Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Mysterious of Wedding
Mysterious of Wedding

Mysterious of Wedding

4.8
31 Bab
35.6K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Alina Sallyandra, Gadis berumur 18 tahun harus menerima kenyataan bahwa ia harus menikah dengan seorang pria yang bahkan ia sendiri tidak tahu siapa dirinya.Alina sendiri juga harus memutuskan keputusan berat yang mengharuskan dirinya untuk meninggalkan sang kekasih demi menikah dengan seorang pria asing. Ya, demi sebuah pernikahan. Jonathan Mike Antonio, biasa disapa sebagai Mike, pria berumur 27 tahun yang harus menikahi seorang gadis berumur 18 tahun. Ia tahu siapa gadis itu. Bahkan ia kenal luar dalam kehidupan gadis itu. Hanya saja, ia tidak ingin orang disekitarnya mengetahui hal tersebut. Bagaimana kisah mereka berdua sebelum dan sesudah pernikahan? Hal apa yang disembunyikan Mike pada gadis itu?

Bab 1 Beginning or Marriage

-St. Dome Notre, Capital City – Paris | 08.45 am-

Pernikahan. Yah, hari ini adalah hari yang tidak diinginkan olehnya. Ia terpaksa menerima tawaran menikah karena ia juga membutuhkan uang. Ia sangat membutuhkan tersebut untuk biaya sekolah dan kehidupannya. Kehidupannya? Jelas - jelas ia sudah menikah mengapa harus repot - repot memikirkan kehidupannya nanti.

Tapi, dimasa depan nanti tidak ada yang tahu bagaimana akhir dari kehidupannya. Ia hanya berjaga - jaga untuk kedepannya. Walaupun ia sudah menikah dan dibiayai oleh suaminya, namun ia tidak mau bergantung sepenuhnya.

Ia harus berusaha mandiri dan sebisa mungkin membagi waktunya untuk dirinya dan suaminya.

"Kamu terlihat cantik sekali. Memang tidak salah jika Tuan memilih Anda sebagai istrinya." Ucap seorang penata rias. Penata rias tersebut merupakan orang terkenal di dunia. Sudah banyak artis - artis dunia yang ia dandani. Tak terkecuali jika itu permintaan dari seorang pengusaha terkenal atau Trillionaire tersebut. Siapa lagi kalo bukan calon suaminya.

Mendengar penuturan sang penata rias, ia hanya tersenyum kecil tanpa mau membalas. Pikirannya kini terasa kosong. Tidak tau harus berbuat apa.

Yang bisa ia lakukan hanya berdoa, semoga saja ada keajaiban yang bisa membatalkan pernikahannya ini. memikirkannya membuat ia menghela nafas. Itu terasa tidak mungkin. Semua sudah terjadi. Tidak bisa lagi dihindari.

"Nah, sudah selesai. Sekarang pakai sepatumu. Aku sudah menyiapkannya di dekat ranjang tidur." Tunjuk penata rias.

Alina Sallyandra berjalan menuju samping ranjang untuk memakai high heel yang sudah disiapkan oleh penata rias. High heel tersebut berwarna senada dengan gaun pernikahan yang dikenakannya.

Ia berdecak kagum melihat keahlian si penata rias. Sudah pasti, bayarannya sangat mahal. Pikirnya.

"Bravo! Sudah kuduga jika high heel itu cocok kamu pakai. Sekarang, kamu duduk disini dan tunggu orang untuk menjemputmu ke altar." Perintah penata rias berlalu keluar - yang Alina sendiri tidak tahu namanya.

Pernikahannya akan diadakan pukul 09.00, dan sekarang jarum jam menunjukkan pukul 08.45. itu artinya 15 menit lagi ia akan berstatus sebagai istri orang.

Berkali - kali ia menghembus nafas tanda ia gugup setengah mati. Ia meraih ponsel genggamnya dan ia dapat melihat banyak notifikasi, yang kebanyakan notif dari mantan kekasihnya. Isinya tentang bujukan sang mantan untuk kembali padanya.

Alina hanya membaca pesan tersebut tanpa mau membalas.

Ingin rasanya ia kabur dari pernikahan ini dan kembali pada kekasih hatinya. Tapi itu tidak mungkin, ia tidak ingin jika suatu hal buruk menimpa mantan kekasihnya. Tidak ada waktu baginya untuk membalas semua pesan itu. “It’s over.” Gumamnya.

Diletakkannya kembali ponsel genggamnya. Ia melirik jam dinding dan ternyata sudah menunjukkan pukul 09.00 tepat. Dan bersamaan itu, seseorang mengtuk pintu dan masuk. Inilah saatnya!

"Permisi nona, saya adalah tangan kanan Tuan Antonio. Saya diperintahkan untuk mendampingi Anda menuju altar." Pria itu membungkukkan badannya serasa berbicara bersama Alina.

Alina memperhatikan cara pria itu menyampaikan pesan. Dan, satu terlintas dari pikirannya, bahwa pria yang mengaku sebagai tangan kanan calon suaminya ini seperti butler dalam kerajaan. Terlalu sempurna jika hanya dikatakan sebagai seorang tangan kanan. Malah, lebih cocok dengan seorang pengusaha.

"Baiklah. Bisakah kamu membantuku berdiri? Gaun ini mempersempit gerakanku." Pinta Alina yang disanggupi oleh pria itu. "Tentu Nona. Mari."

Mereka mulai berjalan menuju altar. Pernikahan ini dilaksanakan di dalam gereja yang paing terkenal di Perancis dan bahkan di dunia. Semua segala urusan tentang pernikahan mereka, calon suaminyalah yang mengurusnya. Ia hanya cukup mengikuti segala sesuatu. Bahkan rupa calon suaminya pun ia tidak tahu. Ia hanya tahu suaranya ketika pria tersebut menelpon dirinya pertama kali. Untuk nama, ia lupa – lupa ingat.

Flashback

Alina berjalan menuju kontrakannya. Ia sesekali bersenandung kecil dan melihat - lihat aktivitas orang - orang disekitarnya.

Ia melihat jam kecil ditangannya untuk memastikan waktu yang harus ia tempuh untuk menuju kontrakannya.

"Masih lima belas menit lagi untuk pulang. Aku harus cepat. Aku sudah tidak tahan dengan udaranya yang dingin." Gumam Alina.

Perjalanan dari tempat kerja menuju kontrakannya menempu waktu empat puluh lima menit. Alina hanya cukup mengendarai kendaraan umum seperti taksi atau bus untuk transportasinya.

Tak berapa lama, sampailah ia di kontrakan kecilnya. Kontrakan sederhana yang jauh dari kota. Segeralah ia mencari kuncinya yang berada di tas kecilnya. Begitu terbuka ia langsung membersihkan diri dan menyipakan keperluan untuk sekolahnya.

Kring... kring...

Bunyi telpon genggamnya, menghentikan aktivitasnya untuk berbenah diri. Alina melihat layar pada ponselnya, dan tertera nomer pribadi atau nomer privasi. Ia mengernyitkan dahi tanda tidak tahu.

Ia mengedikkan bahu dan tak mengangkat panggilan tersebut. Ia langsung mematikan dan melemparnya ke atas kasur.

Tak berselang lama, bunyi telfon genggamnya terdengar. Lagi - lagi nomer itu yang tertera. Dengan terpaksa dan menghela nafas, ia mengangkatnya. Yang ia lakukan hanya diam menunggu suara diseberang sana untuk menyahut.

1 detik

2 detik

3 detik

"Lusa kau akan menikah denganku. Segala sesuatu sudah kuurus. Kau tak perlu pusing memikirkan segala keperluan. Kau hanya perlu datang lusa nanti." Tutur orang tersebut yang Alina yakini suara pria.

Menikah? Mimpi apa ia semalam? Tiba-tiba ada seseorang yang menelponnya dan mengatakan padanya untuk menikah. Mengenal orang tersebut saja tidak, lalu bagaimana ini bisa terjadi.

Belum sempat Alina menjawab, panggilan tersebut sudah dimatikan secara sepihak. Tentu saja dari pihak yang menelpon. ia mencoba menelponnya, namun nihil. Nomor tersebut dalam keadaan panggilan sibuk.

Alina menghembuskan nafas kasar, ia memikirkan perkataan pria asing itu. Pria itu menawarinya sebuah pernikahan. Tentu saja dirinya menginginkan pernikahan tersebut. Pernikahan yang mewah nan megah dengan taburan bunga - bunga yang cantik. Gaun pernikahan yang cantik nan anggun, serta dekorasi yang menakjubkan. Tak lupa mempelai pria yang tampan.

Pernikahan seperti itu memang impian Alina sedari dulu. Hanya saja, dirinya ini seorang gadis sederhana. Mana ada yang menginginkan dirinya gadis dari kalangan bawah.

Sepertinya ia harus segera melanjutkan acara bersih - bersih rumah yang tertunda akibat telepon orang asing, lebih tepatnya pria asing.

End of Flashback

Disinilah dirinya kini, sedang berjalan menuju altar dengan lengan yang menggandeng seorang pria yang merupakan tangan kanan pria yang akan ia nikahi hari ini. ia begitu gugup bahkan berkali - kali ia sudah menghembuskan napas perlahan - lahan.

Ia sudah berjalan menuju ke altar. Ia menundukkan sedikit kepalanya guna melihat apakah gaun yang ia kenakan terinjak sepatu high heelsnya atau tidak. Tiba - tiba saja ia berhenti dengan lengan tetap menggandeng pengawal tersebut, ia mendongak dan betapa tercengangnya dirinya. Disana ia melihat banyak sekali orang mengisi altar gereja ini. Saat ia mengedarkan pandangan, bola matanya jatuh pada seorang pria berdiri di depan altar dengan seorang pendeta.

Oh My God!

Pria yang akan ia nikahi – pria itu sangat tampan. Bahkan mungkin sulit untuk dideskripsikan ketampannya. Ia mengenakan Tuxedo putih senada dengan warna gaunnya. Dasi berbentuk pita hitam bertengger manis di kerah bajunya – menjadi pemanis yang sangat pas. Pakaian yang ia kenakan menambah kesan ketampanan nan gagah pada dirinya. Mata tajam bak elang milik pria tersebut menatapnya lekat, seperti ingin menerkamnya. Sesaat ia menahan nafas ketika ditatap seperti itu.

Alunan musik mulai terdengar. Inilah saatnya. Saat dimana ia bukan lagi seorang gadis, melainkan seorang wanita yang berstatus istri. Tidak ada jalan atau waktu untuknya kembali berputar.

Ia mulai berjalan perlahan - lahan sesuai dengan alunan musik tersebut. Ketika berjalan pun, kakinya terasa gemetar. Ia sangat gugup. Orang - orang disekitar mulai berbisik - bisik. Entah mereka menyindir atau memuji sama sekali tidak ia hiraukan. Fokusnya hanya pada satu titik dimana pria itu sudah menunggunya di ujung altar. Jangan sampai ia mempermalukan dirinya atau pria tersebut karena kebodohannya yang terjatuh ketika berjalan.

Sampai di ujung altar, sang pendeta tersenyum. Pria itu mengulurkan tangannya, tanpa ragu - ragu Alina menerima uluran tangan tersebut. Sebelum berdiri disampingnya, ia mendengar bisikan.

"Tersenyumlah. Ini hari bahagia kita." Alina menoleh dan mendapati pria itulah yang membisikan kalimat tersebut.

Tak ada senyuman, hanya raut wajah datar dan mata yang memandang tajam.

****

Satu jam sudah berlalu, kini prosesi pernikahan sudah hampir selesai. Hanya tinggal beberapa sesi saja. Seperti sesi dansa dan lempar bunga. Mendengar kata dansa membuatnya teringat masa lalu ketika masih menjalin hubungan dengan kekasihnya.

Dia yang mengajari Alina cara berdansa dengan baik. Awal mula melakukan gerakan memang terkesan kaku, tapi lambat laun gerakan itu menjadi lebih rapi. Ia pikir acara dansa hanya diselenggarakan di pesta kerajaan atau pesta topeng saja, ternyata pesta pernikahan pun juga dilakukan.

Mereka berpindah tempat, dari gereja menuju ke sebuah mansion. Yang Alina yakini ini adalah mansion milik pria tersebut. Ia mulai meragu jika pria itu hanya orang biasa. Jika orang biasa tidak mungkin memiliki mansion semewah dan semegah ini.

Ukiran dari mansion tersebut sangat rapi dan terpahat sempurna. Tak ada cacat sekalipun. Bentuk bangunan yang menyerupai gaya Eropa Victoria. Dengan tiang - tiang menjulang tinggi, tangga yang menjulang tinggi, pagar - pagar yang kokoh. Sungguh orang kaya.

Kini Alina hanya duduk di bangku yang sudah disiapkan khusus untuk mempelai pengantin. Namun pengantin pria tidak disini. Ia sibuk menjelajahi ruangan dengan sedikit berbincang - bincang dengan teman bisnisnya.

Melihat dari tempat Alina duduk, dia sama sekali tidak menunjukkan raut wajah senang, bahagia, atau tertawa. Hanya raut wajah datar, itupun terkesan dingin. Sesekali ia melirik ke arahnya. Mungkin ingin memastikan apakah Alina baik - baik saja atau tidak. Atau malah, terksesan seperti mengawasinya agar tidak kabur. Tanpa sadar, Alina mendengus. Ia tak sebodoh itu untuk melarikan diri di acara penting ini.

Kalau di katakan apakah Alina baik – baik saja? Jawabannya, tentu tidak. Walaupun acara sudah hampir selesai, tapi ia sudah mulai lelah. Ingin sekali ia melangkah mendekatinya dan mengatakan padanya bahwa dirinya sudah lelah. Tapi itu tidak mungkin. Yang ada malah ia mengacuhkannya dan juga ia tidak ingin mengganggu pria itu.

Alina menundukkan kepala dan melihat gaun pengantin itu. Jika dilihat secara cermat, gaun ini didesain sangat rumit dengan renda - renda yang rumit pula. Bahkan benang jahitannya pun rumit. Ia tebak, harga gaun ini mahal dan dibuat oleh desainer terkenal.

Sepatu high heelsnya pun berkilau dengan mutiara menghiasi di atasnya. Terkesan mewah, elegan, dan anggun. Selera yang dipilih sangat bagus dan berkelas.

Mungkin sebelum meminta menikah dengannya, ia sudah sering membelikan wanita - wanita diluar sana dengan barang - barang yang mahal dan berkualitas. Tak heran juga, suaminya memang tipikal pria yang terlihat seperti itu. Ah tidak! Mungkin hampir semua pria kaya akan seperti suaminya.

Alina menghembuskan napasnya pelan berharap mengurangi sedikit rasa lelah. Dan bersamaan itu pula ada yang mengulurkan tangan. Saat mendongakkan kepala, ternyata dia adalah suaminya. Jonathan Mike Antonio.

"Berdansalah denganku."

Dua kata yang mewakili kalimat perintah, bukan kalimat meminta. Ia tahu bahwa tidak mungkin menolak perintahnya. Banyak berpasang - pasang mata yang menyaksikkan mereka. Mereka menunggu untuk menyambut uluran tangannya.

Jika dilihat, dia benar - benar seperti pangeran yang ingin berdansa dengan seorang putri raja. Bedanya, ia tidak tersenyum. Kaku sekali.

Tak mau menunggu terlalu lama, ia menerima uluran tangannya. Alina tersenyum saat sudah menggenggam tangannya. Tangan yang besar dan hangat. Terasa pas ditanganya. Apa mungkin mereka memang berjodoh. Pikirnya.

Ia menuntun Alina menuju ke tengah aula. Ia pun terkejut melihatnya. Ruangan ini dihias dan didekor dengan sangat indah. Benar - benar seperti pernikahan di dalam dongeng. Nuansa yang manis dan sejuk. Bahkan lantainya pun diberi taburan bunga.

Sampai di tengah aula, musik mulai mengalun dan mereka pun berdansa. Tangan kanannya berada dipinggang, dan tangan kirinya memegang tangan kanan Alina. Sedangkan Alina meletakkan tangan kiri di pundak lebarnya. Musik mulai mengalun dengan irama yang pelan.

Alina memperhatikan, ternyata hanya dirinya dan suaminya yang berdansa. Para tamu hanya memperhatikannya. Mungkin ini adalah dansa khusus bagi mempelai pengantin.

Beberapa menit mereka berdansa dan masih dengan posisi yang sama, Pria itu memperhatikannya. Hembusan nafasnya menerpa wajahnya. Harum nafasnya mint segar. Aroma yang membuat Alina nyaman. Ia tatap bola matanya. Bola mata yang yang tajam dan warna mata yang indah. Ditatapnya seperti itu membuat Alina sedikit gugup. Ia alihkan pandangan pada sekeliling ruangan. Dan ia masih memperhatikan Lina dengan cermat.

Tak terasa sudah beberapa menit mereka berdansa, akhirnya giliran para tamu untuk berdansa. Mereka pun menyingkir dan menepi. Ia membawanya menuju ke sebuah ruangan yang ia pikir itu sebuah kamar.

Ia masih menggenggam tangannya. Ia dongakkan kepala untuk melihat wajahnya. Tak menunjukkan ekspresi apapun. Tetap datar.

"Istirahatlah disini. Aku akan segera kembali. Jika ada yang ingin kau tanyakan, nanti saja. Dan jika butuh apapun, panggil pelayan disini." Alina hanya menganggukan kepala mendengar perkataannya. Pria itu berlalu meninggalkannya sendirian.

Ia langkahkan kakinya dan mengedarkan pandangan untuk melihat isi kamar tersebut. Nuansa elegan dan manly memenuhi kamar. Hampir seluruh isi kamar itu berwara gelap.

Tak ingin membuat tubuh semakin lelah, Alina putuskan membersihkan badan dan segera beristirahat. Ia berjalan ke ruangan yang ia yakini adalah walk in closet.

Disana terdapat banyak baju, baju dirinya dan suaminya. Kapan ia menyiapkan semua ini?Bahkan baju - bajunya pun semua ada disini. Tak ingin pusing memikirkannya. Alina mengambil dress selutut berwarna hitam. Dan memulai membersihkan diri.

Selesai dengan ritualnya, ia berjalan menuju tempat tidur ukuran king size. Ia masih belum melihat suaminya. Mungkin, sedang berbincang - bincang bersama para tamu. Tak lama ia pun terlelap dengan posisi tidur menyamping. Ia tak mempedulikan dengan malam pertama. Tubuhnya dan pikirannya sudah sangat lelah, tak bisa untuk diajak kompromi. Jika suaminya marah, itu akan menjadi urusan nanti.

Bersamaan itu, seseorang masuk. Dan melihat jika seseorang sudah tertidur. Ia melangkahkan kakinya mendekati wanita tersebut dan menundukkan kepala guna mengecup kening wanita tersebut.

"Selamat tidur, istriku." Ia juga menyusul untuk tidur dengan istrinya. Hanya melepaskan atasannya dan menyisakan celana panjangnya. Ia terbiasa tidur dengan bertelanjang dada. Ia memeluk istrinya dari belakang dan menyelimuti mereka dengan selimut. Menikmati saat - saat yang indah.

****

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 31 Long Night   07-08 12:16
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY