/0/6236/coverbig.jpg?v=dc712c20f19c91a96364cfe8cedda75b)
Sebuah pesan mesra yang Rena baca di ponsel suaminya mampu membuat Rena murka. Satu pesan yang mampu membuat jantung Rena seperti berhenti berdetak. Rena pun melakukan segenap penyelidikan hingga akhirnya sebuah kebusukan pun berhasil terkuak. Rencana licik akhirnya Rena lakukan untuk menyelamatkan harta yang selama ini mereka kumpulkan berdua. Rena tak mau, jika sang suami menikamati harta itu bersama wanita simpanannya. Setelah serangkaian rencana itu berhasil Rena lakukan, Rena pun memilih jalan perpisahan. Tak sudi rasanya jika harus dimadu dengan seorang perempuan murahan. Hari demi hari Rena lalui dengan gelar seorang janda, hingga akhirnya Rena pun menemukan sosok lelaki yang mampu membuatnya berani kembali mengenal artinya cinta.
[Sayang, aku sudah di butik tempat kita fitting baju pengantin. Jangan lupa kalau kamu udah janji untuk datang ke sini. Jangan lama-lama, aku merindukanmu setelah satu minggu tak bertemu. Ini nama butiknya.]
Satu pesan yang telah kubaca itu mampu membuat jantungku seperti berhenti berdetak. Apalagi pesan tersebut diakhiri oleh rentetan emoticon bergambar love setelah mencantumkan sebuah nama butik yang terdengar asing di ingatanku.
Pesan tersebut dikirim oleh nama kontak yang diberi nama Mutia di ponsel suamiku. Siapakah Mutia? Apakah dia rekan suamiku lalu salah kirim pesan?
Ya, pesan mesra ini kubaca di ponsel suamiku dan sepertinya baru dikirim beberapa menit yang lalu, sebab Mas Yoga– suamiku– belum sempat membuka pesan tersebut. Aku bisa membaca pesan mesra itu karena terpampang di beranda ponsel suamiku.
Aku terus menerka-nerka, berusaha mengingat siapakah sosok yang memiliki nama Mutia. Namun semakin aku berusaha keras mengingatnya, aku tak kunjung menemukannya juga. Aku hapal betul siapa saja nama kerabat suamiku. Dan sejauh ini, aku sama sekali tak mendengar nama Mutia.
Lantas siapa dia?
Kenapa dia mengirimkan pesan mesra ini pada suamiku?
Berbagai pikiran buruk mulai memenuhi isi kepalaku. Entah kenapa, aku merasa ada sesuatu yang besar dan disembunyikan oleh Mas Yoga dariku.
Aku tersentak kaget saat ponsel yang ada di genggamanku itu tiba-tiba bergetar. Ada panggilan masuk dari pemilik nomor bernama Mutia.
Seketika jantung berdegup lebih kencang. Aku menghela napas panjang, sejenak aku melirik ke arah pintu kamar mandi, memastikan kalau Mas Yoga masih berada di dalam sana.
Karena aku masih mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi, yang artinya Mas Yoga belum selesai melakukan ritual mandinya. Dengan cepat aku mengangkat panggilan itu, lalu kudekatkan benda pipih itu ke telinga kananku.
"Halo, Sayang. Cepetan dong ke sini. Aku sangat merindukanmu setelah dua minggu tak bertemu." Terdengar dengan jelas suara perempuan dari seberang sana. Nada suaranya terdengar begitu dibuat manja, yang tentu saja ciptakan gemuruh di dalam sini hingga terasa begitu membuncah.
Aku sengaja diam. Aku tak menjawab ucapan perempuan itu.
"Kamu kok diam saja? Ada istri kamu ya? Ok, deh, kalau begitu. Aku tutup. Pokok kamu segeralah datang ke sini. Aku nggak mau menunggu terlalu lama. Oh, ya ... karena satu minggu lagi ulang tahun kamu, dan kebetulan saat itu aku sudah kembali ke kotaku, maka malam ini aku akan memberikan kejutan untuk kamu, Sayang."
Jantungku semakin dibuat berdegup lebih kencang. Ingin sekali kumaki perempuan itu. Aku yakin, dia tak salah nomor. Sebab, memang satu minggu lagi adalah hari ulang tahun suamiku.
Lantas kenapa ia membuat janji di butik, dan dia pun juga mengatakan jika butik itu ia gunakan untuk fitting baju pengantin.
Apa-apaan ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa sosok perempuan yang menelpon suamiku saat ini?
Oh ya, Tuhan ....
"Aku tutup ya, muach ...."
Seketika panggilan itu dimatikan oleh Mutia. Aku menurunkan ponsel itu dari telingaku, menatap layar ponsel yang baru saja kembali berdering karena ada satu pesan masuk dari nomor yang baru saja menghubungi ponsel suamiku.
[Jangan lama-lama, atau aku akan merajuk!]
Tanpa sadar aku meremas benda pipih itu, meluapkan rasa gemuruh dan sesak di dalam dada.
Tiba-tiba tak terdengar lagi suara gemericik air dari dalam kamar mandi, cepat kumasukkan ponsel itu ke dalam tas kerja suamiku. Setelahnya aku bergegas kembali duduk di tepi ranjang, melanjutkan aktifitasku melipat pakaian yang sempat terhenti.
Sebenarnya aku bukanlah sosok perempuan yang begitu over protektif pada pasangan. Bahkan selama ini aku masih bisa menjaga tanganku agar tak membuka ponsel suamiku.
Ya, selama enam tahun menikah, aku tak pernah membuka barang yang termasuk privasi milik suamiku itu. Aku hanya memberikan kepercayaan penuh pada lelaki yang bergelar suamiku.
Hanya saja, entah kenapa kali ini aku tak bisa menahan rasa penasaranku. Awalnya tak ada niat sama sekali untuk mengambil ponsel itu, hanya saja, ponsel milik Mas Yoga terus berdering. Saat aku abaikan hingga panggilan itu terputus dengan sendirinya, sedetik kemudian ponsel itu kembali berdering. Hal itu terjadi hingga beberapa kali.
Karena itu lah rasa penasaranku menjadi menggebu-gebu. Memang, insting seorang istri tak pernah salah.
Berawal dari chat mesra yang baru saja kubaca, hingga panggilan dari seorang perempuan dengan nada yang begitu manja. Entah kenapa, pikiran buruk melintas di pikiranku.
Aku harus mencari tahu kebenarannya. Aku haru mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, meskipun pada akhirnya akulah yang akan terluka.
"Ren, kamu kok melamun?" Ucapan itu seketika membuat tubuhku tersentak kaget. Aku mengerjapkan mata beberapa kali lalu menghela napas panjang. Aku terlalu terhanyut dalam pikiranku, hingga tak sadar jika saat ini Mas Yoga sudah berdiri di depanku dengan pakaian yang sudah melekat di tubuhnya.
"Kenapa, Mas?" tanyaku setelah berhasil menguasai diriku dan sedikit meredamkan gemuruh di dalam dada.
Terlihat Mas Yoga mendaratkan tubuhnya di bibir ranjang– di sampingku.
"Kamu kenapa? Kamu sakit?" tanya Mas Yoga sembari menempelkan punggung tangannya ke keningku.
Aku tersenyum dengan paksa sembari menurunkan tangan Mas Yoga, lalu berucap, "enggak, Mas. Aku baik-baik saja." Aku menatap lekat ke arah lelaki itu.
"Kok melamun? Bahkan Mas dari tadi berdiri di depan kamu, kamu tidak menyadarinya," ucap Mas Hendra.
"Aku kangen sama Ibu dan Bapak. Rena pengen sekali menjenguk mereka, Mas," ucapku sembari menundukkan kepala.
"Semalam, Rena mimpi buruk. Takut mereka sakit atau kenapa-napa," lanjutku dengan memasang raut sesedih mungkin.
Kedua telapak tangan itu membingkai wajahku, lalu mengangkatnya hingga pada akhirnya pandangan kami saling bertemu.
"Kamu mau ke sana? Besok pagi-pagi Mas antarkan ke sana ya."
Aku menghembuskan napas berat. Saat aku ingin menjawab ucapan suamiku, tiba-tiba ponsel milik Mas Yoga kembali berdering. Secepat kilat lelaki itu langsung melepaskan bingkaian tangannya lalu bangkit dari tempat duduknya, setelahnya ia pun berjalan menuju ke arah di mana tas kerja milik Mas Yoga tergeletak.
Mas Yoga merogoh ponselnya dari dalam tas kerjanya. Cepat aku membuang pandang ke arah lain saat lelaki itu sepertinya akan menolehkan kepalanya ke arahku.
Aku melirik dengan ekor mataku, terlihat lelaki itu telah menatap layar ponsel. kembali aku menatap seraut wajah yang saat ini tiba-tiba terlihat berbinar itu. Kedua netraku menangkap dengan jelas saat bibir lelaki itu sedang tersenyum samar.
Aku yakin, Mas Yoga sedang membaca rentetan pesan yang dikirimkan oleh Mutia itu. Sepersekian detik kemudian, jemari Mas Yoga menari-nari di atas layar datar.
Terlihat Mas Yoga meletakkan kembali ponsel itu ke tempat semula. Lelaki itu kembali berjalan mendekat ke arahku dengan raut wajah yang ... entah.
"Ren ...."
"Kenapa, Mas?"
"Mas ada urusan di luar. Ada rekan yang mau ajak kerja sama dan mumpung dia ada di sini, sekarang teman Mas meminta untuk bertemu."
"Siapa, Mas?"
"Redo. Ya, Redo," ucap Mas Yoga dengan cepat.
"Redo mengajak Mas kerja sama, jual beli motor bekas. Kamu ingat kan siapa Redo?"
Aku menganggukkan kepala. Aku ingat betul siapa Redo. Dia adalah sahabat Mas Yoga yang katanya bertemu saat kelas satu smp, hingga persahabatan mereka berjalan sampai saat ini. Akan tetapi, aku tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Mas Yoga. Tentu itu hanya suatu alasan belaka.
Aku menatap wajah yang saat ini terlihat memohon.
"Sampai malam, Mas?"
Aku menolehkan kepala ke arah jam yang menggantung di dinding. Jarum jam menunjukkan pukul satu siang.
Ya, setiap siang, Mas Yoga selalu menyempatkan dirinya untuk makan siang di rumah sembari membersihkan tubuhnya. Nanti kalau jarum jam sudah menunjukkan pukul dua siang, Mas Yoga akan kembali ke tempat kerjanya.
Sudah dua tahun ini Mas Yoga merintis usahanya di bidang kuliner. Memang kami hanya memiliki satu rumah makan dan bersyukurnya, kami sudah memiliki tiga orang karyawan. Mas Yoga hanya memantau perkembangan rumah makan yang telah kami rintis bersama.
"Sepertinya begitu, Ren. Maklumlah kami sudah begitu lama tidak bertemu," ucap Mas Yoga.
Aku mengulas senyum.
"Ya sudah, pergi saja, Mas. Tapi siang ini bolehkah aku pergi ke rumah kedua orangtuaku?"
Seketika raut penuh kelegaan tergambar dengan jelas di wajah yang berkumis tipis itu. Kedua sudut bibir Mas Yoga tertarik ke atas. Dia tersenyum.
Tentu ia akan bahagia karena telah mendapatkan izin dariku. Apalagi aku mengatakan jika aku akan pergi ke rumah kedua orangtuaku yang letaknya jauh dari sini.
Butuh waktu tiga jam untuk sampai di sana. Tentu aku akan menginap yang pastinya membuat Mas Yoga merasa bebas malam ini.
"Malam ini? Tapi Mas sudah ada janji. Gimana mau ngantarnya, Ren?"
Aku tersenyum.
"Nggak usah kamu antar, Mas. Aku akan pulang sendiri. Aku kan perempuan pemberani," ucapku sembari tergelak tawa.
"Tapi ...."
"Nggak apa-apa, Mas. Aku akan ke rumah ibu dan bapak naik sepeda motor. Tapi maaf ya, Rena harus menginap di sana. Kan capek Mas kalau harus langsung balik ke sini."
Cepat lelaki itu mengangguk-anggukkan kepalanya sembari senyum merekah di bibirnya.
"Tapi nggak apa-apa kan, Ren?"
"Nggak apa-apa, Mas. Kamu tenang saja."
"Salam buat Bapak dan Ibu ya, Ren."
"Iya, Mas. Aku siap-siap dulu ya," ucapku kemudian.
Mas Yoga kembali menganggukkan kepalanya. Bergegas aku mengganti pakaianku.
"Aku berangkat dulu, ya, Mas. Mungkin besok Rena baru bisa balik lagi."
Aku meraih tangan Mas Yoga lalu menciumnya punggung tangan itu dengan takdzim.
"Hati-hati, ya. Kalau sudah sampai di sana, jangan lupa kasih kabar," ucap Mas Yoga sembari mengelus pucuk kepalaku.
Aku mengangguk. Bergegas aku melangkah menuju ke arah garansi. Mengeluarkan motor maticku. Aku melambaikan tanganku ke arah Mas Yoga yang saat ini berdiri di teras rumah melepas kepergianku dengan senyum yang terlihat begitu merekah.
Aku melajukan kendaraan roda duaku, hingga setelah menempuh jarak beberapa meter, aku mengeluarkan ponsel yang kumasukkan ke dalam kantong celanaku.
Aku membuka aplikasi g**gle map. Bergegas kuketik nama butik yang tadi dikirimkan oleh Mutia. Setelah beberapa detik menunggu, ponsel itu berhasil menemukan alamat yang kucari. Setelahnya kulajukan kendaraan roda duaku mengikuti arahan g**le map itu.
Harap bijak dalam membaca... Bisa mengantar dalam halusinasi untuk berhubungan badan!
Gaza dan Clara terpaksa menikah karena suatu kejadian. Mereka menjalani rumah tangga dengan terpaksa, hingga keduanya menyadari jika mereka telah jatuh cinta sedari awal. Namun, masalah demi masalah muncul ketika mereka telah menyatakan cinta satu sama lain.
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Kaluna Evelyn sudah menikah Dengan Eric Alexander Bramastyo selama kurang lebih 10 tahun. Namun, Eric sama sekali tidak mencintai Luna. Ia memiliki kebiasaan yang sering bergonta-ganti wanita. Itulah yang menyebabkan Luna semakin sakit hati, namun ia tidak bisa bercerai dengan Eric karena perjanjian kedua keluarga. Ditengah keterpurukannya, ia mengalihkan rasa sakit hatinya kepada minuman keras. Dan disaat, ia mabuk, ia melakukan kesalahan dengan tidur bersama ayah mertuanya sendiri. Seorang pria dewasa bernama Brian Edison Bramastyo. Yang tidak lain dan tidak bukan, adalah ayah dari Eric sendiri. Brian yang berstatus duda, tidak bisa berkutik ketika Luna mulai menggodanya karena pengaruh minuman keras. Dan setelah kesalahan di malam itu, Luna dan sang papa mertua saling mengulangi kesalahan nikmat yang sama. Brian yang mampu memberikan nafkah batin pada Luna, harus menahan rasa perih karena mengkhianati putranya sendiri, dan menjadi tidak bermoral karena bermain gila dengan sang menantu. Namun apa boleh buat, semua sudah terlanjur dan mereka berdua sama-sama kesepian. Hubungan mereka tetap berlanjut, hingga akhirnya Eric mengetahui hubungan mereka dan menceraikan Luna. Namun, beberapa waktu kemudian, diketahui bahwa alasan Eric menceraikan Luna adalah dia sudah menghamili kekasihnya, yang bernama Bianca. Mereka menjalani hidup masing-masing. Eric pergi jauh dari kehidupan Brian dan Luna. Brian dan Luna pun memilih untuk bersama.
[ Mature Content ⛔ ] [ 21 + ] Penulis : penariang Genre : Romance - Adult Sub - Genre : Sick Love with Angst *** Zhou Zui Yu mengalami kegagalan pernikahan sebanyak dua kali. Tepat sebelum hari pernikahannya dilangsungkan, semua tunangannya akan mundur dengan alasan dia terlalu membosankan. Masyarakat kelas atas menyebutnya sebagai "Burung Gagak" karena kesannya yang penyendiri dan pendiam. Namun, suatu hari, seorang tuan muda bernama Ming Yu dari negara tetangga tiba-tiba saja datang untuk mengajukan lamaran pada Zhou Zui Yu setelah semua rumor yang tersebar. Hingga membuat semua orang tercengang. "Berhentilah, aku tidak berniat menikah dengan siapapun." "Lalu bagaimana jika aku berusaha lebih keras? Maukah kamu memberiku kesempatan?" Secuil kisah, tentang seberapa keras tuan muda Ming Yu berusaha merebut hati keras Zhou Zui Yu. Sampai-sampai melupakan status mulianya sebagai tuan muda terhormat.
WARNING 21+ HARAP BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN! AREA DEWASA! *** Saat kencan buta, Maia Vandini dijebak. Pria teman kencan butanya memberikan obat perangsang pada minuman Maia. Gadis yang baru lulus SMA ini berusaha untuk melarikan diri. Hingga ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata seorang CEO. "Akh... panas! Tolong aku, Om.... " "Jangan salahkan aku! Kau yang memulai menggodaku!"