matang. Pada masa awal inilah, seksualitas dan sensualitas terbentuk. Dengan begitu, ini pula kisah tentang the coming of age yang kadang-kadang melodramatik. Kino tergolong pemuda biasa seperti kita-kita semua. Apa yang dialaminya merupakan kejadian biasa, dan bisa terjadi pada siapa saja, karena merupakan kelumrahan belaka. Tetapi, kita tahu ada banyak kelumrahan yang kita sembunyikan dengan seksama. Namun Kino mempunyai hal yang menarik yang dalam cerita ini lebih menarik dari cerita fenomenal lainnya.
Istriku yang nampak lelah namun tetap menggairahkan segera meraih penisku. Mengocok- penisku pelan namun pasti. Penis itu nampak tak cukup dalam genggaman tangan Revi istriku. Sambil rebahan di ranjang ku biarkan istriku berbuat sesukanya. Ku rasakan kepala penisku hangat serasa lembab dan basah. Rupanya kulihat istriku sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun jelas dia kesulitan karena mulut istriku terlalu mungil untuk menerima penis besarku. Tapi dapat tetap ku rasakan sensasinya. Ah.... Ma lebih dalam lagi ma... ah.... desahku menikmati blowjob istriku.
Memang benar perkataan adrian tentang dirinya, dia wanita yang sangat cantik nan rupawan, aroma tubuhnya sampai tercium meskipun jarak di antara kita cukup jauh. tubuhnya juga sangat terawat, pantatnya yang besar dan nampak sekel, dan lagi payudara miliknya nampak begitu bulat berisi. "Ehmm... dia itu yaa wanita yang mendapat IP tertinggi sekampus ini !", gumamku. "Cantik, kaya dan pintar.. dia seperti mutiara di kampus ini !", lanjut gumamku.
Novel ini berisi kompilasi beberapa cerpen dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan penuh gairah dari beberapa karakter yang memiliki latar belakang profesi yan berbeda-beda serta berbagai kejadian yang dialami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dengan pasangannya yang bisa membikin para pembaca akan terhanyut. Berbagai konflik dan perseteruan juga kan tersaji dengan seru di setiap cerpen yang dimunculkan di beberapa adegan baik yang bersumber dari tokoh protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerpen dewasa yang ada pada novel kompilasi cerpen dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?