/0/6363/coverbig.jpg?v=516bbd46dfab7b649e2ab7538db02be5)
Arina adalah gadis SMA kelas sebelas, dia memiliki perasaan yang disembunyikannya dalam-dalam terhadap salah seorang gurunya. Dia mencintai sekaligus memliki obsesi pada guru seninya. Dia juga senang bermasalah dengan para guru dan guru yang paling sering bermasalah dengannya adalah Raif, guru seninya. Namun disisi lain, dia memiliki seorang teman di sosial media yang tak dikenalinya, hanya disebutnya si Pria Tua Nakal, dan dengan si pria tua nakal itu, dia melampiaskan hasratnya yang sebenarnya dia miliki kepada Raif, guru seninya.
Dia merasakan embusan angin yang menerpa wajahnya. Tatapannya kosong menatap para pemain futsal yang sibuk merebut bola. Pagi sekitar jam sembilan. Dia menatap layar ponsel yang memutar lagu favoritnya. Rock and roll, dia senang dengan lagu rock and roll yang berjudul no pain no gain, yang dinyanyikan band Scorpion. Terlihat headset dengan tali kabel dan biji headset warna hitam menempel di telinganya.
Dia baru saja dikeluarkan dari kelasnya karena mendengarkan musik saat jam pelajaran. Namun dia sama sekali tak peduli dengan hal demikian. Dia benci dengan pribadinya namun mencintai orang lain, dia sangat mencintainya. Dia mencintai guru yang baru saja mengeluarkannya dari kelas.
Saat ini, dia duduk di teras depan kelas sepuluh, yang berhadapan dengan kelasnya yang berjarak beberapa meter dan dipisahkan oleh lapangan futsal dan lapangan basket. Arina, dia sekarang menatap fokus ke arah kelas dengan pintu terbuka. Menunggu guru yang mengajar di sana keluar.
Arina dia masih kelas sebelas dan usianya masih sangat muda. Karakternya keras dan misterius. Dia tidak senang berteman. Dia tidak memiliki teman. Tak ada satu pun yang berani mendekatinya dan tak ada satu pun yang berani memulai percakapan dengannya jika itu hanya basa-basi saja. Penampilannya aneh dan tidak sopan. Kaki bajunya selalu di luar jika itu bukan hari Senin. Rambutnya sangat pendek dan hanya sampai di leher saja. Matanya tajam dan bola matanya hitam pekat. Tatapannya selalu membosankan.
Jarinya bergerak-gerak menikmati alunan lagu. Matanya kadang memandang ke arah lapangan dan kadang menatap ke arah pintu kelas. Dia menatap seorang remaja menggiring bola layaknya pemain bola.
"Buruk! Finishing-nya, sangat buruk!" katanya dengan suara pelan menatap remaja itu menendang bola dengan keras namun tak tepat sasar.
Arina kini melihat ke arah layar ponselnya, menatap sudah jam berapa? Masih belum jam istirahat. Namun dia masih setia menunggu di tempat itu. Hingga salah satu seorang guru BP menghampirinya.
Guru BP itu kini berdiri tepat di belakang Arina yang masih fokus menatap pertandingan konyol itu.
"Kenapa berada di luar?!"
Arina tak mendengar, lagu yang bersenandung di telinganya bervolume tinggi. Jika dilihat gadis itu akan terlihat seperti laki-laki jika dia tidak mengenakan rok.
Si guru BP yang tampak geram kini membulatkan matanya. Dia adalah wanita gendut yang berkacamata, kini tangannya melengkung ke pinggang dan tatapannya seperti tatapan yang tidak menyenangkan.
Tangan besarnya terangkat dan dengan keras dia menepuek bahu gadis yang duduk di teras.
Plak!
Suaranya terdengar gurih membuat gadis itu sontak terkejut dan mendongak ke atas menatap mata tajam yang akan segera keluar. Arina terkejut dan tubuhnya yang juga nampak kecil tiba-tiba loncat dan terangkat, andai saja tak dipegangi oleh si guru gendut itu maka dia akan jatuh dari atas ke lantai koridor.
"Ke sini kau gadis berandal!" Tangan besar dan berlemak itu menyandarkan tubuh Arina tepat dia tiang tembok yang berbentuk kotak. Arina menganga dan terlihat sangat cemas. Kita juga bisa melihat tatapan yang terlihat takut itu.
"Sekarang kenapa kau bisa di luar saat mata pelajaran masih berlanjut?!" Suara si guru BP sangatlah nyaring dan tatapannya bagai memancarkan api yang siap membakar Arina.
"Katakan!"
Headset milik Arina dicopot oleh tangan penuh lemak si guru BP. Nafas Arina putus-putus. Arina mungkin dikenal dengan sebutan gadis tanpa rasa takut. Tapi nyalinya ciut jika dihadapkan dengan si gendut guru BP.
"A...ak... Pak...Raif," katanya putus-putus.
Guru gendut itu mengangguk-angguk dan tangannya kini berada di pinggang miliknya.
"Oh, sekarang Pak Raif yang mengeluarkanmu ha?"
Arina mengangguk takut.
"Apa yang kau lakukan ha?! Ha! Sehingga guru sebaik Pak Raif pun kau buat kesal!"
"Aku hanya memakai headset, tanpa mendengarkan musik." Dia menjawab dengan cepat dan tatapannya seakan ingin meyakinkan wanita berbadan besar itu.
Wanita itu mengangguk-angguk dan kembali menyeret baju Arina dengan kasar. Awalnya si guru BP gendut itu tidaklah berlaku kasar, namun Arina tidak melakukannya sekali, namun berkali-kali dia dikeluarkan oleh guru yang mengajar. Orang tuanya sudah dipanggil dua kali, namun sama sekali tidak ada perubahan pada diri gadis itu.
Headset miliknya terjatuh dengan keras ke lantai, dan pecah. Tatapannya sedih melihat headset itu.
"Padahal aku baru membelinya kemarin," katanya sedih, dan tangannya masih saja diseret oleh wanita gendut itu. Untung saja bukan ponsel yang jatuh, jika ponselnya dia tidak tahu dengan siapa dia akan meminta uang untuk membeli ponsel baru karena dia sudah merusak dua ponsel miliknya yang dibelikan oleh orang tuanya.
Dia menjadi pusat perhatian karena diseret-seret dengan kasar. Tidak ada yang membela atau prihatin padanya. Dia memang pantas mendapatkannya. Akhirnya, perjalanan setelah melewati banyak kelas dan melangkah melalui lantai koridor. Guru BP gendut itu dan Arina sampai di depan pintu kelas.
Mata di dalam ruangan itu terpusat ke arah mereka berdua. Bu BP masih menyeret seragam Arina dan membawanya masuk ke dalam ruangan kelas. Hingga pada akhirnya si guru BP itu melepas lengan baju Arina.
"Hukuman apa yang Pak Raif inginkan untuk gadis berandal ini?!" Suaranya tegas dan menakutkan menatap Pak Raif yang berbadan tinggi dan dengan tatapan sayu.
Arina, dia hanya berdiri dan menunduk ke lantai, dia terlihat sama sekali merasa tak bersalah.
Pak Raif dia menatap sekilas Arina dan merasa sedikit kasihan. Rasa iba muncul di dalam hatinya untuk anak kecil yang nakal di hadapannya itu.
"Bu, aku pikir cara Ibu menyeretnya sangatlah kasar," ucapnya dengan tenang berdiri tepat di hadapan Bu BP.
"Tidak kasar!" Arina menyahut dengan kepala menunduk.
Membuat teman-temannya menatap ke arahnya dan guru yang ada di ruangan itu juga menatapnya heran.
"Lihat? Tak usah membelanya Pak Raif, dia memang gadis yang pantas dihukum."
Pak Raif tersenyum menunduk dan menatap ke arah lantai lalu mengangkat kepalanya lagi menatap Bu BP.
"Baiklah, biarkan aku yang menghukumnya, suruh saja dia menunggu di ruanganku."
Arina mendengarnya, kepalanya langsung terangkat menatap Pak Raif yang menatap Bu BP yang gendut itu.
Arina menelan ludah dan kepalanya berpikir, dia setuju dengan hukuman apa pun dari Pak Raif.
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
"Tanda tangani surat cerai dan keluar!" Leanna menikah untuk membayar utang, tetapi dia dikhianati oleh suaminya dan dikucilkan oleh mertuanya. Melihat usahanya sia-sia, dia setuju untuk bercerai dan mengklaim harta gono-gini yang menjadi haknya. Dengan banyak uang dari penyelesaian perceraian, Leanna menikmati kebebasan barunya. Gangguan terus-menerus dari simpanan mantan suaminya tidak pernah membuatnya takut. Dia mengambil kembali identitasnya sebagai peretas top, pembalap juara, profesor medis, dan desainer perhiasan terkenal. Kemudian seseorang menemukan rahasianya. Matthew tersenyum. "Maukah kamu memilikiku sebagai suamimu berikutnya?"
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Seorang gadis SMA bernama Nada dipaksa untuk menyusui pria lumpuh bernama Daffa. Dengan begitu, maka hidup Nada dan neneknya bisa jadi lebih baik. Nada terus menyusui Daffa hingga pria itu sembuh. Namun saat Nada hendak pergi, Daffa tak ingin melepasnya karena ternyata Daffa sudah kecanduan susu Nada. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"