Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Cinta, Dusta, dan Vasektomi
Cinta, Dusta, dan Vasektomi

Cinta, Dusta, dan Vasektomi

5.0
10 Bab
3.8K Penayangan
Baca Sekarang

Dengan usia kehamilan delapan bulan, kupikir aku dan suamiku, Bima, sudah memiliki segalanya. Rumah yang sempurna, pernikahan yang penuh cinta, dan putra ajaib kami yang akan segera lahir. Lalu, saat merapikan ruang kerjanya, aku menemukan sertifikat vasektominya. Tanggalnya setahun yang lalu, jauh sebelum kami bahkan mulai mencoba untuk punya anak. Bingung dan panik setengah mati, aku bergegas ke kantornya, hanya untuk mendengar tawa dari balik pintu. Itu Bima dan sahabatnya, Erlan. "Aku tidak percaya dia masih belum sadar juga," Erlan terkekeh. "Dia berjalan-jalan dengan perut buncitnya itu, bersinar seperti orang suci." Suara suamiku, suara yang setiap malam membisikkan kata-kata cinta padaku, kini penuh dengan penghinaan. "Sabar, kawan. Semakin besar perutnya, semakin dalam jatuhnya. Dan semakin besar bayaranku." Dia bilang seluruh pernikahan kami adalah permainan kejam untuk menghancurkanku, semua demi adik angkatnya yang berharga, Elsa. Mereka bahkan memasang taruhan tentang siapa ayah kandung bayi ini. "Jadi, taruhannya masih berlaku?" tanya Erlan. "Uangku masih untukku." Bayiku adalah piala dalam kontes menjijikkan mereka. Dunia seakan berhenti berputar. Cinta yang kurasakan, keluarga yang kubangun-semuanya palsu. Saat itu juga, sebuah keputusan yang dingin dan jernih terbentuk di reruntuhan hatiku. Kukeluarkan ponselku, suaraku terdengar sangat stabil saat aku menelepon sebuah klinik swasta. "Halo," kataku. "Saya perlu membuat janji. Untuk aborsi."

Konten

Bab 1

Dengan usia kehamilan delapan bulan, kupikir aku dan suamiku, Bima, sudah memiliki segalanya. Rumah yang sempurna, pernikahan yang penuh cinta, dan putra ajaib kami yang akan segera lahir.

Lalu, saat merapikan ruang kerjanya, aku menemukan sertifikat vasektominya. Tanggalnya setahun yang lalu, jauh sebelum kami bahkan mulai mencoba untuk punya anak.

Bingung dan panik setengah mati, aku bergegas ke kantornya, hanya untuk mendengar tawa dari balik pintu. Itu Bima dan sahabatnya, Erlan.

"Aku tidak percaya dia masih belum sadar juga," Erlan terkekeh. "Dia berjalan-jalan dengan perut buncitnya itu, bersinar seperti orang suci."

Suara suamiku, suara yang setiap malam membisikkan kata-kata cinta padaku, kini penuh dengan penghinaan. "Sabar, kawan. Semakin besar perutnya, semakin dalam jatuhnya. Dan semakin besar bayaranku."

Dia bilang seluruh pernikahan kami adalah permainan kejam untuk menghancurkanku, semua demi adik angkatnya yang berharga, Elsa.

Mereka bahkan memasang taruhan tentang siapa ayah kandung bayi ini.

"Jadi, taruhannya masih berlaku?" tanya Erlan. "Uangku masih untukku."

Bayiku adalah piala dalam kontes menjijikkan mereka. Dunia seakan berhenti berputar. Cinta yang kurasakan, keluarga yang kubangun-semuanya palsu.

Saat itu juga, sebuah keputusan yang dingin dan jernih terbentuk di reruntuhan hatiku.

Kukeluarkan ponselku, suaraku terdengar sangat stabil saat aku menelepon sebuah klinik swasta.

"Halo," kataku. "Saya perlu membuat janji. Untuk aborsi."

Bab 1

Beban berat di perutku adalah pengingat yang selalu kusambut dengan suka cita. Delapan bulan. Hanya beberapa minggu lagi sampai aku menggendong putraku. Aku mengelus lekukan kencang itu, senyum terukir di wajahku. Aku dan Bima memiliki segalanya. Rumah yang indah, kehidupan yang membuat orang iri, dan sebentar lagi, sebuah keluarga.

Aku sedang menata ruang kerja Bima di rumah, sebuah naluri yang tak bisa kulawan. Terselip di bagian belakang laci mejanya, di bawah tumpukan laporan pajak lama, jemariku menyentuh sebuah kertas tebal yang terlipat. Terasa seperti dokumen resmi.

Rasa penasaran menguasaiku. Aku menariknya keluar.

Itu adalah sertifikat medis. Sertifikat vasektomi.

Napas tercekat di tenggorokanku. Kubaca namanya: Bima Wijaya. Lalu aku melihat tanggalnya. Setahun yang lalu, enam bulan sebelum kami bahkan mulai mencoba untuk punya anak.

Ruangan mulai berputar. Tanganku gemetar memegang kertas itu. Ini tidak masuk akal. Aku hamil delapan bulan. Ini pasti kesalahan, lelucon, atau semacam kesalahpahaman.

Sertifikat itu terasa dingin di tanganku, sangat kontras dengan kehangatan kehidupan di dalam diriku. Aku hamil. Aku merasakan tendangannya baru pagi ini. Kertas ini bohong. Pasti bohong.

Gelombang mual dan kepanikan melandaku. Jantungku berdebar kencang di dada, irama yang panik dan menyakitkan. Ini tidak mungkin nyata. Kehidupanku yang sempurna, suamiku yang penuh kasih, bayi kami... apakah semuanya bohong?

Aku harus menemuinya. Aku harus mendengar penjelasannya.

Kuraih kunci mobilku, pikiranku kosong karena bingung dan takut. Aku harus ke kantornya. Sekarang.

Perjalanan ke sana terasa kabur. Aku tidak ingat lalu lintas atau belokan yang kuambil. Yang bisa kulihat hanyalah tanggal di sertifikat itu, mengejekku, membakar lubang di ingatanku.

Aku parkir sembarangan di area pengunjung Wijaya Group dan bergegas masuk, perut buncitku membuat gerakanku canggung. Resepsionis mencoba menghentikanku, tapi aku menerobos melewatinya, langsung menuju kantor Bima di sudut.

Semakin dekat, aku mendengar tawa. Tawa yang keras dan congkak datang dari balik pintunya yang tertutup.

Aku memperlambat langkahku, tanganku melayang di dekat gagang pintu. Kutempelkan telingaku ke kayu yang dingin itu, sebuah keputusan yang akan kusesali sekaligus kusyukuri seumur hidupku.

"Aku tidak percaya dia masih belum sadar juga," sebuah suara yang kukenali sebagai Erlan, sahabat Bima, berkata di sela-sela tawa. "Dia berjalan-jalan dengan perut buncitnya itu, bersinar seperti orang suci."

Para pria itu tertawa lagi. Suara tawa yang kejam dan mengejek yang membuat kulitku merinding. Rasanya seperti mereka menertawakanku.

Lalu aku mendengar suara suamiku, suara yang setiap malam membisikkan kata-kata cinta padaku. "Sabar, kawan. Semakin besar perutnya, semakin dalam jatuhnya. Dan semakin besar bayaranku."

Darahku seakan membeku. Bayaran? Apa yang dia bicarakan?

"Ini semua demi Elsa, kau tahu," lanjut Bima, suaranya diwarnai dengan kasih sayang yang aneh dan posesif. "Jalang Alena itu harus membayar atas perbuatannya, karena telah mengirim adikku pergi seolah-olah dia bukan siapa-siapa."

Elsa. Adik angkatnya. Mereka bilang dia harus pergi ke luar negeri untuk program khusus, bahwa itu adalah kesempatan besar. Aku telah mendukungnya, bahkan mendorongnya. Kupikir aku sedang membantu.

"Bodohnya dia jatuh cinta padaku, dia akan percaya apa pun yang kukatakan," cibir Bima. Suara itu, begitu penuh penghinaan, terasa seperti pukulan fisik. "Dia mungkin berpikir bayi ini adalah keajaiban, bukti cinta kita yang agung."

Pria-pria lain tertawa terbahak-bahak.

"Jadi, taruhannya masih berlaku?" tanya Erlan. "Siapa ayah kandungnya? Uangku masih untukku."

"Atau aku," sahut suara lain.

Sebuah taruhan. Mereka bertaruh siapa ayah dari bayiku. Bayiku.

Dunia terasa berputar di porosnya. Cinta yang kurasakan, keluarga yang kubangun, pria yang kuberikan hatiku-semuanya palsu. Sebuah permainan kejam dan rumit yang dirancang untuk mempermalukan dan menghancurkanku.

Bayi di dalam diriku tiba-tiba menendang dengan keras, seolah dia bisa merasakan penderitaanku.

Air mata mengalir di wajahku, panas dan tanpa suara. Cinta yang kurasakan sejam yang lalu mengental menjadi sesuatu yang dingin dan keras di dadaku. Semuanya bohong. Semuanya.

Saat itu, berdiri di luar kantor suamiku, sebuah keputusan terbentuk di reruntuhan hatiku. Keputusan yang dingin, jernih, dan mutlak.

Bayi ini, simbol permainan menjijikkan mereka, tidak akan lahir.

Aku berbalik dari pintu, gerakanku kaku dan seperti robot. Kukeluarkan ponselku, jemariku meraba-raba layar.

Kutemukan nomor sebuah klinik swasta.

"Halo," kataku, suaraku terdengar sangat stabil. "Saya perlu membuat janji. Untuk aborsi."

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 10   11-07 12:06
img
img
Bab 1
07/11/2025
Bab 2
07/11/2025
Bab 3
07/11/2025
Bab 4
07/11/2025
Bab 5
07/11/2025
Bab 6
07/11/2025
Bab 7
07/11/2025
Bab 8
07/11/2025
Bab 9
07/11/2025
Bab 10
07/11/2025
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY