Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Kehadiran Orang Ketiga
Kehadiran Orang Ketiga

Kehadiran Orang Ketiga

5.0
102 Bab
72K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Rumah tangga Fahmi dan Hanum tampak sangat harmonis dengan memiliki dua orang anak yaitu Arya dan Adiva. Kehadiran Hani, kakak kandung Hanum yang sedang bermasalah dengan suaminya, membuat rumah tangga Fahmi dan Hanum menjadi berantakan. Perselingkuhan Fahmi dan Hani pertama kali diketahui oleh Arya. "Nggak usah ikut campur masalah orang tua. Tugas kamu hanya belajar. Kalau sampai ibumu tahu, kamu akan merasakan akibatnya, paham?" ancam Mas Fahmi. Hanum yang berusaha membongkar perselingkuhan Fahmi malah dimusuhi oleh ibu mertuanya. "Ibu tetap tidak percaya kalau Fahmi selingkuh. Tapi kalau memang ia berselingkuh, wajar saja karena kamu sebagai istri tidak bisa melayani suami dengan baik." Ada fakta yang lebih mengejutkan, ternyata Fahmi pernah berselingkuh dengan perempuan lain. Cobaan demi cobaan datang dalam kehidupan Hanum. Mau tidak mau Hanum harus menghadapinya dan selalu berusaha tegar di depan anak-anaknya. Mampukah kehidupan rumah tangga Hanum dan Fahmi bertahan? Ataukah mereka memilih untuk berpisah? Ikuti kisahnya…

Bab 1 Mengancam

"Dari mana kamu, Arya?" tanya Mas Fahmi pada Arya anak kami. Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore dan Fahmi baru pulang dari sekolah. Padahal biasanya jam setengah tiga sudah sampai di rumah. Memang beberapa hari belakangan ini, Arya sering pulang terlambat. Tapi biasanya ia selalu memberitahu kalau ada kegiatan di sekolah.

"Dari rumah teman, Ayah," sahut Arya. Belum sempat Arya melangkah, Mas Fahmi sudah menghardiknya.

"Duduk!" perintah Mas Fahmi dengan suara yang keras. Aku jadi deg-degan mendengarnya. Jangan sampai terjadi keributan antara Mas Fahmi dan Arya.

Akhir-akhir ini, aku lihat hubungan mereka sedang bermasalah. Entah Mas Fahmi yang terlalu posesif atau memang Arya yang sudah mulai bandel. Maklum seusia Arya, kelas sepuluh SMA, masanya mencari jati diri.

Arya duduk di hadapan kami, dengan menundukkan wajahnya. Sepertinya ia enggan menatap kami.

"Arya, kamu itu sudah besar. Bukan saatnya kamu bermain terus. Kamu harus rajin belajar, kurangi keluyuran. Nilai rapormu harus bagus, biar bisa masuk universitas negeri. Kalau seperti ini terus, kamu mau jadi apa?" kata Mas Fahmi.

Arya hanya terdiam, tidak berani berkata apa-apa.

"Ngapain kamu ke rumah temanmu itu? Siapa nama temanmu?" tanya Mas Fahmi lagi.

"Mengerjakan tugas, Yah. Membuat video untuk lomba film pendek," sahut Arya masih dengan menunduk.

"Kalau diajak berbicara, perhatikan! Jangan menunduk, lihat Ayah dan Ibu," seru Mas Fahmi.

Arya langsung mengangkat kepalanya dan melihat aku dan Mas Fahmi secara bergantian.

"Kenapa nggak di sekolah saja?" cecar Mas Fahmi.

"Mau nyari lokasi yang bagus. Dekat rumah Tedi ada sawah. Jadi cocok untuk syuting video."

"Benar? nggak bohong kan?" selidik Mas Fahmi.

"Benar, Yah. Kalau nggak percaya tanya saja sama Tedi."

"Mungkin kamu sudah sekongkol dengan Tedi."

"Ya tanya teman yang lainnya. Tadi ada Dini, Vita, juga Setyo."

"Ada perempuannya juga? Nggak pacaran kan?" selidik Mas Fahmi.

"Enggak, Yah." Arya sepertinya sudah jengkel menjawab pertanyaan Mas Fahmi.

"Ingat ya Arya. Kamu jangan pacaran dulu. Belum saatnya kamu pacaran. Belajar yang benar, kalau sudah sukses terserah sama kamu."

"Iya, Yah."

"Ingat Arya, kamu itu anak pertama. Kamu harapan Ayah dan Ibu dan bisa menjadi contoh untuk adikmu. Ayah tidak mau kamu terjerumus dalam pergaulan yang tidak baik. Paham?" kata Mas Fahmi.

"Paham, Ayah. Sekarang Arya boleh masuk ke kamar?" tanya Arya.

Mas Fahmi menatap Arya dengan tatapan tajam, kemudian Mas Fahmi mengangguk. Aku pun bernafas lega.

"Mas, jangan terlalu keras dengan Arya. Kasihan dia. Jangan dibebani dengan banyak hal," kataku pada Mas Fahmi, ketika Arya sudah masuk ke dalam kamarnya.

"Ibu jangan selalu membela dia. Nanti malah besar kepala. Anak laki-laki itu harus tangguh. Jangan selalu berada di ketiak ibunya. Apa Ibu mau kalau Arya itu lemah? Beda dengan Adiva, dia perempuan. Kita harus ekstra menjaganya, jangan sampai ia salah pergaulan." Mas Fahmi malah menceramahiku.

Drtt...drtt. Hp Mas Fahmi berbunyi. Mas Fahmi segera keluar dari ruangan dan mengangkat hpnya di luar.

Aku segera menuju ke kamar Arya.

"Arya…. Boleh Ibu masuk?" tanyaku sambil mengetuk pintu kamar Arya.

"Masuk saja, Bu," sahut Arya dari dalam kamar.

Aku segera membuka pintu kamar Arya. Kulihat ia sedang rebahan dengan hp ditangan. Buku-buku berserakan di meja belajarnya.

"Lain kali kali pulang telat, kabari Ibu ya? Biar Ibu dan Ayah tidak bingung mencarimu," ucapku pada Arya.

"Iya, Bu." Arya menjawab sambil bangkit dari rebahan. Ia pun duduk di sebelahku.

"Kamu ada masalah apa dengan Ayah? Ibu lihat akhir-akhir ini, sepertinya kamu sengaja menghindar dari Ayah. Kamu marah dengan Ayah?" tanyaku lagi.

Kutatap wajah Arya, sepertinya ada keraguan atau semacam rasa ragu-ragu.

"Ada apa? Bilang saja sama Ibu," ucapku lagi.

"Nggak apa-apa kok Bu. Nanti kalau Arya sudah siap lahir batin, pasti Arya akan bercerita."

Aku semakin penasaran dengan kata-kata Arya. Tapi kalau memaksanya untuk banyak berbicara, takutnya malah menjadi bumerang bagiku.

"Ya, sudah. Kalau ada masalah apa-apa, bicara dengan Ibu ya? Ibu akan selalu ada untukmu. Ayo bereskan buku-buku yang berserakan itu. Habis itu langsung mandi, sudah sore."

Arya mengangguk. Aku segera keluar dari kamar Arya. Kulihat Mas Fahmi masih menerima telepon, entah dari siapa. Aku menjadi kepo, masa sih dari tadi menelpon belum selesai juga. Akhirnya aku menguping pembicaraan mas Fahmi.

"Iya, besok ya. Jangan sekarang, ada Hanum di rumah. Kalau aku pergi sekarang, apa alasanku pada Hanum?" kata Mas Fahmi.

".........."

"Oke, bye Sayang," sahut Mas Fahmi.

Sayang? Kok panggil sayang? Siapa yang dipanggil sayang? Aku sangat penasaran. Mas Fahmi menutup telpon dan akan masuk ke ruangan.

"Lama banget nelponnya? Memangnya siapa yang nelpon?" tanyaku pada Mas Fahmi.

"Pak Yanuar," sahut Mas Fahmi.

"Bener?" tanyaku lagi.

"Iya, kok curiga gitu sih."

"Masa sama Pak Yanuar manggil sayang?" ucapku lagi.

Wajah Mas Fahmi langsung pucat. Ia kelihatan gugup.

"Sudah, jangan gugup gitu. Pikirkan dulu jawaban yang tepat untukku. Mengarang indah juga boleh," kataku sambil tersenyum. Aku kemudian berjalan menuju ke dapur, hatiku mulai kesal. Ada apa dengan Mas Fahmi? Sepertinya ada yang disembunyikan. Aku mengambil air putih dan segera meminumnya, hatiku terasa berdetak sangat kencang. Menahan emosi.

***

Aku terbangun dari tidurku. Kulihat mas Fahmi tidak ada disampingku. Aku segera bangun dari tempat tidur dan mencari Mas Fahmi. Ketika melewati kamar Arya, pintu agak terbuka.

"Arya, yang kamu lihat itu tidak seperti yang ada dipikiranmu. Jangan menyimpulkan sendiri." Terdengar suara Mas Fahmi berbicara dengan Arya.

Ada apa ya? Aku penasaran sekali, akhirnya aku mendengarkan.

"Nggak usah ikut campur masalah orang tua. Tugas kamu hanya belajar. Kalau sampai ibumu tahu, kamu akan merasakan akibatnya, paham?" ancam Mas Fahmi.

"Iya, Ayah," sahut Arya dengan suara seperti ketakutan.

"Anggap saja kamu tidak pernah melihat kejadian itu. Sekali lagi, kalau sampai terbongkar, Ayah tidak akan segan-segan mengusirmu dari rumah ini."

Aku kaget setengah mati mendengar ucapan Mas Fahmi. Aku segera masuk ke kamar lagi. Takut ketahuan Mas Fahmi. Kubaringkan tubuhku di tempat tidur lagi. Mencoba memejamkan mata. Mata terpejam tapi pikiran kemana-mana. Masih memikirkan ucapan Mas Fahmi tadi. Berarti Arya melihat sesuatu yang membuat ayahnya marah. Tapi apa ya? Atau mungkin Arya melihat Mas Fahmi sedang bersama dengan perempuan? Seperti cerita-cerita di sinetron. Kok aku jadi paranoid sendiri ya? Mungkin terlalu banyak membaca cerita novel online.

Kudengar langkah kaki masuk ke kamar. Pasti itu Mas Fahmi. Hatiku berdebar-debar, kau mencoba untuk bernafas dengan rileks. Mas Fahmi keluar lagi dari kamar, entah apa yang akan dikerjakannya.

Aku mengikuti Mas Fahmi dengan langkah yang pelan. Di ruang keluarga dan ruang tamu tidak ada. Kamar Arya pun pintunya sudah tertutup rapat. Sayup-sayup aku dengar suara Mas Fahmi berbicara dengan pelan. Ternyata Mas Fahmi ada di dapur sedang menelepon.

"Sudah Mas ancam Arya, pasti ia tidak akan cerita dengan Hanum," kata Mas Fahmi.

".........."

"Iya, tenang saja. Hanum itu orangnya bodoh dan lugu. Ia terlalu bucin denganku. Jadi dia nggak akan percaya walaupun nanti Arya buka suara."

"........."

"Tenang, Sayang? Apa pun akan Mas lakukan untukmu."

".........."

"Oke, besok pagi aku jemput."

"........"

"Iya sayang."

Aku sudah tidak sanggup mendengarkan Mas Fahmi berbicara. Segera aku masuk ke kamar. Kurebahkan tubuhku, air mata langsung menetes. Teganya kamu Mas, ngomong kalau aku ini bodoh dan lugu. Memang aku terlalu bucin padamu, tapi aku tetap percaya anakku. Apapun yang akan Arya katakan padaku, terutama berhubungan denganmu, aku akan percaya.

Aku harus melakukan pendekatan pada Arya. Supaya ia mau membuka suara. Aku yakin kalau Arya pasti mengetahui suatu rahasia tentang ayahnya. Mungkin Mas Fahmi sudah mulai main hati, dan Arya mengetahuinya. Makanya Mas Fahmi mengancam Arya.

Aku tidak bisa tidur. Memikirkan masalah yang mungkin akan terjadi. Aku harus berbicara dengan siapa? Berbicara dengan Mbak Hani, sepertinya tidak mungkin. Karena ia juga sedang memiliki masalah dalam rumah tangganya. Pada Bapak dan Ibu juga tidak mungkin. Aku tidak mau membebani mereka dengan masalahku. Mereka tentu juga banyak pikiran, memikirkan masalah Mbak Hani.

Mbak Hani, kakak perempuanku dalam proses cerai. Aku tidak tahu permasalahan sesungguhnya. Kalau menurut ceritanya, suaminya selingkuh dan sering melakukan KDRT. Tapi kami baru mendengar dari salah satu pihak saja, belum mendengar dari pihak suaminya. Ia pulang ke rumah orang tuaku. Nadya, anak tunggalnya masih tinggal bersama Mas Kevin suaminya. Nadya seumuran dengan Arya.

Ah aku pusing memikirkan ini semua. Semoga ada titik terang dari semua ini. Dan berharap ini hanya ketakutan yang berlebihan saja. Jangan sampai kisah hidupku seperti Mbak Hani yang rumah tangganya berada di ujung tanduk.

Terdengar azan subuh berkumandang. Kulihat Mas Fahmi ada di sampingku. Aku tidak tahu kapan ia masuk kamar. Berarti tadi aku sempat terlelap. Kulihat wajah Mas Fahmi. Laki-laki yang sudah hidup bersamaku selama hampir tujuh belas tahun. Laki-laki yang tega mengatakan aku bodoh dan bucin pada seseorang di telepon.

Aku bangun dari tempat tidur, kepalaku sangat pusing. Semua terlihat berputar.

"Mas...Mas...." Aku membangunkan Mas Fahmi. Ia langsung terbangun, dan tiba-tiba pandanganku gelap.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 102 Hamil   11-08 16:05
img
1 Bab 1 Mengancam
23/05/2022
2 Bab 2 Vertigo
23/05/2022
3 Bab 3 Curiga
23/05/2022
4 Bab 4 Bucin
23/05/2022
7 Bab 7 Berdebat
23/05/2022
8 Bab 8 Berbohong
23/05/2022
10 Bab 10 Sakit
23/05/2022
12 Bab 12 Fakta Baru
25/05/2022
13 Bab 13 Terungkap
26/05/2022
15 Bab 15 Khilaf
27/05/2022
16 Bab 16 Paranoid
27/05/2022
18 Bab 18 Keributan
30/05/2022
19 Bab 19 Diusir
30/05/2022
20 Bab 20 Jujur
31/05/2022
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY