Unduh Aplikasi panas
Beranda / Miliarder / MENIKAHI CEO KEJAM
MENIKAHI CEO KEJAM

MENIKAHI CEO KEJAM

4.8
15 Bab
38.2K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

MATURE 18+ Terobsesi pada pria yang sempurna baik secara fisik dan materi membawa Jennifer pada penyesalan. Niat meminta maaf pada kakak dari gadis yang dia rundung hingga tewas mempertemukan Jennifer dengan Maximilian Jefferson pengusaha real estate terbesar di Jerman. Dia jatuh cinta pada pandangan pertama pada pria itu dan menjebaknya agar bisa menikah, Jennifer rela diperlakukan buruk oleh Max karena terlalu mencintainya, namun ketika masa lalu terbongkar dan mengungkap bahwa Max adalah orang dibalik kematian ayahnya Jennifer berbalik membencinya. Max sudah terlanjur jatuh cinta padanya dan tidak ingin masa lalu membuatnya kehilangan Jennifer. Siapakah yang akan menang? Jennifer dengan cinta yang sudah berubah menjadi kebencian atau Max yang kebenciannya sudah melebur menjadi cinta?

Bab 1 PROLOG

-Musim semi pertama

Sebenarnya, Max tidak ingin datang ke pesta pernikahan Edwin, karena harus membawa serta Jennifer bersamanya, namun mengingat semua jasa Edwin padanya beberapa tahun lalu rasanya tidak etis jika dia mengabaikan undangan untuk hadir di hari bahagia sahabatnya itu.

Max menyuruh Jennifer bersiap, dia juga berpesan agar Jennifer menyuguhkan penampilan terbaiknya, karena nanti di sana akan ada banyak orang orang penting dari kalangan atas juga kolega bisnis nya. Dan kini Max sudah jenuh menunggu Jennifer bersiap, wanita itu sudah menghabiskan kurang lebih satu setengah jam di dalam kamar, namun tidak kunjung selesai.

"Apakah kau sudah selesai?" Tanya Max menahan geram dia sedikit berteriak agar Jennifer yang berada di lantai dua bisa mendengarnya.

"Sebentar lagi" suara lantang Jennifer terdengar tidak mau di buru buru. Max berkacak pinggang, kaki jenjangnya berjalan ke kanan dan ke kiri dengan resah.

"Lama sekali istri gila itu, apa yang dia lakukan disana" gerutu Max, bahkan dia yakin kalau Jennifer memakan waktu lebih banyak di banding pengantin Edwin saat bersiap.

Baru akan meluapkan kekesalannya, berniat mendobrak paksa kamar Jennifer dan menyeret wanita itu. Max sudah di kejutkan dengan Jennifer yang berjalan menuruni tangga dengan gaun berwarna navy tanpa lengan yang membalut ketat tubuhnya, paha dan betis wanita itu terekspose dengan menawan serta kakinya yang di bungkus dengan sepatu high heels berwarna silver berkilau. Untuk beberapa saat Max terkesima, matanya terperangkap dan tak bisa lepas dari Jennifer . Namun dia segera mengerjap saat Jennifer menuruni anak tangga terakhir dan berjalan ke arahnya.

"Bagaimana penampilan ku? Sangat cantik bukan? Untuk ukuran istri seorang Maximilian Jefferson aku rasa ini yang terbaik" Jennifer berputar, memperlihatkan setiap sisi gaun nya pada Max.

"Seperti pakaian orang rimba!" komentar Max itu membuat Jennifer tidak senang, apalagi Max menatapnya dengan malas dan sunggingan jijik.

"Aku sudah sangat sexy, cantik, dan modis seperti ini kau bilang seperti orang rimba? Huh! Dasar tidak mengerti fashion" Jennifer mencebikkan bibirnya, membuat Max sedikit tergoda, bibir nya yang terlihat mungil dan lembab ingin sekali Max lahap dengan ganas, tapi sekarang bukan waktu yang tepat.

"Ya, memang benar pakaian mu itu kurang bahan seperti orang rimba di zaman purba" Max melipat kedua tangannya di depan dada kini tubuh kekar nya dia sandarkan ke tembok.

"Pakailah pakaian yang lebih sopan" Max melotot seolah memerintah Jennifer untuk segera berganti pakaian.

"Bukannya dulu kau bilang aku itu tidak tahu sopan santun? Jadi, untuk apa aku memakai pakaian yang sopan" balas Jennifer.

"Sudahlah, ayo kita berangkat!" Jennifer tak ingin melanjutkan perdebatannya dengan pria itu, dia memilih berbalik dan melangkah ingin segera pergi.

Max menghembuskan napasnya dengan kasar, tangan berurat nya menarik baju minim yang di kenakan Jennifer, dalam satu gerakan kain itu terlepas, dan memperlihatkan tubuh mulus Jennifer.

"Apa yang kau lakukan Max!" Jennifer menyilangkan tangannya di depan dada dia terkejut sekaligus malu .

Tanpa menjawab Max menggenggam erat pergelangan tangan Jennifer menuntunnya ke kamar dengan langkah yang cepat, tak peduli dengan keadaan wanita itu yang setengah bugil. Jennifer kesusahan mengimbangi langkah Max, pintu kamar di buka memakai tendangan kaki lalu Max mendorong Jennifer ke atas ranjang, sedetik kemudian tubuh Max sudah menghantamnya.

Jennifer menatap Max yang kini berada di atas nya, mengurung tubuhnya dengan kedua tangan besar, mata Max memancarkan kemarahan, Jennifer tau pria itu tidak suka di bantah dan sepertinya Max akan segera memberinya hukuman.

"Kau menolak untuk mengganti bajumu, apa kau tidak tahu memakai baju seperti itu akan mengundang mata pria berengsek untuk berpikiran kotor?" Bisikan Max itu terselip ancaman juga peringatan, suaranya tegas membuat Jennifer merinding.

"Dan kau..." Kata Jennifer dengan gemetar

"Ya, dan aku salah satu dari pria berengsek itu" Dalam benaknya nya dia mengakui kalau penampilan Jennifer sangat luar biasa.

Bahkan Max berkata dalam hatinya, "Damn Hot, Fucking sexy, Jennifer"

"Bukan salah satu, aku adalah satu satunya, tidak akan ada pria lain yang melihatmu memakai baju jalang itu lagi" Max menggeram, dia menyingkir dari atas tubuh Jennifer lalu turun dari ranjang dan berjalan menuju walk in closet.

Jennifer benar benar terhenyak dengan setiap perkataan Max, dia merasa ada kecemburuan di sana, yang mungkin hanya sedikit. Pria itu otoriter dan mudah emosi, Jennifer tahu ini masih terlalu jauh untuk mendapatkan hati seorang Maximilian Jefferson.

Setelah beberapa menit, Max keluar dari walk in closet, membawa gaun berwarna merah hati berlengan panjang, dengan tak sabaran Max menarik Jennifer berdiri, dan membuka gaun minim yang sudah robek dengan cepat, tanpa basa basi Max memakaikan gaun merah yang di pilihnya pada Jennifer. Pipi wanita itu sudah memerah, dia gugup dan tegang saat Max melihatnya hanya memakai pakaian dalam.

Batas gaun itu selutut, jadi Jennifer masih bisa bergerak bebas, kemudian Max menarik kain yang mengikat sanggulan rambut Jennifer, membuat helaian blonde ikal itu tergerai indah dengan bandu permata di tengahnya.

"Rambut panjang mu harus terurai agar leher mu tidak terlihat!" Kata Max sebelum Jennifer protes.

Max tahu Jennifer tidak suka mengurai rambutnya dia cepat merasa gerah dan tak betah.

"Baiklah terserah kau saja Master" Jennifer memberikan senyum terbaiknya, tanpa pura pura dia memang sangat senang di perlakukan seperti itu oleh Max.

"Sudah aku bilang jangan pernah tersenyum di hadapanku, Jenni!" Max tidak suka melihat wanita itu tersenyum, alasannya pada Jennifer adalah karena dia merupakan sumber penderitaan adiknya, dan Max tidak suka melihatnya bahagia. Namun, yang sebenernya tak bisa Max pungkiri senyuman Jennifer secara alami mendorongnya untuk tersenyum juga dia tidak ingin Jennifer Ge-er.

"Hm," Jennifer langsung menarik kembali senyumnya.

"Apa lipstikku terlalu merah?" Jennifer terkejut ketika melihat pantulan dirinya di cermin, dia merasa bibirnya terlalu mencolok entah karena dia memakai lipstiknya terlalu tebal atau karena gaunnya juga berwarna merah.

"Kita tidak punya banyak waktu" Max melirik jam tangannya, lalu menarik Jennifer untuk segera pergi. Wanita itu menghempaskan tangannya dengan kencang membuatnya terlepas dari genggaman Max.

"Aku tidak cocok dengan riasan ini, terlalu mencolok"

"Tapi kita tidak bisa membuang waktu lagi, bisa terlambat" sambar Max.

"Aku mohon hanya sebentar"

Max kesal, kenapa wanita itu tidak mengerti? Ini bukan pesta pribadinya yang bisa kapan saja dia datang, karena tidak punya cara lain Max pun menangkup wajah Jennifer, meraup bibirnya, lalu menjilat lipstik merah yang terpoles di bibir ranum itu, Jennifer terbelalak rasa sakit sekaligus geli menyerang secara bersamaan, bahkan lumatan Max terkesan kasar, Jennifer hampir saja menjerit jika tidak melihat sorot tajam mata pria itu.

Lama kelamaan ciuman itu terasa begitu menyesakkan, Jennifer merutuki dirinya andai saja dia dan Max bertemu dengan awal dan alasan yang baik, mungkin pria itu bisa membuka hatinya.

Max pun memejam, menutupi kilatan bersalah atas apa yang sudah di lakukan bertahun tahun silam, andai dia tidak memiliki masa lalu yang kelam, jika saja dulu dia tidak menjadi bajingan keji, mungkin dia bisa lebih leluasa menunjukkan cinta nya pada Jennifer. Entah sampai kapan dia bisa menyimpan kebohongan itu.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY