/0/6417/coverbig.jpg?v=f33f73e79f030bd787ab22ea99effa2a)
Dialogue yang salah akan menghadirkan banyak masalah. Dialogue yang cacat membawa kita pada kondisi sesat. Dialogue yang mencla mencle juga mampu menghadirkan Dia, Lo, Gue. Tidak ada benar dan salah, terkadang hanya karena beda bahasa. Bisakah Dia-Lo-Gue diselesaikan dengan DIALOGUE? Kisah cinta antara Arga, Binar, dan Arya. Di sisi lain, ada Arga, Melia, dan Levy. Dua segitiga cinta yang menarik untuk diikuti.
Hadirmu adalah sebuah kenyataan
Mengenalmu mungkin ketidaksengajaan
Mencintaimu bukanlah keharusan
Memilikimu hanya sebatas angan
Bukan salah Tuhan karena menciptamu
Tapi salah diriku yang terus memujamu
Mata seharusnya tertutup
Seperti hati layaknya terkunci
Arga tersenyum kecut setelah menuliskan dua bait puisi di buku agendanya. Untuk Melia, gadis pujaan dia sedari SMA. Entah kenapa, pagi ini dia teringat kembali pada gadis tersebut. Ada kerinduan yang tiba-tiba menyeruak, tanpa dapat dikendalikan. Walau sudah beberapa kali ditolak dengan kalimat pedas dan menghunjam, tetap saja dia tak bisa melupa. Cinta pertama, bahkan mungkin selamanya.
*
Arga Eka Putra, demikian Ayah memberiku nama. Kata 'Putra' di bagian paling belakang adalah nama beliau. Sosok tenang, penyabar, tetapi sangat tegas dalam memegang prinsip hidup. Setidaknya, itu yang menjadi ciri khas dalam sifat dan karakter Ayah di ingatanku.
Awal SMA, aku jatuh cinta pada teman sekelas yang bernama Melia Irawati. Ayah tersenyum saat aku menceritakan tentang dia. Dan masih teringat jelas pesan Ayah kala itu.
"Kalau kamu sungguh-sungguh suka sama dia, perjuangkan, Ga. Diterima, ya alhamdulillah. Kalau ditolak, ya maju lagi. Ditolak itu hal biasa, Ga. Ayah dulu juga ditolak sama ibumu berkali-kali, kok. Nggak terhitung malahan. Buktinya, kena juga, kan? Wong lanang kuwi menang milih, wong wedok kuwi menang nolak, Ga. Ingat itu," tutur Ayah.
Ayah menegaskan bahwa seorang pria memang punya kuasa untuk memilih, perempuan mana yang akan dia lamar atau dia nyatakan cinta. Sementara wanita, mereka punya ranahnya sendiri untuk berkuasa dalam menolak lamaran yang tidak dia suka. Sudah kodratnya demikian. Jadi, sebagai seorang pria, tak boleh takut ditolak dan tak boleh mudah menyerah. Kurang lebih, itu yang ingin Ayah tekankan kepadaku saat itu.
Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya. Pepatah itu terbukti benar. Mengikuti jejak serta pedoman ayahku, hal itu juga yang kemudian aku lakukan pada Melia. Aku mencoba untuk mengesampingkan rasa malu serta minder untuk mencoba mendekati gadis itu. Beruntungnya aku yang diberkahi otak cemerlang sehingga Melia sering meminta bantuanku untuk memahami beberapa pelajaran. Ya, setidaknya aku masih punya kelebihan dan poin plus di mata gadis pujaanku itu.
Duduk berdua dan saling berdekatan ketika mengajari Melia adalah momen paling indah bagiku kala itu. Saat aku bisa duduk sambil memangkas jarak di antara kami berdua, memandang wajah yang hanya berjarak beberapa jengkal saja dari wajahku. Bahkan, aku bisa mencium aroma rambutnya yang unik, berbeda dari teman-teman yang lainnya.
Aku memang bukan tipikal pemuda romantis, juga bukan remaja gaul, apalagi menonjol dari segi pergaulan. Secara penampilan, bukannya aku tidak tampan. Kata teman-teman, aku ini cukup menarik, kok. Hanya saja, aku ini tipikal pemuda yang rapi dan standar saja dari segala sisi, baik itu pilihan baju maupun aksesoris. Nothing special kalau kata orang-orang. Tidak ada istimewanya sama sekali. Semua serba standar dan serba biasa saja.
Pertama kali menyatakan cinta kepada Melia, aku hanya berani mengutarakannya lewat tulisan saja. Satu lembar kertas yang aku tulis dengan penuh kesederhanaan. Tak ada kata indah, romantis, apalagi puitis. Ya, sama persis seperti diriku tadi. Sangat standar dan biasa saja.
Melia, mau tidak jadi pacarku? Arga.
Ya, pesan yang aku tulis memang sesingkat dan sesederhana itu. Bahkan, aku tidak berani memberikannya secara langsung kepada Melia. Aku sisipkan kertas itu di sela halaman buku pelajaran dia yang tadi sengaja aku pinjam sebentar. Hingga beberapa hari aku menunggu jawaban, tetapi belum ada sama sekali dari dia. Bahkan, Melia juga tidak menunjukkan reaksi apa pun selama kami bertemu di kelas keesokan harinya. Hal itu sempat membuatku bingung. Namun, aku berpikir, mungkin dia belum menemukan kertas itu. Sampai suatu malam, tiba-tiba dia mengirimiku pesan via telepon genggam.
[Ngaca, Ga. Ngaca! Nggak usah lagi lo deket-deketin gue!]
Pesan itu teramat singkat, tetapi cukup untuk membuat seisi kamarku seolah berguncang karena terkena gempa. Aku baru saja masuk ke kamar dari pulang sekolah dan membaca pesan menyakitkan itu. Ternyata, begini rasanya ditolak cinta. Seperti ini rupanya patah hati. Rupanya, aku mengalaminya sekarang.
Aku tak punya cukup keberanian untuk membalas pesan dari Melia itu. Aku biarkan saja. Aku mencoba untuk mengendapkan semua rasa dalam sepi serta sedihku. Selama beberapa hari, kedua mataku sulit sekali untuk terpejam. Makan pun terasa tidak enak sama sekali. Semua terasa hambar. Jadi seperti lagu dangdut, tetapi memang itu yang aku rasakan saat ini. Bukan salah Melia kalau dia sampai menolak cintaku. Mungkin, memang aku yang terlalu tidak tahu diri hingga berani mencintai gadis seperti dia.
Di kelas, aku tidak berani mendekati Melia, bahkan untuk sekedar menyapa dirinya. Sungguh, tidak nyaman dalam situasi seperti ini. Sudah lebih dari satu minggu, kami terjebak dalam suasana yang tidak mengenakkan. Tiba-tiba, aku teringat pada pesan Ayah untuk tidak menyerah. Pagi itu, aku kembali memberanikan diri untuk menyapa Melia lagi, seolah tak pernah terjadi apa-apa di antara kami berdua.
"Hai, Mel. Kamu sudah kerjakan PR Biologi?" tanyaku dengan nada yang aku buat sebiasa mungkin, walau tetap sedikit gemetar.
Melia hanya menatapku sekilas, tanpa menjawab sepatah kata pun. Dia lalu beranjak dari kursi dan berlalu meninggalkan kelas kami. Tidak masalah. Aku lega. Setidaknya, aku sudah bisa memulai percakapan lagi. Ya, meski tidak ditanggapi oleh dia. Semoga saja, suasana di antara kami berdua bisa segera mencair lagi. Setiap hari, pasti akan aku sempatkan untuk menyapa Melia, walau mungkin tidak akan dia jawab, seperti hari ini. Semangat!
Benar kata Ayah. Setelah tiga hari aku memberanikan diri untuk menyapa, Melia mulai memberikan respon. Secara perlahan, hubungan kami berdua kembali seperti dulu lagi. Gadis itu mulai menanyakan beberapa hal tentang pelajaran yang tidak dia mengerti dan aku kembali bisa mencium aroma rambut khas milik dia lagi saat duduk di sampingnya. Benar-benar anugerah dari Tuhan.
Cintaku kepada Melia memang tak pernah berkurang, bahkan terus bertambah setiap harinya. Penolakan yang pertama dulu, aku anggap sebagai bentuk ketidaksiapan dia saja untuk memiliki hubungan yang lebih dari sekadar teman denganku. Dan aku akan memberi dia waktu untuk bisa lebih mengenalku.
Hari ini, Melia tampak lebih cantik dari hari biasanya. Dia terlihat sangat berbeda dengan cardigan rajut berwarna merah yang pagi ini dia kenakan. Sering terbersit tanya di dalam hatiku, kenapa gadis secantik dia masih belum punya pacar juga? Padahal, yang naksir sama dia juga pasti banyak. Atau memang dia belum mau pacaran di masa sekolah?
Kisah seorang ibu rumah tangga yang ditinggal mati suaminya. Widya Ayu Ningrum (24 Tahun) Mulustrasi yang ada hanya sebagai bentuk pemggambran imajinasi seperti apa wajah dan bentuk tubuh dari sang pemain saja. Widya Ayu Ningrum atau biasa disapa Widya. Widya ini seorang ibu rumah tangga dengan usia kini 24 tahun sedangkan suaminya Harjo berusia 27 tahun. Namun Harjo telah pergi meninggalkan Widy sejak 3 tahun silam akibat kecelakaan saat hendak pulang dari merantau dan karna hal itu Widya telah menyandang status sebagai Janda di usianya yang masih dibilang muda itu. Widya dan Harjo dikaruniai 1 orang anak bernama Evan Dwi Harjono
Rumornya, Laskar menikah dengan wanita tidak menarik yang tidak memiliki latar belakang apa pun. Selama tiga tahun mereka bersama, dia tetap bersikap dingin dan menjauhi Bella, yang bertahan dalam diam. Cintanya pada Laskar memaksanya untuk mengorbankan harga diri dan mimpinya. Ketika cinta sejati Laskar muncul kembali, Bella menyadari bahwa pernikahan mereka sejak awal hanyalah tipuan, sebuah taktik untuk menyelamatkan nyawa wanita lain. Dia menandatangani surat perjanjian perceraian dan pergi. Tiga tahun kemudian, Bella kembali sebagai ahli bedah dan maestro piano. Merasa menyesal, Laskar mengejarnya di tengah hujan dan memeluknya dengan erat. "Kamu milikku, Bella."
Chelsea mengabdikan tiga tahun hidupnya untuk pacarnya, tetapi semuanya sia-sia. Dia melihatnya hanya sebagai gadis desa dan meninggalkannya di altar untuk bersama cinta sejatinya. Setelah ditinggalkan, Chelsea mendapatkan kembali identitasnya sebagai cucu dari orang terkaya di kota itu, mewarisi kekayaan triliunan rupiah, dan akhirnya naik ke puncak. Namun kesuksesannya mengundang rasa iri orang lain, dan orang-orang terus-menerus berusaha menjatuhkannya. Saat dia menangani pembuat onar ini satu per satu, Nicholas, yang terkenal karena kekejamannya, berdiri dan menyemangati dia. "Bagus sekali, Sayang!"
Jatuh cinta bisa terjadi pada siapa saja, tidak terkecuali pada istri orang. Itulah yang terjadi pada Alex Spencer, pria pengangguran yang hidup menumpang pada istrinya, Tracy. Pesona Tessa membuatnya jatuh cinta teramat jauh. Sedang, Tessa merupakan istri Kapten Pasukan Elit Angakat Darat Salvador, Leo Willborwn. Jika dibandingkan dengannya, jelas Leo jauh lebih baik dari segi apa pun. Hanya saja, Tessa sering kesepian saat suaminya pergi bertugas. Kesempatan itu pun Alex gunakan untuk menjerat Tessa dalam hasrat gilanya. Mampukah Tessa menahan derasnya godaan birahi?
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.
Tessa Willson dan Leonil Scoth telah menikah hampir dua tahun lamanya. Kesibukan Leo membuat Tessa merasa kesepian. Apa lagi akhir-akhir ini Leo tak pernah membuatnya puas di atas ranjang. Akibatnya Tessa sangat kecewa. Sampai akhirnya Arnold Caldwell datang di kehidupan Tessa dan Leo. Arnold adalah ayah sambung Leo. Arnold datang ke kota New York tadinya untuk urusan bisnis. Namun siapa sangka justru Arnold malah tertarik pada pesona Tessa. Keduanya pun berselingkuh di belakang Leo. Arnold memberikan apa yang tidak Tessa dapatkan dari Leo. Tessa merasakan gairahnya lagi bersama Arnold. Namun di saat Tessa ingin mengakhiri semuanya, dirinya justru malah terjebak dalam permainan licik Arnold. Mampukah Tessa terlepas dari cengkeraman gairah Arnold, dan mempertahankan pernikahannya dengan Leo?