/0/4381/coverbig.jpg?v=9f9d07d0049664a92a026872d10e44cc)
Ellen terbelalak, "YA, REYHAN SAPUTRA! KAMU SUDAH MENYENTUH AKU SEBELUM NIKAH? KURANG AJAR!" teriak Ellen sambil terus menutupi tubuhnya. Ellen menyampahserapahi pria di depannya yang entah telah melakukan apa padanya. Reyhan tertawa gemas, lalu mematikan kompornya dan mendekat pada Ellen. Ellen pun memundurkan langkahnya hingga tubuhnya terbentur tembok. "YA! YA! APA YANG KAMU LAKUKAN?" girang Ellen sambil tetap menyilangkan kedua tangannya. Reyhan menyentuh tengkuk Ellen membuatnya menggeliat geli. Reyhan menyeringai. "Mau, aku contohin?"
"Reyhan ada di dalam?" tanya seorang wanita cantik dengan postur tubuh yang sexy. Ellen tak henti-henti menatapnya dari atas ke bawah membuat wanita itu geram sendiri.
"Woy! Kamu budeg ya? Aku tanya! Reyhan ada di dalam gak?" tanya wanita itu sekali lagi dengan sedikit emosi.
"A-da. Masuk saja," sahut Ellen gelagapan. Wanita itu berjalan pergi segera dengan tatapan sinisnya. "Bilang dari tadi kek!"
Sampai pintu ruangan CEO itu tertutup, Ellen menghembuskan napasnya. Ellen adalah seorang sekretaris dari seorang CEO muda dan kaya di perusahaan Lee Corp. Sudah sering sekali, Ellen kedatangan wanita seperti tadi. Tidak heran, karena CEO-nya memang sangat tampan. Tapi BEJAT! Sehari mungkin ada sekitar 5 orang wanita berbeda yang menjadi pemuasnya.
Hari telah berakhir. Ellen segera merapikan berkas-berkasnya dan bersiap untuk pulang. Saat ingin
beranjak, pintu CEO terbuka menampilkan Reyhan yang baru saja keluar dengan wanita yang menggelendoti tangannya.
"Beb, masa gak bisa sekarang? Aku maunya shopping sekarang. Nanti, tas brand itu keburu habis. Ayolah Beb!" rengek wanita itu. Ellen masih setia menunduk pada CEO-nya.
"Gak bisa, honey! Mama Papa minta aku pulang sekarang, katanya penting. Besok saja ya beli tasnya. Janji deh, aku beliin dua langsung." Mata wanita itu langsung berbinar senang dengar Reyhan akan membelikannya dua tas langsung.
"Benar ya? Oke deh kalo gitu kamu hati-hati pulangnya. Aku pulang duluan," ujar wanita itu. Reyhan hanya menampik senyumnya dan wanita itu pergi. Gak ngerti juga, kenapa gak Reyhan yang mengantarnya pulang?
"El? Kamu belum pulang?"
Ellen lalu ngedongak menatap CEO tampan itu. "Sebentar lagi," sahut Ellen pelan. Ya sudah. Aku duluan. Kamu hati-hati di luar, rok kamu kependekan." Reyhan menunjuk rok Ellen yang di atas lutut itu, lalu pergi. Ellen menatapnya kesal. "Dasar bejat!" Kalau saja Reyhan dengar ini, mungkin besok Ellen sudah gak kerja di Lee Corp.
"Apa? Papa mau jodohin aku? Ayolah, Pa! Ini sudah dunia modern. Perjodohan itu sudah punah," rengek Ellen pada Papanya yang kini duduk di hadapannya.
"Kalau gak dijodohin sampai kapan kamu mau ngelajang? Papa juga mau punya cucu kayak teman-teman Papa yang lainnya," sahut papanya tak mau
kalah.
"Papa mah kejauhan. Aku belum mau nikah. A-ku masih mau kerja, Papa." Ellen mencekal keningnya. "Ma, aku gak mau dijodohin," adunya pada mamanya.
"Sayang, kamu turuti saja apa kata Papa kamu. Itu juga demi kebaikan kamu, sayang." Mamanya kini mengusap punggung Ellen. Ellen menderu napasnya pasrah. Sulit untuk membantah permintaan orang tua.
"Kamu pikirkan sampai besok pagi. Tapi, kalau kamu sampai menolak, Papa gak mau ngomong sama kamu lagi."
Papanya beranjak dari ruang keluarga. Mamanya sangat khawatir sekarang.
"Pa! Gak boleh gitu dong Pa! Itu namanya Papa nyudutin aku biar mau dijodohin! Papa mah!" teriak El memanggil Papanya, tapi tak digubris.
"Mama. Aku gak mau Ma," rengek El peluk Mamanya.
"Kamu turuti saja permintaannya Papa. Gak mungkin Papa melakukan ini kalau bukan demi kebaikan kamu, Sayang." Mamanya setia mengusap kepala Ellen yang menempel di dadanya. Ellen tampak diriasi oleh MUA yang dibayar langsung oleh keluarganya. Pagi tadi, Ellen setuju untuk perjodohan itu. Dan hari ini, akan langsung pertemuan keluarga. Ellen nampak cantik dengan balutan dress putih di atas lutut dan make up yang natural karena memang Ellen sudah cantik walaupun gak pakai make up.
"Sayang, kamu udah selesai?" Wajah mamanya muncul saat pintu kamarnya terbuka.
"Sudah Ma," sahut Ellen dari cermin.
"Ayo turun! Itu calon suami kamu sudah di bawah," girang mamanya.
Oke, sekarang Ellen malah deg-degan mendengar 'calon suami'. Ellen menarik napasnya tiga kali, lalu mengikuti mamanya dari belakang.
"Astaga! El, kamu cantik banget! Nggak salah memang, Mama jodohin kamu sama anak Mama," ujar wanita paruh baya yang kayaknya bakal jadi Mama mertuanya Ellen. Ellen mendudukan dirinya dan menyapa kedua calon mertuanya.
"Sabar ya, Sayang! Calon suami kamu masih ke toilet sebentar," ucap wanita itu lagi. Ellen hanya mengangguk.
"Sayang, kamu lama deh, di toiletnya. Sini cepat! Calon istri kamu sudah lelah menunggu." Ellen menoleh ke orang yang baru saja keluar dari toilet. Ellen melongo, menutup mulutnya dengan kedua
tangannya.
"Reyhan-ssi?" lirih Ellen. Reyhan menatapnya tak kalah kaget.
"Jadi, kalian sudah kenal? Wah, bisa makin cepat ini pernikahannya," ujar laki-laki sepertinya itu Papanya
Reyhan.
"Apa?" kaget Ellen. "Baru perkenalan keluarga masa sudah mau menikah saja, Pa, Ma," rengek Ellen pada orang tuanya.
"Gapapa Sayang, lebih cepat lebih baik," sahut Ny. Retno senyum ke arah Ellen. Reyhan hanya diam memandangi Ellen yang kini duduk di depannya. Ellen tampak gugup ditatap seperti itu.
"Mama, Papa, Ellen permisi ke toilet sebentar." Ellem pergi begitu saja. Reyhan menatap kepergian Ellen. "Ma, Pa, Rey menyusul Ellen sebentar." Setelah diberi anggukan, Reyhan beranjak mengikuti Ellen di kamarnya. Menatap keluar dari balkonnya.
Cklek!
Ellen menoleh, didapati Reyhanberada di
sana. Ellen tercegang, Reyhan masuk ke area kamarnya. "Kamar kamu rapi juga." Reyhan mengangguk-ngangguk.
"Ngapain kamu ikutin aku? Sana keluar." titah Ellen tak suka.
"Gak boleh galak-galak sama calon suami," sahut Reyhan mendekat.
Ellen berdecih. "Dih! Ngarep banget sama perjodohan kayaknya."
Tak dilihat, Reyhan kini menyeringai.
"Kamu gak mau punya suami yang husbandmaterial kayak aku, ehm? Nanti menyesal loh." Reyhan mengusap pelan pipi Ellen. Tolong Ellen sekarang, jantungnya mungkin sudah hilang.
"Apaan sih! Sana jauh-jauh!" Ellen mendorong tubuh Reyhna. Namun, malah ditarik balik dan ya! Ellen jatuh ke pelukan Reyhan.
"Gak ada yang boleh menolak aku. Paham?" Reyhan mengusap rambut Ellen. Ellen berontak melepas pelukan Reyhan.
"Siapa yang buat peraturan gitu? Gak ada ya, begituan!"
Reyhan tertawa sebentar melihat Ellen tampak sangat marah sekarang.
"Untuk pertama kali wanita menolak aku." Reyhan menyeringai.
"Iyalah, aku gak kayak cewek-cewek kamu ya. Yang mau dimainin demi barang-barang branded itu!" Ellen mengunci kedua tangannya di dada.
"Itu sebabnya, aku suka sama kamu."
Reyhan kembali menyeringai. Ellen menatap bingung pada Reyhan yang kini menatap ala pria BEJAT!
"Berhentilah menangis atau aku akan melakukan lebih dari sekadar menyobek bajumu, Arini." Namun, mendengar ucapan Rexy, suara tangisku malah makin mnenggema bersama aliran shower yang terus membasahi badanku dan Rexy, pria yang membiarkanku memeluknya yang masih menopang tubuhku. "Damn it, seharusnya aku memang membunuh mereka semua." Penasaran? Yuk kepoin👇
"Aku tidak rela kamu bertunangan dengan karyawan rendahan itu," ucap Aghata seraya mendekatiku. "Aku tak harus mendengarkanmu!" "Aku mencintaimu, dan tak ada orang lain yang boleh memilikinya selain aku," ucap Aghata sambil menjelajahi dadaku dengan jarinya yang nakal. "Kamu sakit?" "Aku sakit karena kau membuangku dan lebih memilih dia," tangisnya.
"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Karena sebuah kesepakatan, dia mengandung anak orang asing. Dia kemudian menjadi istri dari seorang pria yang dijodohkan dengannya sejak mereka masih bayi. Pada awalnya, dia mengira itu hanya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, namun akhirnya, rasa sayang yang tak terduga tumbuh di antara mereka. Saat dia hamil 10 bulan, dia menyerahkan surat cerai dan dia akhirnya menyadari kesalahannya. Kemudian, dia berkata, "Istriku, tolong kembalilah padaku. Kamu adalah orang yang selalu aku cintai."
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Pernikahan tiga tahun tidak meninggalkan apa pun selain keputusasaan. Dia dipaksa untuk menandatangani perjanjian perceraian saat dia hamil. Penyesalan memenuhi hatinya saat dia menyaksikan betapa kejamnya pria itu. Tidak sampai dia pergi, barulah pria itu menyadari bahwa sang wanita adalah orang yang benar-benar dia cintai. Tidak ada cara mudah untuk menyembuhkan patah hati, jadi dia memutuskan untuk menghujaninya dengan cinta tanpa batas.