/0/5276/coverbig.jpg?v=9d7b7edf31c869aa93e67a31ae552da1)
"Give me one more chances, Via," kata Dante sembari menatap manik mata Olivia. "Nggak bisa, Dante. Aku nggak bisa ...." "Kenapa? Kasih aku alasannya," desak Dante lagi. Olivia menggeleng-merasa tidak ada titik terang jika ia menjelaskannya sekalipun. "Kalau begitu akan kucari sendiri jawabannya." Manis. Bibir yang mengecup Olivia masih sama seperti tiga tahun yang lalu. Manis dan akan selalu manis. Seperti kenangannya bersama laki-laki itu. Tapi perpisahannya dengan laki-laki itu bukanlah tanpa sebab. Satu rahasia yang Olivia sembunyikan dari Dante. Alasan dibalik kepergiannya.
Olivia mematikan layar notebook miliknya. Semua berkas pekerjaannya hari ini buru-buru ia simpan ke dalam map holder besar, menatanya berdasarkan tanggal masuknya berkas, dan menaruhnya di sisi kanan meja atasannya. Tidak seperti biasanya Olivia akan meninggalkan kantor ketika hari masih terang benderang seperti ini. Biasanya bisa pulang tepat waktu saja sudah terbilang bagus.
Olivia menyambar kunci mobil di atas meja lalu terburu-buru menekan tombol lift menuju lantai basement di mana ia biasa memarkirkan mobilnya. Ada segudang janji yang harus Olivia lakukan khusus hari ini. Bahkan ponsel yang sedari tadi bergetar di dalam tasnya pun tidak serta merta langsung Olivia angkat-karena tahu siapa yang meneleponnya membabi buta seperti itu.
Palingan sebentar lagi juga telepon, batin Olivia.
Dugaan Olivia ternyata benar. Tidak sampai lima menit, ponsel Olivia kembali bergetar.
"Via, apa kamu sudah pulang?" sapa laki-laki di seberang.
"Sudah di parkiran basement sih, Pak. Ada yang Bapak perlukan?" Olivia balas bertanya.
"Tidak. Tidak ada. Kamu hati-hati di jalan."
Dahi Olivia berkerut. Bukan kali ini saja atasannya itu bersikap seperti ini. Sejujurnya tidak semua orang seberuntung Olivia. Atasan Olivia adalah tipe atasan santai dan berwibawa yang memberikan kebebasan pada semua stafnya untuk berani mengemukakan pendapat-apapun. Selagi tidak memberi dampak buruk dan merugikan untuk perusahaan, segala saran dan ide pasti akan dipertimbangkan dengan matang oleh atasannya itu. Tapi ya sudahlah. Yang terpenting sekarang ia bisa pulang cepat dan bertemu keponakan-keponakannya.
"Tumben banget kamu sudah pulang jam segini?" sapa Elok heran ketika melihatnya menampakkan diri dari balik pintu belakang. Rumah Elok adalah rumah kedua bagi Olivia untuk ia kunjungi.
Setelah bercipika-cipiki dengan Elok, Olivia mencomot bakwan jagung yang baru matang di atas meja dan melahapnya sekaligus. "Tante Elok gimana kabarnya? Sehat-sehat saja, kan?" kata Olivia dengan mulut penuh bakwan jagung.
Elok adalah Mama dari teman semasa kecilnya Reihan yang telah Olivia anggap layaknya Mama kandungnya sendiri. Mama yang tidak pernah ada dalam setiap helaan napasnya. Bahkan wajahnya pun Olivia tidak tahu. Hanya sekedar nama yang Olivia tahu.
"Aduuh anak ini. Kelakuannya masih saja kayak anak kecil. Cuci tangan dulu sana," tegur Elok pelan masih dengan celemek berwarna biru yang melekat di tubuhnya yang sudah tidak muda lagi itu.
"Jawab dulu. Tante sehat, kan?"
"Iya Tante sehat, Sayang."
Olivia meringis menahan malu lalu beralih mencuci tangan serta mengambil piring kosong dan mengisinya dengan nasi dan tertahan beberapa waktu di sana.
"Kamu ke mana saja enam bulan ini? Tante khawatir sekali. Kamu makan teratur juga, kan?" tanya Elok masih dengan kesibukannya menggoreng tanpa berniat meninggalkannya.
"Olivia sehat kok, Tante," timpal Olivia sambil menyuapkan nasi ke mulutnya. "Yah, lumayan agak sibuk sih akhir-akhir ini. Maklumin ya, Tante namanya juga sekretaris."
"Kamu perlu ingat kalau tifus bisa kambuh kapan saja. Sibuk sih boleh, tapi tetap harus bisa jaga kesehatan. Tante nggak mau kamu harus masuk rumah sakit lagi karena kecapekan."
Olivia mengangguk lalu kembali menyuapkan nasi ke mulutnya dalam diam sembari sesekali mengecek pesan Whatsapp dari ponsel miliknya.
From : Pak Bos
Sorry mengganggu waktunya.
Bisa tolong kirimkan draft dan materi untuk presentasi besok?
To : Pak Bos
Saya kirim sekarang, Pak.
From : Pak Bos
Ok. I'm waiting.
Olivia menyalakan notebooknya sejenak kemudian memindahkan semua file dalam bentuk winrar dan mengirimkan secepat kilat. Pesan Whatsapp pun kembali hadir di ponsel Olivia.
From : Pak Bos
Sudah kuterima.
Besok tolong dibantu seperti biasanya ya.
To : Pak Bos
Tentu saja, Pak.
Dengan senang hati akan saya bantu.
Kembali Olivia tersenyum puas dengan hasil kerjanya sambil menutup layar notebook tanpa mematikannya terlebih dulu. Ah ... sungguh beruntung dirinya mendapatkan atasan seperti atasannya sekarang. Selang beberapa menit kemudian pesan Whatsapp kembali datang.
From : Pak Bos
Untuk seterusnya aku tidak keberatan kita bicara menggunakan bahasa non-formal.
Olivia mematung sejenak, lalu kembali memainkan jari-jarinya.
To : Pak Bos
Saya tidak mengerti maksud Bapak.
From : Pak Bos
Mulai sekarang kamu bisa memanggil saya Yusa atau Mas Yusa seperti lainnya.
Memang benar kebanyakan staf-staf lain di kantor lebih memilih memanggil atasannya itu dengan sebutan Mas Yusa dan itu sah-sah saja menurut Olivia. Salah satu alasannya karena Yusa ingin lebih mengakrabkan diri satu sama lain dengan para staf. Tapi apakah salah kalau Olivia tidak ikut-ikutan melakukannya? Olivia hanya ingin melindungi dirinya dari gunjingan para fans fanatik Yusa-mengingat posisi Olivia saat ini adalah sebagai seorang sekretaris pribadi.
Tidak berhenti hanya disitu saja. Apalagi dengan status masih lajang yang melekat pada diri Yusa seakan-akan memberikan pertanda bahwa posisi sekretaris adalah posisi teratas yang paling diinginkan dan berpeluang besar dilirik oleh Yusa yang notabene memang terbilang masih sendiri. Bahkan tidak jarang pula ada yang membuat rumor jika posisi yang ditempati Olivia saat ini hanya karena dirinya yang berparaskan cantik dan berpostur tubuh semampai layaknya seorang model papan atas. See? Bisa dibayangkan betapa besar pengaruh posisi seorang sekretaris dimata para staf perempuan di kantor ini, kan? Dan sekarang Yusa malah memicu perlakuan seolah anggapan orang selama ini terhadap Olivia adalah benar.
Tanpa berniat menanggapi pesan atasannya lagi, Olivia langsung memasukkan ponselnya itu ke dalam tas dan menghabiskan sisa makanannya yang sempat tertunda. Namun sepertinya Olivia harus kembali menundanya karena ponselnya yang tiba-tiba saja berdering.
"Halo ...." Olivia menyapa sopan ketika tahu siapa yang menelpon. "Halo, Pak," ulang Olivia lagi.
"Aku menunggu balasanmu, Via," potong Yusa cepat.
"Bapak keberatan ya kalau saya panggil seperti biasanya? Jujur saja kalau saya lebih nyaman bicara seperti ini dengan Bapak."
"Kenapa?" Yusa balas bertanya. "Pasti ada alasannya, kan?"
Olivia tidak menjawab. Sejujurnya ia takut salah bicara.
"Baiklah kita kesampingkan masalah itu dulu. Lusa apa kamu bisa memberikanku tumpangan ke kantor?"
"Tentu saja, Pak. Di mana saya harus menjemput, Bapak? Di apartemen seperti biasanya?"
"Apartemenku sedang direnovasi sementara waktu. Akan kuberitahu nanti aku menginap di mana."
Panggilan telepon pun berakhir begitu saja dengan meninggalkan Olivia yang masih bingung akan maksud dari apa yang mereka berdua perdebatkan beberapa menit yang lalu. Sungguh aneh, kan? Apa sih yang diinginkan atasannya itu darinya?
Tepukan pelan dipundaknya membuat Olivia memalingkan wajah. Elok menatapnya dengan tatapan sedikit berbeda dari tatapannya tadi siang. Ibu dari teman kecilnya itu tiba-tiba saja mengusap pelan pucuk kepalanya lembut. Membuat Olivia terhanyut untuk sesaat.
"Malam ini menginap saja ya daripada di apartemen sendirian. Si Kembar pasti senang ada kamu. Sudah lama juga kamu nggak ketemu sama Si Kembar, kan?"
Sejak diterima bekerja di perusahaan tempat Yusa, Olivia memutuskan untuk tinggal sendiri di apartemen yang disewanya. Dan terakhir kali Olivia bertemu dengan putra kembar Lussi dan Reihan itu adalah tahun lalu saat ia dinas ke Malang. Selebihnya bahkan ketika mereka berempat berkunjung kemari pun Olivia tidak bisa ikut menemani karena bertepatan acara syukuran kantor.
"Nggak merepotkan, Tante?" tanya Olivia sebagai jawaban. "Via mau-mau saja sih sekalian temu kangen sama Reihan dan Lussi juga."
"Nggak dong, Sayang. Sampai kapan pun kamu tetap anak Tante. Jadi kapan saja kamu mau tidur di sini, Tante selalu sedia satu kamar kosong untukmu."
Olivia tertawa kemudian mengangguk. "Terima kasih, Tante."
Siska teramat kesal dengan suaminya yang begitu penakut pada Alex, sang preman kampung yang pada akhirnya menjadi dia sebagai bulan-bulannya. Namun ketika Siska berusaha melindungi suaminya, dia justru menjadi santapan brutal Alex yang sama sekali tidak pernah menghargainya sebagai wanita. Lantas apa yang pada akhirnya membuat Siska begitu kecanduan oleh Alex dan beberapa preman kampung lainnya yang sangat ganas dan buas? Mohon Bijak dalam memutuskan bacaan. Cerita ini kgusus dewasa dan hanya orang-orang berpikiran dewasa yang akan mampu mengambil manfaat dan hikmah yang terkandung di dalamnya
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.
Novel Cinta dan Gairah 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti ibu rumah tangga, mahasiswa, CEO, kuli bangunan, manager, para suami dan lain-lain .Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Raisa Aquila Nazara gadis berusia 25 tahun yang sedang mengalami masa sulit. Cantik, pintar, hangat dan menyenangkan Raka Mirza Bramantyo CEO muda berusia 27 tahun. Tampan, cerdas, baik hati, suka menolong, tapi player. Keduanya tak sengaja bertemu dalam sebuah insiden yang sangat menarik. Raisa yang dijebak oleh Helena, ibu dari kekasihnya malah justru berakhir dalam satu kamar dengan Raka. “Apa yang sudah kamu lakukan padaku?” tanya Raisa. “Kamu bertanya apa yang sudah aku lakukan? Memangnya kamu lupa dengan apa yang semalam sudah kita lakukan? “Kamu merayuku, menggoda diriku dan kamu...._” “Cukup!!” Raisa tahu apa yang selanjutnya terjadi antara dirinya dan Raka. Sudah pasti itu adalah hal yang memang seharusnya tidak terjadi. Bagaimanakah selanjutnya perjalanan hidup mereka? Akankah satu malam bersama menjadi awal dari kebersamaan mereka?
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
Maya dan Adrian, serta sahabat mereka Sinta dan Rizky, tampaknya memiliki segalanya: karier yang sukses, rumah yang nyaman, dan kehidupan sosial yang aktif. Namun, di balik fasad kebahagiaan mereka, hubungan mereka masing-masing mengalami ketegangan dan kekosongan yang menyedihkan. Suatu malam, dalam upaya untuk menyegarkan hubungan mereka yang hambar, Maya dan Sinta memutuskan untuk mengusulkan sesuatu yang ekstrem: "fantasi tukar pasangan ranjang." Awalnya, ide ini tampak gila dan di luar batas kenyamanan mereka. Namun, dengan dorongan dan desakan dari pasangan mereka, Maya dan Adrian, serta Sinta dan Rizky, setuju untuk mencoba. Ketika fantasi tersebut menjadi kenyataan, keempatnya merasakan perasaan canggung, kebingungan, dan kecemasan yang tak terduga. Namun, dalam perjalanan mereka melalui pengalaman ini, mereka mulai menggali lebih dalam tentang hubungan mereka, mengungkapkan kebutuhan dan keinginan yang mungkin terlupakan, serta menyembuhkan luka-luka yang telah terbuka dalam pernikahan mereka. Dalam prosesnya, mereka menghadapi konflik, kecemburuan, dan ketidakpastian yang tidak terelakkan. Namun, mereka juga menemukan keintiman yang lebih dalam, pemahaman yang lebih besar tentang satu sama lain, dan kesempatan untuk memperbaiki hubungan yang hampir putus asa. Novel "Fantasi Tukar Pasangan Ranjang" menawarkan pandangan yang tajam tentang kompleksitas hubungan manusia, dengan sentuhan humor, kehangatan, dan kisah cinta yang penuh dengan emosi. Di tengah fantasi yang menggoda, mereka menemukan keberanian untuk menghadapi kenyataan, menerima kekurangan masing-masing, dan membangun kembali fondasi cinta mereka dengan cara yang lebih kuat dan lebih tulus.