/0/5100/coverbig.jpg?v=8e2eca8f792bff1716e1b78c360cfb84)
"Jadi kapan kamu menikah?" tanya pria dengan senyum mengejek di wajahnya. Arin yang mendengar pertanyaan itu seketika merasa kesal. Mr Jung, dialah pria itu, seorang CEO tampan blasteran Korea- Indonesia yang terkenal dengan image dingin, kejam, playboy dan tidak punya belas kasih. Diam-diam menyukai Arin, salah satu karyawanya, seorang wanita yang tidak pernah menginginkan cinta karena trauma masa lalu, hingga membuatnya hidup sendiri sampai di usia 32 tahun.
"Jadi kapan kau nikah?" Sebuah pertanyaan membosankan dan begitu menyebalkan setiap kali aku mendengarnya, apalagi jika pertanyaan itu keluar dari mulut CEO pemilik perusahaan tempatku bekerja saat ini.
Perusahaan multinasional Hardian Group yang sangat besar dengan banyak cabang di beberapa negara. Sudah tiga tahun lebih aku bekerja di perusahaan ini sebagai HR Manager.
Aku berdiri tepat di depannya dengan perasaan gugup, menatap kedua bola matanya yang dalam dan gelap seolah menatap ke dalam jurang tanpa dasar. Siapa pun yang menatap mata itu akan merasa tekanan yang kuat seolah berhadapan dengan predator, tapi, di balik semua itu, sesekali aku menemukan mata sendu darinya saat diam-diam mengamatinya.
Kini, dua bola mata itu menatap tajam lurus ke arahku seolah-olah aku adalah orang bersalah yang harus membayar hutang padanya.
Setiap kali aku bertemu dengan tatapan yang mengintimidasi itu, tanpa kusadari aku akan segera menundukkan kepala sembari menggenggam ujung kemeja bajuku, berusaha keras menyembunyikan perasaan takut darinya.
Meski begitu, wajahnya yang sempurna membuatku tak bisa berhenti untuk tidak mencuri-curi pandang darinya ketika dia fokus dengan pekerjaannya.
Kulit putih bening seperti batu giok, wajah simetris dengan rahang lancip, dan hidung yang mancung, lipatan kelopak mata ganda yang sangat jelas untuk ukuran kebanyakan orang Korea yang tidak memilikinya, dan juga bibir tebal dengan warna pink meski tanpa lipstik, sebuah ketampanan perpaduan orang Asia Tenggara dan Asia Timur yang sempurna. Aku yang seorang wanita selalu cemburu setiap kali menatap wajahnya.
Namun, ketampanannya itu tidak begitu berarti karena image sangat buruk yang dia miliki, pria kejam yang dengan sesuka hati memecat karyawannya yang tidak dia sukai, atasan tanpa ampun yang tega memecat karyawan lama yang sudah berjasa untuk perusahaannya hanya karena kesalahan kecil yang tidak di sengaja. Dia dengan mudah membuangnya tidak peduli sebanyak apa pun jasanya sebelumnya di perusahaan.
Dia juga terkenal sering gonta-ganti pasangan, terbukti seminggu sekali setidaknya selalu ada satu atau dua perempuan yang menemuinya di ruang kantornya.
Mr Jung, itu adalah nama panggilannya, sebenarnya dia punya dua nama, karena dia blasteran antara Indonesia dan Korea Selatan. Jung hae in, untuk nama Koreanya sementara Thomas Jhonson Hardian untuk nama Indonesianya.
Dari kedua nama itu kami lebih suka memanggilnya Mr Jung, karena lebih gampang dan sangat cocok untuk karakternya.
"Kapan?" Setelah menanda tangani semua berkas yang aku serahkan padanya, dia melanjutkan pertanyaan itu lagi.
Sebenarnya aku ingin memarahinya untuk berhenti bertanya seperti itu, tapi aku tidak punya sedikit pun keberanian untuk melakukannya jika aku masih ingin bertahan di tempat ini.
Sembari mengambil berkas dari tangannya aku menggelengkan kepala, sebuah seringai kecil tak asing seolah meremehkanku terlihat jelas saat aku tidak sengaja melihatnya. Aku yang kesal dengan cepat melarikan diri dan meninggalkan ruangannya.
***
"Apa dia menghinamu lagi?" tanya Gio melihat wajah kusutku setelah keluar dari ruangan Mr. Jung sambil membagikan berkas milik yang lain.
Dia meletakkan segelas ice chocolate milkshake di atas mejaku, minuman kesukaanku dengan banyak whipped cream dan cokelat di atasnya.
Setiap pagi, sebelum masuk kantor aku akan mampir ke kafe sebelah gedung dan membeli minuman itu, segera aku meminumnya untuk melepas rasa frustrasiku.
"Mangkanya menikah saja denganku," ucap Gio sambil meminum ice yang sama dengan yang dia belikan untukku.
Kutatap wajah Gio sambil tersenyum kesal, rasanya muak setiap hari mendengar ajakan untuk menikah dari mulutnya.
"Padahal setiap hari aku melamarmu kak," lanjutnya dengan tangan sibuk menyendok whipped cream dan cokelat dengan sedotan plastik.
Mendengarnya berulah lagi membuatku ingin mengabaikannya, tapi saat menatap wajahnya yang berlepotan dengan cream dan cokelat, membuatku sangat sulit untuk mengabaikannya. Aku mendekatinya lalu mengambil tisu dan membersihkan wajahnya yang seperti anak kecil itu.
"Belajar makan dulu yang benar, sebelum mengajak orang menikah!" gumamku dengan tangan masih sibuk membersihkan wajahnya.
"Ih, kak! Berhenti memperlakukanku seperti anak kecil!" Dia menghindar dan segera mengambil tisu dari tanganku.
"Tapi kamu memang masih kecil." Aku tersenyum menggodanya.
"Aku sudah dewasa kak!" bantahnya, sambil menggerutu dia mengambil kaca di saku bajunya lalu membersihkan sisa-sisa cokelat di sekitar bibirnya.
"Kak ayo kita menikah! Aku janji akan membahagiakan kakak sampai maut memisahkan." Dia berbicara layaknya seorang pemain.
Setelah membersihkan bibirnya dia mengambil liptin di tasnya lalu mengoles ke bibirnya.
Aku tersenyum melihat tingkahnya, dia lebih pandai merawat wajahnya dan menjaga penampilannya dibanding aku yang seorang wanita.
Gio Ramadhan, salah satu tim di bawahku yang tidak pernah lelah untuk menggodaku, usianya lebih muda lima tahun dariku, seumuran dengan adik kandungku, dia mempunyai wajah baby face di usianya yang sudah dewasa, sangat berbeda dengan wajah sangar adikku. dia juga salah satu mood booster di tim kita, yang hanya berisi tiga orang, dengan wajahnya yang seperti bayi tiada hari dia tanpa mengajakku menikah.
"Berhenti menggoda kak Arin!" tegur seorang gadis dengan mata memelototi Gio.
Rani rainy, nama yang bagiku sangat unik dari gadis pemalu namun pemberani itu. Dia penggemar setiaku yang sangat protektif dan selalu menjagaku dari setiap godaan dan hinaan yang kadang datang padaku. Namun sayangnya, dia tidak cukup berani untuk melindungiku dari hinaan Mr. Jung.
"Rani, hanya kau satu-satunya pahlawanku." Wajahnya selalu memerah setiap kali aku memujinya.
"Dasar penganggu!" Gio yang merasa terganggu menyingkirkan tangan Rani yang melingkar di lenganku, sebelum suara yang tidak ingin kami dengar keluar.
"Kau menikah dengan anak itu?" Tiba-tiba tubuhku menggigil mendengar suara berat seseorang yang tak asing.
Aku membeku menatap Mr Jung berdiri tepat di sampingku sambil menatapku.
"Seleramu sangat unik," ucapnya dengan tersenyum mengolok.
"Apa kalian tidak punya kerjaan?" Masih dengan mata yang menatapku dia berteriak sangat keras. Segera kami melarikan diri dan kembali ke meja masing-masing.
"Kurasa dia mulai lagi." Sambil menghela nafas aku menarik salah satu berkas di atas mejaku.
Ada saat di mana dia baik sekali, lalu mentraktir kita makan ke restoran mewah setelah pulang kerja, tapi ada juga saat-saat di mana workaholicnya muncul lalu mengurung kami di perusahaan dan membuat kita lembur berhari-hari, entah kenapa saat mode workaholic selalu saja ada kerjaan untuk kita meskipun kerjaan sudah beres.
"Kau! Ikut aku!" teriaknya dengan tangan menunjuk ke wajahku.
Dia meninggalkan kami dan menyuruhku mengikutinya menuju ruangannya sambil membawa ice Chocolate milkshake yang Gio belikan untukku.
"Huh ..." Aku menghela nafas sambil terduduk lemas di kursiku.
Aku tidak tahu apa salahku, tapi setiap kali mood dia tidak bagus, dia seolah menyalahkanku dan menyuruhku datang ke ruangannya.
"Semangat kak Arin!" bisik Gio dengan tangan terkepal.
Rani yang melihatnya hanya melirik tak suka.
"Ini semua salahmu!" ucapnya sambil memelototi Gio.
Setelah beberapa menit menguatkan diri, aku akhirnya bangkit dari tempat dudukku dan mengikutinya menuju ruangannya.
"Ambil itu!" Segera setelah aku sampai di ruangannya, itu yang ia ucapkan. Aku menatap selembar uang seratus ribu di atas mejanya.
"Kau beli minum!" lanjutnya menatapku yang kebingungan sambil meminum ice chocolate milkshake yang tadi sudah kuminum meski hanya satu seruputan.
"Ambil!" teriaknya padaku saat aku masih diam membeku.
Aku berjalan mendekat lalu mengambil selembar uang berwarna merah itu.
"Terima kasih," ucapku sebelum keluar dari ruangannya.
***
"Jeder!" Suara gemuruh petir mengagetkanku hingga tak sengaja kujatuhkan vas kecil di meja dekat jendela, vas yang ku isi dengan potongan bunga mawar putih kiriman dari adik iparku yang baik hati, untungnya vasnya tidak pecah, hanya airnya yang tumpah tak tersisa.
Hujan tiba-tiba turun saat aku baru saja sampai di apartement yang lokasinya tak jauh dari perusahaan tempat kerjaku. Segera aku membuka jendela dan menatap langit yang sudah gelap dengan gumpalan-gumpalan awan hitam. Hujan segera turun dengan sangat deras.
"Padahal tadi masih cerah," desahku.
Segera kututup jendela, namun tiba-tiba mataku tertuju pada rontokkan kelopak bunga matahari berhamburan terbawa angin dan sebagian hanyut terbawa air.
Biji bunga yang juga kudapatkan dari kiriman adik iparku beberapa bulan yang lalu, aku menanamnya di pot kecil yang Mr Jung belikan saat kami dalam perjalanan bisnis.
Aku tidak pernah meminta untuk di belikan, juga sebenarnya tidak berniat untuk membelinya, aku hanya menatapnya karena terlihat unik dan menggemaskan, tapi tiba-tiba saja setelah kami kembali dia memberikan itu padaku katanya sebagai ganti sudah mau menemaninya.
Aku selalu bertanya-tanya dengan perlakuan dia padaku, dia menyebalkan setiap kali mengolokku dan merendahkanku tapi disisi lain, dia sangat bermurah hati pada setiap kesalahanku, sangat berbeda jika orang lain yang melakukannya.
Suara lagu terdengar, membuatku tersadar dari lamunanku, aku menoleh dan melihat ponselku berbunyi.
"Herman" Sebuah nama muncul di layar ponselku. Itu adalah nama adikku.
[Halo, kak.]
"Iya, " jawabku singkat.
[Bagaimana kabarmu kak?]
"Aku baik-baik saja, gimana kabar ibuk?"
[Ibuk baik-baik saja, aku hanya mau menyampaikan pesan ibuk.]
"Iya, ada apa?"
[Ibuk ingin kak Arin pulang.] Segera aku terdiam mendengar ucapannya. Sebenarnya saat ponselku berbunyi dan menemukan namanya yang muncul di layar ponsel aku sudah menduganya.
"Kali ini dengan siapa lagi?" suaraku terdengar pasrah.
[Maaf kak, besok saja biar ibuk yang kasih tahu.]
"Baiklah, tapi aku tidak bisa janji untuk segara pulang." Segera aku menutup ponsel dengan perasaan frustasi.
FBA nama geng yang sangat terkenal, singkatan dari Flower boys Alexandria. Geng yang berisi 4 cowok tampan dari Sekolah SMA Alexandria, sekolah khusus laki-laki. Suatu hari hadir satu sosok gadis di antara mereka, membuat geng yang solid itu nyaris bubar. Gadis cantik blasteran Indonesia- Prancis dengan rambut pirang dan warna mata biru masuk ke dalam kehidupan 4 cowok itu. Dia menyamar menjadi laki-laki untuk bisa masuk ke sekolah mereka dengan tujuan membalaskan dendam saudara kembarnya yang sedang koma karena percobaan bunuh diri yang di sebabkan bullying di sekolah.
Dewi karin cantika, yang biasa di panggil Arin. Gadis cantik di balik topeng culunnya, mendadak terkenal setelah menjadi pacar dari Leo. Pria kaya, tampan, dingin, cuek dan arogan yang selalu menjadi pusat perhatian dan di takuti banyak orang. Arin, si anak pindahan yang sudah merencanakan kehidupan sekolah normal-normal saja, tidak ingin di kenal banyak orang dengan menyembunyikan wajah aslinya, karena trauma bullying yang dia rasakan di sekolah sebelumnya menjadi kacau. Awalnya rencananya berhasil dengan tidak ada yang peduli padanya, namun, kini dia menjadi pusat perhatian banyak orang tak lama setelah mengenal Leo.
Firhan Ardana, pemuda 24 tahun yang sedang berjuang meniti karier, kembali ke kota masa kecilnya untuk memulai babak baru sebagai anak magang. Tapi langkahnya tertahan ketika sebuah undangan reuni SMP memaksa dia bertemu kembali dengan masa lalu yang pernah membuatnya merasa kecil. Di tengah acara reuni yang tampak biasa, Firhan tak menyangka akan terjebak dalam pusaran hasrat yang membara. Ada Puspita, cinta monyet yang kini terlihat lebih memesona dengan aura misteriusnya. Lalu Meilani, sahabat Puspita yang selalu bicara blak-blakan, tapi diam-diam menyimpan daya tarik yang tak bisa diabaikan. Dan Azaliya, primadona sekolah yang kini hadir dengan pesona luar biasa, membawa aroma bahaya dan godaan tak terbantahkan. Semakin jauh Firhan melangkah, semakin sulit baginya membedakan antara cinta sejati dan nafsu yang liar. Gairah meluap dalam setiap pertemuan. Batas-batas moral perlahan kabur, membuat Firhan bertanya-tanya: apakah ia mengendalikan situasi ini, atau justru dikendalikan oleh api di dalam dirinya? "Hasrat Liar Darah Muda" bukan sekadar cerita cinta biasa. Ini adalah kisah tentang keinginan, kesalahan, dan keputusan yang membakar, di mana setiap sentuhan dan tatapan menyimpan rahasia yang siap meledak kapan saja. Apa jadinya ketika darah muda tak lagi mengenal batas?
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Yolanda mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Setelah mengetahui taktik mereka untuk memperdagangkannya sebagai pion dalam kesepakatan bisnis, dia dikirim ke tempat kelahirannya yang tandus. Di sana, dia menemukan asal usulnya yang sebenarnya, seorang keturunan keluarga kaya yang bersejarah. Keluarga aslinya menghujaninya dengan cinta dan kekaguman. Dalam menghadapi rasa iri adik perempuannya, Yolanda menaklukkan setiap kesulitan dan membalas dendam, sambil menunjukkan bakatnya. Dia segera menarik perhatian bujangan paling memenuhi syarat di kota itu. Sang pria menyudutkan Yolanda dan menjepitnya ke dinding. "Sudah waktunya untuk mengungkapkan identitas aslimu, Sayang."
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"