/0/5401/coverbig.jpg?v=50b4a954c7dfcaff797e1e529c59f6ee)
Romance, Adult. Konten sensitif 21+ "Menyelamatkanmu untuk menghancurkanmu." Memiliki rasa trauma terhadap perempuan akibat sering mendapat siksaan dari sang ibu, membuat sosok Denis begitu membenci lawan jenisnya, tapi bukan berarti ia harus menjadi seorang gay. Sebab kebencian Denis malah membuatnya memanfaatkan banyak perempuan sebagai ajang balas dendam, mainan yang harus ia hancurkan sedemikian rupa setelah berhasil menariknya dalam perangkap. Hanya saja, apa perangai Denis serta tujuan awalnya bisa berubah setelah ia bertemu seorang perempuan yang bekerja sebagai disk jockey di tempat hiburan malam? Sedangkan ia hampir setiap waktu menikmati make out dengan perempuan yang berbeda tanpa rasa, dan tanpa pernah merasa puas.
Sepasang roda sekuter merah muda dengan sebuah box besar bergambar pizza yang merekat erat di setiap sisi-terus bergerak menggerus aspal sore ini, si pengendara tak kalah menggemaskan saat tubuh mungilnya dibalut jaket merah muda dengan nama punggung berlogo toko pizza, tapi ini bukan pekerjaan pertama Marra, sebab ia bisa menjelma menjadi pekerja apa saja dimulai pagi buta hingga jam malam. Bukan masalah, gadis itu akan mengaku jika ia keturunan Hulk yang paling kuat saat melakukan segala hal meski bertubuh mungil.
Sekuter memasuki komplek perumahan mewah, ia sudah sering melewati bagian ini di sudut-sudut kota Manila, si penghafal jalan yang baik karena terbiasa berkeliling mengirim beragam hal selain pizza, hampir sebagian besar pengusaha berskala menengah di Manila mengenal seberapa rajinnya seorang Marra Acosta, ia memang tupai kecil yang melompat gesit dari satu tempat ke tempat lain setiap hari. Ia bisa menggantikan pekerjaan orang lain, berhenti dengan mudah saat lelah karena sebagai seorang part time Marra tak menerapkan kontrak, bahkan si pemilik usaha tak bisa menekan hal seperti itu padanya. Ia benar-benar pekerja freelance sejati.
Sekuter menepi di depan gerbang setinggi hampir dua meter, Marra turun dan melepas helm, pelindung kepala saja masih kebesaran untuknya, tapi si tupai kecil tak pernah memusingkan hal yang tak perlu didebatkan, ia hanya tahu bekerja dan mendapat uang.
"Itu belnya," ucap Marra. Ia mengeluarkan dua kotak pizza bertumpuk dari box di belakang sekuter dan menghampiri gerbang, menekan bell seraya menunggu seseorang menerima orderan di tangannya.
Tak berselang lama sebuah pintu di sisi gerbang terbuka, gadis cantik dengan dress polkadot hitam abu-abu muncul dan tersenyum.
"Ah, permisi." Marra menyapa. "Aku pengantar pizza." Ia mengulurkan barang di tangan.
"Baiklah, ini uangmu. Terima kasih sudah mengantarnya tepat waktu, teman-temanku baru saja mengeluh di dalam."
Marra mengangguk. "Selamat menikmati, aku permisi."
"Ya." Pintu kembali tertutup rapat, Marra memasang helm lagi, ia merogoh saku jaket dan membuka lipatan kertas berisi daftar pemesan pizza hari ini, baris terakhir. "Racher Art?" Marra menerawang. "Aku pernah mendengarnya beberapa kali, mari kita lihat maps." Ia beralih membuka ponsel. "Ah, ternyata di sana, tak jauh dari tempat ini." Marra kembali melanjutkan urusannya untuk pizza terakhir.
***
"Kenapa tiba-tiba mendung, apa prakiraan cuaca hari ini salah?" Jose menatap situasi di luar melalui kaca tebal di ruang utama Racher Art, ia bahkan memegang pembersih kaca. "Kapan pizza yang kuinginkan datang?"
"Apa pizza bisa terbang atau berjalan sendiri?" Suara tersebut berasal dari seorang wanita di sisi pria bertatto, mereka duduk di sofa tak jauh dari posisi Jose. Sebotol wine dengan tiga gelas sloki, sebungkus rokok serta pemantik tergeletak di permukaan meja. Wanita itu menyulut ujung rokok nan sudah tersemat di bibir. "Mungkin kau harus mengoceh pada si pengantar pizza karena dia membuatmu kelaparan."
Jose berkacak pinggang menatapnya. "Kau benar, Bianca. Harus kumarahi habis-habisan sampai dia menangis."
Bianca tersenyum miring, sembari menyesap rokoknya ia bersandar pada dada bidang berbalutkan kaus hitam yang melekat di tubuh pria bertatto. "Apa rencanamu malam ini?"
"Tidak ada." Denis mengangkat gelas sloki berisi sedikit wine, ia meneguknya hingga habis.
"Kalau begitu mari bertemu di 24night."
"Tentu."
Jose menyingkir menuju ruang lain dari gedung dua lantai milik sahabat sekaligus bosnya, tak berselang lama terdengar suara sekuter berhenti di depan Racher Art, buru-buru Jose berlari keluar karena siap memaki si pengantar pizza yang berdiri memunggungi seraya melepas helm.
"Denis, lihatlah bagaimana pekerjamu akan memaki pengantar pizza," ucap Bianca seolah siap menikmati kemarahan Jose, tapi Denis sama sekali tak melihat ke arah temannya sementara Jose sudah berkacak pinggang di belakang gadis pengantar pizza yang baru membuka box besarnya.
"Hey, kenapa kau begitu lama? Hampir tiga puluh menit sejak aku memesannya di aplikasi, apa kau tak memprioritaskan pelangganmu?" Jose memulai ocehannya. "Apa kau-" Bibir pria itu terkatup rapat saat Marra menoleh dan tersenyum.
"Aku benar-benar minta maaf dan bukan sengaja melakukannya, sekali perjalanan aku mengantar ke enam tempat dan kau mendapat bagian terakhir. Lalu, saat perjalanan menuju kemari hampir saja sekuterku menabrak anjing kecil di tengah jalan, ternyata kaki anjing itu sudah terluka, sepertinya dia sudah disiksa." Marra menghela napas berat, memasang tampang menyesal karena mengingat lagi anjing kecil tadi, ia bahkan tak bisa membawanya pulang ke rumah.
"Ah begitu." Jose melunak, ia bahkan tersenyum, lalu mengusap tengkuk. "Aku sudah salah paham, aku harus minta maaf padamu."
"Bukan masalah besar." Marra memberikan kotak pizzanya.
"Uang, ya?" Jose meraba saku celana. "Ada di dalam, tunggu sebentar." Ia buru-buru masuk dan meletakan kotak pizza di permukaan meja, membuat kening Bianca berkerut karena ekspresi Jose justru tampak senang, ke mana perginya amarah itu?
"Denis, berikan uangmu." Saat Denis baru menarik dompet dari saku celana, Jose buru-buru merebutnya. "Kenapa gadis itu menggemaskan sekali."
"Apa? Bukankah kau sempat memarahinya tadi, sekarang berubah?" tanya Bianca.
"Dia terlalu manis untuk dimaki-maki, dia seperti lolipop." Jose keluar dan memberikan selembar uang yang diambilnya dari dompet Denis. "Ambil saja kembaliannya."
Mata Marra membesar. "Benarkah? Tadi kau begitu kecewa padaku, jadi harus kuberikan kembaliannya." Ia merogoh saku jaket.
"Tidak, tidak perlu. Aku bersungguh-sungguh. Anggap saja permintaan maafku karena sudah keterlaluan."
"Hey, sudah kubilang semua itu bukan masalah." Marra tersenyum, ia menarik tangan Jose dan meletakan uang kembalian di sana. "Semoga kau menikmati pizzanya, aku harus kembali sekarang." Ia menengadah ke langit. "Sudah hampir hujan." Ia memakai helm dan bergegas duduk di jok sekuter, tapi baru saja memutar kunci, hujan turun sekaligus deras. Marra bergegas menyingkir di sisi Jose.
"Nona pengantar pizza, sepertinya kau harus bertahan sebentar di sini," ujar Jose, mungkin ia akan menikmati momen sederhana ini.
"Tidak bisa, aku harus segera mengembalikan sekuter dan pulang ke rumah. Apa kau tak memiliki jas hujan di dalam sana?" Marra menoleh ke belakang, tampak sepi manusia, ia memicing pada Jose seperti curiga akan sesuatu. Hujan seperti ini dan mereka hanya berdua, ia memikirkan kemungkinan terburuk yang terjadi seraya menyilang tangan di dada, upaya melindungi diri. "Tidak! Tidak boleh!" Marra mulai galak.
"Apa?" Jose mengangkat sepasang tangannya. "Sungguh, aku bukan pria jahat. Apa yang kau pikirkan?"
"Kalau begitu pinjamkan aku jas hujanmu."
"Sebentar, aku akan mengeceknya di dalam." Jose menyingkir, ia tak peduli pada aktivitas Bianca serta Denis di sofa. Wanita itu entah sejak kapan sudah duduk di pangkuan Denis, mengalungkan tangan sembari mengusap lembut wajah laki-lakinya sebelum saling memagut bibir penuh gairah.
Sementara Jose mencari sesuatu, ia menemukan sebuah jas hujan milik Denis di laci tempat eksekusi tatto, tapi menatapnya begitu lama. "Apa aku harus meminjamkan benda ini pada gadis itu?" Ia tersenyum simpul, lantas menggeleng. "Tidak, lebih baik dia terjebak hujan di sini. Bukankah kami bisa mengobrol sebentar, dia bisa menjadi teman bicara saat Denis serta Bianca membuat panas suasana." Jose menutup laci. "Aku pria baik, aku takkan melukai gadis pengantar pizza itu." Ia penuh percaya diri dan kembali menghampiri Marra seraya memasang wajah penuh sesal, berpura-pura.
"Kau memilikinya, bukan?" tanya Marra, tapi melihat Jose menggeleng membuat gadis itu mendesah kesal. "Kau serius? Sudah mencari dengan benar?"
"Tentu, aku sudah melakukannya dari sudut ke sudut. Jadi, Nona. Kau harus bertahan sebentar di sini, mari masuk."
Marra menggeleng cepat. "Tidak mau."
"Aku tidak sendirian di sini, ada bosku serta temannya."
"Semua laki-laki?"
"Tidak, dia Bianca, teman kencan bosku. Mereka ada di sana dan siap menikmati pizza yang kau bawa." Jose menunjuk pada sofa di sisi kanannya, jika dari pintu utama Racher Art memang takkan terlihat karena tertutup tirai yang membentang sepanjang dua meter, hanya dibuka jika ingin.
"Benarkah? Kau tidak berbohong?" tanya Marra skeptis.
"Kau bisa mengeceknya sendiri."
Marra melangkah ragu, tapi tetap memberanikan diri masuk, saat ia menoleh ke sisi kirinya-gadis itu hampir mengumpat karena menyaksikan sepasang manusia sibuk bercumbu, ia bergerak mundur. "Tidak mau, apa yang akan mereka lakukan selanjutnya? Kau menipuku, ya?"
"Haish." Jose mendengkus, ia berkacak pinggang dan menoleh ke kanan. "Hey! Bisakah kalian berhenti melakukan itu, kalian membuat gadis ini tak nyaman, dia tamuku. Jika ingin melanjutkannya-naiklah ke atas."
Bianca menjauhkan wajah dari Denis, ia menatap jengkel pada Jose. "Sejak kapan karyawan mengatur bosnya, kau tak lihat perbuatan karyawanmu itu, Denis?"
"Biarkan saja."
Jose tersenyum miring, ia merasa menang sekarang, lantas kembali menatap Marra. "Mereka takkan melakukan hal itu lagi, jadi masuklah."
"Apa boleh aku duduk di sana saja, aku tak ingin bergabung dengan mereka." Marra menunjuk ruang kosong di sisi kaca tebal.
"Tentu, aku akan mengambil dua kursi, tunggu sebentar." Jose kembali bersemangat, ia menata dua kursi di sisi kaca seperti berada di sebuah kafe. "Duduklah, kau mau minum kopi?"
"Kau tak punya racun atau narkoba, kan?" Gadis itu belum sepenuhnya percaya.
"Tidak sama sekali."
Marra mengangguk ragu, ia memberanikan diri masuk kembali dan duduk di kursi.
"Aku akan membuat kopi untukmu." Saat Jose menyingkir, Marra menoleh ke kanan, tadi ia tak terlalu memperhatikan sepasang manusia di sofa karena terkejut, tapi sekarang Marra bisa melihat jika pria berkaus hitam yang disebut 'bos' oleh Jose memiliki banyak tatto memenuhi kedua lengan hingga pergelangan tangan, bahkan kulit lehernya hampir saja tak terlihat.
Pria itu menoleh ke arahnya, membuat mereka beradu pandang selama beberapa detik sebelum Marra memutus kontak dan mengalihkan fokus untuk membuka ponsel.
"Hey, apa yang kau lihat? Aku di sini." Bianca mengarahkan wajah Denis agar melihatnya lagi. "Selama kau bersamaku, jangan pernah melihat ke arah lain. Oke?"
***
"Aku hanya akan menggunakanmu saat butuh." Amanda selalu membenci kalimat pelecehan dari bibir Oriaga Niel, suami sekaligus CEO brand perhiasan dan busana terkenal 'Gregorious' yang menikahinya sebulan lalu. Amanda merasa kotor dan gila, meski mereka melakukan seks, tapi tanpa rasa cinta, mereka hanya saling membenci sepanjang waktu. Amanda seperti jalang yang dibeli Oriaga untuk selamanya, pria itu ingin membalas dendam atas sikap keluarga Amanda pada masa lalu.
Tidak ada yang tahu bahwa empat tahun lalu Choi Ji Eun pernah menikah kontrak dengan seorang pengacara di London, bahkan orangtuanya sendiri, dan sampai sekarang semua orang akan tetap melihat Choi Ji Eun sebagai perempuan berstatus lajang yang akan segera menikah dengan Lim Woo Jin, seorang pria muda pemilik perusahaan. Namun, siapa sangka jika mantan suami kontrak wanita itu tiba-tiba muncul di Seoul, menjadi pembicaraan hangat karena membela seorang pelaku penggelapan dana agensi yang cukup terkenal di Korea Selatan. Choi Ji Eun tahu bahwa bahaya besar tengah mengancam pernikahannya, terlebih saat seorang gadis kecil berusia lima tahun menyebut nama samaran wanita itu saat masih tinggal di London. "Ibu adalah Cassandra Choi, Ibu adalah Ibuku, bukan?"
"Aku datang untuk membalaskan dendammu." Bella Renee Parthapat bersama sang ibu menjalani kehidupan sederhana setelah diusir oleh Bibi Paeng pasca kematian ayahnya, Chali Parthapat. Bella terpaksa menghapus nama belakangnya jika ingin melanjutkan hidup, karena Paeng serta suaminya terus mencoba membuat kehidupan Bella sengsara oleh banyak dendam yang lama mereka simpan. Bertemu Sky Newton, calon CEO generasi ketiga dari Newton Company membuat cara pandang Bella terhadap sang bibi berubah, gadis itu memutuskan untuk balas dendam dan merebut kembali semua harta yang telah diwariskan oleh Chali Parthapat. Bella berupaya membongkar semua rahasia yang selama ini berhasil disembunyikan darinya oleh keluarga sang bibi.
Romance—new adult. Jonas benar-benar tersiksa karena kesalahan masa SMA yang membuatnya merenggut masa depan seorang gadis pincang bernama Agatha, dan ia tak pernah menyangka kalau mereka akan dipertemukan dalam kampus yang sama. Agatha tak pernah tahu siapa pelaku malam itu, ia bahkan berusaha melupakannya sejak lama, tapi Jonas datang seolah dia malaikat penolong yang penuh perhatian. Nyatanya, Jonas hanya ingin menebus kesalahan. Ini tentang Jonas, mahasiswa tampan anak Mapala. Juga tentang Agatha, gadis pincang bertongkat yang punya masa lalu kelam. Tentang Maple yang penuh warna, juga jingga dan segala hal yang suatu hari bisa redup tanpa diminta.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
"Usir wanita ini keluar!" "Lempar wanita ini ke laut!" Saat dia tidak mengetahui identitas Dewi Nayaka yang sebenarnya, Kusuma Hadi mengabaikan wanita tersebut. Sekretaris Kusuma mengingatkan"Tuan Hadi, wanita itu adalah istri Anda,". Mendengar hal itu, Kusuma memberinya tatapan dingin dan mengeluh, "Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya?" Sejak saat itu, Kusuma sangat memanjakannya. Semua orang tidak menyangka bahwa mereka akan bercerai.
Kedua orang yang memegangi ku tak mau tinggal diam saja. Mereka ingin ikut pula mencicipi kemolekan dan kehangatan tubuhku. Pak Karmin berpindah posisi, tadinya hendak menjamah leher namun ia sedikit turun ke bawah menuju bagian dadaku. Pak Darmaji sambil memegangi kedua tanganku. Mendekatkan wajahnya tepat di depan hidungku. Tanpa rasa jijik mencium bibir yang telah basah oleh liur temannya. Melakukan aksi yang hampir sama di lakukan oleh pak Karmin yaitu melumat bibir, namun ia tak sekedar menciumi saja. Mulutnya memaksaku untuk menjulurkan lidah, lalu ia memagut dan menghisapnya kuat-kuat. "Hhss aahh." Hisapannya begitu kuat, membuat lidah ku kelu. Wajahnya semakin terbenam menciumi leher jenjangku. Beberapa kecupan dan sesekali menghisap sampai menggigit kecil permukaan leher. Hingga berbekas meninggalkan beberapa tanda merah di leher. Tanganku telentang di atas kepala memamerkan bagian ketiak putih mulus tanpa sehelai bulu. Aku sering merawat dan mencukur habis bulu ketiak ku seminggu sekali. Ia menempelkan bibirnya di permukaan ketiak, mencium aroma wangi tubuhku yang berasal dari sana. Bulu kudukku sampai berdiri menerima perlakuannya. Lidahnya sudah menjulur di bagian paling putih dan terdapat garis-garis di permukaan ketiak. Lidah itu terasa sangat licin dan hangat. Tanpa ragu ia menjilatinya bergantian di kiri dan kanan. Sesekali kembali menciumi leher, dan balik lagi ke bagian paling putih tersebut. Aku sangat tak tahan merasakan kegelian yang teramat sangat. Teriakan keras yang tadi selalu aku lakukan, kini berganti dengan erangan-erangan kecil yang membuat mereka semakin bergairah mengundang birahiku untuk cepat naik. Pak Karmin yang berpindah posisi, nampak asyik memijat dua gundukan di depannya. Dua gundukan indah itu masih terhalang oleh kaos yang aku kenakan. Tangannya perlahan menyusup ke balik kaos putih. Meraih dua buah bukit kembarnya yang terhimpit oleh bh sempit yang masih ku kenakan. .. Sementara itu pak Arga yang merupakan bos ku, sudah beres dengan kegiatan meeting nya. Ia nampak duduk termenung sembari memainkan bolpoin di tangannya. Pikirannya menerawang pada paras ku. Lebih tepatnya kemolekan dan kehangatan tubuhku. Belum pernah ia mendapati kenikmatan yang sesungguhnya dari istrinya sendiri. Kenikmatan itu justru datang dari orang yang tidak di duga-duga, namun sayangnya orang tersebut hanyalah seorang pembantu di rumahnya. Di pikirannya terlintas bagaimana ia bisa lebih leluasa untuk menggauli pembantunya. Tanpa ada rasa khawatir dan membuat curiga istrinya. "Ah bagaimana kalau aku ambil cuti, terus pergi ke suatu tempat dengan dirinya." Otaknya terus berputar mencari cara agar bisa membawaku pergi bersamanya. Hingga ia terpikirkan suatu cara sebagai solusi dari permasalahannya. "Ha ha, masuk akal juga. Dan pasti istriku takkan menyadarinya." Bergumam dalam hati sembari tersenyum jahat. ... Pak Karmin meremas buah kembar dari balik baju. "Ja.. jangan.. ja. Ngan pak.!" Ucapan terbata-bata keluar dari mulut, sembari merasakan geli di ketiakku. "Ha ha, tenang dek bapak gak bakalan ragu buat ngemut punyamu" tangan sembari memelintir dua ujung mungil di puncak keindahan atas dadaku. "Aaahh, " geli dan sakit yang terasa di ujung buah kembarku di pelintir lalu di tarik oleh jemarinya. Pak Karmin menyingkap baju yang ku kenakan dan melorotkan bh sedikit kebawah. Sayangnya ia tidak bisa melihat bentuk keindahan yang ada di genggaman. Kondisi disini masih gelap, hanya terdengar suara suara yang mereka bicarakan. Tangan kanan meremas dan memelintir bagian kanan, sedang tangan kiri asyik menekan kuat buah ranum dan kenyal lalu memainkan ujungnya dengan lidah lembut yang liar. Mulutnya silih berganti ke bagian kanan kiri memagut dan mengemut ujung kecil mungil berwarna merah muda jika di tempat yang terang. "Aahh aahh ahh," nafasku mulai tersengal memburu. Detak jantungku berdebar kencang. Kenikmatan menjalar ke seluruh tubuh, mendapatkan rangsangan yang mereka lakukan. Tapi itu belum cukup, Pak Doyo lebih beruntung daripada mereka. Ia memegangi kakiku, lidahnya sudah bergerak liar menjelajahi setiap inci paha mulus hingga ke ujung selangkangan putih. Beberapa kali ia mengecup bagian paha dalamku. Juga sesekali menghisapnya kadang menggigit. Lidahnya sangat bersemangat menelisik menjilati organ kewanitaanku yang masih tertutup celana pendek yang ia naikkan ke atas hingga selangkangan. Ujung lidahnya terasa licin dan basah begitu mengenai permukaan kulit dan bulu halusku, yang tumbuhnya masih jarang di atas bibir kewanitaan. Lidahnya tak terasa terganggu oleh bulu-bulu hitam halus yang sebagian mengintip dari celah cd yang ku kenakan. "Aahh,, eemmhh.. " aku sampai bergidik memejam keenakan merasakan sensasi sentuhan lidah di berbagai area sensitif. Terutama lidah pak Doyo yang mulai berani melorotkan celana pendek, beserta dalaman nya. Kini lidah itu menari-nari di ujung kacang kecil yang menguntit dari dalam. "Eemmhh,, aahh" aku meracau kecil. Tubuhku men
Natalia dulu mengira dia bisa meluluhkan hati Kenzo yang dingin, tetapi dia salah besar. Ketika akhirnya memutuskan untuk pergi, dia mendapati dirinya hamil. Meski begitu, dia memilih untuk diam-diam meninggalkan dunia pria itu, yang mendorong Kenzo untuk mengerahkan semua sumber dayanya dan memperluas bisnisnya ke skala global-semua itu dilakukannya demi menemukannya. Namun, tidak ada jejak Natalia. Kenzo perlahan-lahan berubah menjadi gila, menjungkirbalikkan kota dan membuat kekacauan. Natalia akhirnya muncul kembali bertahun-tahun kemudian, dengan kekayaan dan kekuasaannya sendiri, hanya untuk mendapati dirinya terjerat dengan Kenzo sekali lagi.
Istriku yang nampak lelah namun tetap menggairahkan segera meraih penisku. Mengocok- penisku pelan namun pasti. Penis itu nampak tak cukup dalam genggaman tangan Revi istriku. Sambil rebahan di ranjang ku biarkan istriku berbuat sesukanya. Ku rasakan kepala penisku hangat serasa lembab dan basah. Rupanya kulihat istriku sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun jelas dia kesulitan karena mulut istriku terlalu mungil untuk menerima penis besarku. Tapi dapat tetap ku rasakan sensasinya. Ah.... Ma lebih dalam lagi ma... ah.... desahku menikmati blowjob istriku.
Disuruh menikah dengan mayat? Ihh ... ngeri tapi itulah yang terjadi pada Angel. Dia harus menikah dengan mayat seorang CEO muda yang tampan karena hutang budi keluarga dan imbalan 2 milyar! Demi keluarganya, pada akhirnya Angel terpaksa menerima pernikahan itu! Tapi, ternyata mayat pengantin pria itu masih hidup! Apa yang akan terjadi selanjutnya? Baca sampai tamat yah, karena novel ini akan sangat menarik untuk menemani waktu santaimu. Salam kenal para pembaca, saya Yanti Runa. Semoga suka ya.