Unduh Aplikasi panas
Beranda / Anak muda / Love a Sweet Psycho
Love a Sweet Psycho

Love a Sweet Psycho

5.0
22 Bab
358 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Hun. Begitu orang-orang menyapanya. Pria super tampan bak pangeran dari negeri dongeng, seperti pria-pria penuh romansa klasik yang berada di buku cerita. Nyatanya, mau dia setampan apa pun, mau jungkir-balik, makan paku, atau telanjang di jalanan sekali pun, aku tak peduli.   Tapi di sini letak permasalahannya, kemirisannya. Saat aku mulai menerima takdirku dan terbiasa dengan semuanya, tiba-tiba pria berdarah dingin itu muncul, mengusik dan terus menempel padaku.   Aku masih bisa berusaha acuh, namun, tak lagi saat dia mulai membelah kepala ular yang hampir menggigitku, meremas remuk penggaris yang tak sengaja menggoresku, atau hampir mencekik gadis yang menoyor kepalaku. Dia selalu mencampuri kehidupanku tanpa alasan yang tak pernah kuketahui!   Aku harus bagaimana dengan cowok gila ini? Mengapa tiba-tiba Tuhan mengubah kehidupan super biasa yang sudah sangat kusukai sekarang, menjadi seperti ini? Mengubahku menjadi pemeran utama yang di mana itu adalah hal yang sangat kubenci?

Bab 1 Pria Bertudung

Jarum jam menunjuk di angka enam, dan Arin sudah terbangun dari tadi, baru saja selesai menyapu halaman rumahnya. Udara terasa sangat lembab pagi ini, ulah rintik gerimis yang terjatuh kala subuh tadi, membuat teduh suasana hati gadis bertubuh mungil itu.

Senyum tipis tak lekang dari bibirnya, dan makin mengembang saat netranya menangkap sesuatu yang sangat menyita perhatian: sesuatu berwarna merah segar di rak susun yang berada di sisi tembok halamannya.

“Wah, akhirnya kamu siap panen juga,” monolognya melihat takjub pada sebuah stroberi yang memiliki ukuran cukup besar, menggantung dengan warna merah matangnya yang menggoda. Arin tak segan memetiknya, lantas melangkahkan kaki ringan menuju suara gemericik air yang bertubrukan dengan alas batu, yang makin menyejukkan hati.

Pancuran air yang terbuat dari bambu itu sengaja ia bangun untuk menambah kesan estetika di halamannya, juga kalau-kalau dia ingin memakan langsung buah-buahan yang ia tanam sendiri itu, untuk mencucinya agar aman dimakan.

Jemari lentiknya terkena guyuran kecil air yang dingin itu, yang juga membasuh bersih stroberi di tangannya. Lalu, suara truk tiba-tiba terdengar mendominasi, tak ingin kalah dengan derik pancuran air bambunya, menyita atensi Arin.

Dia melongokkan kepalanya seraya masih membasuh buah merah di tangannya, dan mendapati satu truk besar yang berhenti di seberang rumahnya tepat. Penasaran, ia menyudahi acara mencuci stroberinya, dan berjalan kecil ke depan halaman, demi memperjelas penglihatannya, mencari tahu kenapa truk sebesar itu berhenti di sana.

Beberapa pria mulai keluar dari truk itu, dengan beberapa perabotan rumah tangga yang mereka gotong bersama. Alis Arin mengernyit. Ia melahap stroberi seraya sibuk menebak-nebak dengan apa yang kini sedang terjadi.

Apakah seseorang akhirnya akan menempati rumah yang sudah bertahun-tahun kosong karena ditelantarkan itu? Tapi siapa orang nekat yang memiliki niat tinggal di rumah yang sudah langganan dengan rumor berhantu itu? Melihatnya saja sudah membuat bulu kuduk merinding, rumah cukup luas yang temboknya sudah berjamur semua, beberapa bagian tampak rusak parah digerogoti waktu, belum lagi listrik yang diputus, menjadikannya makin terlihat mengerikan saat fajar mulai tenggelam.

“Koki!” pekik gadis itu terjengat kaget, membuat kucing gembulnya yang awalnya berniat bermanja padanya dengan menubrukkan kepalanya di kaki sang majikan, ikut terkaget, tak menyangka bahwa Arin akan meneriakinya seperti itu.

“Aduh, Koki, kau mengagetkanku,” keluh Arin seraya mengelus dadanya yang masih mencoba untuk lebih tenang. Ia sangat fokus pada eksistensi truk dan pemikirannya tentang rumah kosong itu tadi, makanya sekaget itu.

“Maaf, kau juga ikut kaget, ya,” lanjut Arin meraih tubuh gembul itu seraya terkekeh dan memeluk kucing kesayangannya yang sekarang mengeong kecil, lantas kembali memfokuskan pandangan ke arah seberang sana.

Mata Arin tanpa sadar memicing saat seseorang yang memakai jaket hitam bertudung, berdiri di depan rumah itu. Keberadaan pria itu sangat kontras dengan para pegawai truk yang memakai seragam berwarna putih, dan juga bertopi. Dia menundukkan kepalanya yang bertudung, membuat wajahnya tak nampak, menyulut rasa penasaran Arin.

Para pegawai truk itu masih melakukan kegiatan mereka—menurunkan barang-barang dari truk, dan memindahkannya ke dalam rumah kosong, yang kini sepertinya akan ditinggali oleh seseorang—tanpa terganggu sama sekali dengan keberadaan pria misterius bertudung itu. Sedang bulu kuduk Arin kini tiba-tiba berdiri.

“Dia pasti tetangga baru kita, Koki,” katanya mengajak bicara si kucing yang sayangnya telah menggeram lembut, tertidur karena merasa terlalu nyaman berada di pelukan hangat sang majikan.

Pria itu masih hanya berdiri, dengan kepala yang tertunduk, seakan tahu bahwa ia sedang dilihati oleh gadis mungil ini, dan sengaja menutup wajahnya entah dengan alasan apa. Arin yang makin merasa penasaran, kini menjadi sedikit tak nyaman. Ia berdehem, dan menggumam, “Apa sih yang dia lakukan?”

Karena pria itu tak juga beranjak dari tempatnya, tak bergerak seinci pun, akhirnya Arin membalikkan badannya, merasa sangat tak nyaman, aneh sekali melihat tingkahnya.

“Kita harus segera bersiap untuk berangkat sekolah,” ujarnya lagi mengajak kucingnya bicara, meski tahu Koki sudah terlelap. Hanya saja, gadis berambut sepunggung itu tiba-tiba merasa gugup, dan akhirnya memutuskan untuk cepat-cepat melangkah ke dalam rumah.

Sedang ia tak tahu, bahwa saat dirinya mulai membalikkan badan dan masuk ke rumahnya, pria itu melepas tudungnya, dan menatap lurus ke depan tanpa sebuah ekspresi yang berarti.

***

Arin meraih tas yang selalu ia letakkan di kursi sampingnya itu, dan memeluknya kecil, merasa nyaman melakukannya karena udara dingin yang mulai merebak di ruang kelas ini. Lantas pandangannya ia arahkan ke jendela di kanannya tepat, yang menampilkan keadan luar kelas.

Hujan kembali turun beberapa waktu yang lalu, meski hanya berupa rintik gerimis. Bu guru yang sebelumnya sudah sempat melakukan kegiatan mengajarnya, tiba-tiba menerima sebuah telepon, dan keluar dari kelas entah kemana, membuat semua murid di dalamnya langsung bersikap santai, termasuk Irish sekarang.

Suasana hatinya sedang bagus sekali saat ini. Hujan selalu membawa suasana seperti itu, sangat menyejukkan hati. Lalu, pemandangan yang menyenangkan mata seperti air hujan yang jatuh membasahi rumput lapangan sepak bola itu, kini tiba-tiba teralih karena satu objek yang sangat menyita atensinya.

Bu guru yang tadi mengajar kelas mereka dan keluar sebentar, kini tampak berjalan seraya memegang satu payung, dengan seseorang di sampingnya. Tapi yang membuat Arin terkejut adalah, orang itu memakai jaket bertudung berwarna hitam, persis seperti yang dipakai pria yang ia lihat pagi tadi, si tetangga barunya.

Arin berusaha menajamkan penglihatannya, namun, masih belum bisa melihat wajah si pria. Laki-laki itu juga tampak menolak tawaran payung dari Bu guru, dan memilih berjalan di tengah gerimis yang mulai menciptakan titik-titik noda basah di jaket hitamnya. Sampai Arin baru tersadar bahwa mereka berdua tengah berjalan ke arahnya—lebih tepatnya, ke kelasnya.

Melihat sosok bu guru yang muncul di pintu, semua murid yang sempat bersantai, bermain ponsel, makan bekal, dan berghibah ria, langsung memperbaiki posisi duduk mereka, menghentikan semua aktivitas yang di luar kegiatan belajar.

Lalu mulai terdengar beberapa bisikan begitu laki-laki bertudung yang sedari tadi menunduk itu tampak berjalan memasuki kelas mengikuti langkah sang guru.

Logika Arin tanpa sadar langsung bekerja lebih keras, menyambungkan potongan-potongan puzzle di kepalanya. Pria itu memakai jaket hitam bertudung yang sama persis dengan pria yang sempat ia lihat di rumah kosong seberangnya pagi tadi. Kalau dia memang akan menjadi murid baru di sini, sangat masuk akal jika dia memang pria yang sama dengan tetangga barunya, karena sekolah ini adalah sekolah paling dekat juga dengan lingkungan mereka.

“Hari ini sekolahan kita kedatangan murid baru, dan karena murid di kelas kita berjumlah ganjil, maka diputuskan ia akan menjadi teman sekelas baru kalian,” ujar bu guru dengan raut wajah yang sumringah, tanpa sadar membuat suasana di kelas itu mencair, lebih terasa santai, hingga beberapa murid berani bertepuk tangan dengan meriah, dan beberapa lainnya berseru heboh.

“Silahkan perkenalkan dirimu,” titah bu guru seraya memberi jarak pada si laki-laki itu, membiarkan dia menjadi pusat perhatian sejenak.

Lalu ia membuka tudungnya, dan menatap acak seluruh murid yang kini tampak melebarkan matanya terkejut, lantas terakhir sendiri ia menatap lama murid yang duduk paling belakang sana, satu-satunya yang tak memiliki teman sebangku, Arin.

“Perkenalkan, namaku Tehun.”

~To be continued~

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY