Pramana yang sejak tadi duduk bersujud di hadapan Kaisar dan disaksikan oleh banyak orang. Berusaha tenang, karena ia sadar telah berlaku lancang menjalin hubungan dengan Putri Anulika yang memiliki status tertinggi. Meski, cintanya merupakan ketulusan dari dalam hatinya, bukan karena ingin kekuasaan.
"Lancang!" berang Kaisar Langit sambil berdiri dari kursi termegahnya. "Apa kau pikir, karena aku terlalu memanjakanmu akan menuruti semua kemauanmu? Jangan semakin tak beradab Putri Anulika." Kaisar Langit menunjuk sang Putri dengan tatapan bengis.
Pramana ketakutan dengan kemarahan sang Kaisar yang akan membawa petaka untuk Putri Anulika. Dia tak ingin sesuatu terjadi padanya.
"Hamba, mencela yang Mulia. Hukumlah saya, jangan melibatkan Putri Anulika." Pramana memohon sambil menundukkan kepala tak berani menatap matanya yang sudah di pastikan kilatan amarah jelas ada.
"Siapa kamu? Beraninya pengawal rendahan seperti dirimu menyela aku," racau Kaisar Langit. "Pengawal cambuk, Pramana sekarang sebanyak lima puluh kali," titahnya.
Putri Anulika yang mendengar titah sang Ayah langsung memohon kembali sambil memegangi kakinya, "Ayahanda, jangan! Aku mohon." Menangis sambil menggeleng kepala.
Namun, Kaisar Langit bergeming. Mengabaikan permintaan Putri Anulika, ia teramat kecewa dengan putri satu-satunya yang dimiliki.
"Tidaaakkk!" Putri Anulika berlari ke arah Pramana yang menerima cambukan dari dua orang pengawal. Tapi, saudara laki-lakinya menahan, meski terus memberontak tetap saja tak bisa menyelamatkan kekasihnya.
"Lepaskan! Hentikan! Jangan pukul dia," raung Putri Anulika. Melihat Pramana menerima cambukan tanpa suara, hatinya teriris.
Pramana memberikan seulas senyuman kecil pada kekasih hatinya, menyampaikan kalau dirinya baik-baik saja menerima hukuman ini. Setidaknya, melihat Putri Anulika tak dihukum membuatnya tenang.
Putri Anulika melepaskan diri dari genggaman saudaranya dan berlari ke arah Kaisar Langit, ia kembali memohon sambil menarik baju bawahnya.
Kaisar Langit geram, ia menghempaskan Putri Anulika dengan kasar hingga terpental. Pramana yang melihat hal itu, langsung bangkit dan tak mengindahkan pukulan yang belum selesai diterimanya.
"Lancang kau, beraninya menghindar dari hukuman," geram Kaisar Langit yang semakin murka.
"Maafkan, Hamba, yang Mulia! Cukup beri saya saja hukuman, jangan pada Tuan Putri. Dia tidak bersalah," mohon Pramana sambil berlutut dan mengatup tangannya. Air matanya terus berlinang, memohon pengampunan pada Kaisar Langit, berharap tak akan menyakiti orang yang paling dicintainya.
Putri Anulika hanya bisa sesugukan, jari jemarinya semakin mengeratkan pada Pramana, seakan ia ingin memberi isyarat untuk menghadapi semuanya bersama.
Kaisar Langit semakin muak dan marah pada keduanya yang terang-terangan saling bersentuhan.
Para Dewa dan Dewi berbisik yang semakin menggeramkan hati sang Kaisar, ia malu dan kewibawaannya telah tercoreng karena kelakuan Anulika yang merendahkan statusnya.
Bak, melakukan perzinahan keduanya dipisahkan secara paksa. Meski, Putri Anulika meronta dan Pramana hanya bisa diam dibawah menjauh dari kekasihnya, ia terlihat pasrah akan hukuman yang diterimanya.
Hanya karena statusnya yang tinggi tak dapat membuatnya bersama dengan Pramana, bukan status atau pun cinta mereka yang salah. Melainkan, keegoisan Kaisar Langit yang menjunjung tinggi sebuah harkat di kerajaan.
"Putri Anulika, kuberi kau kesempatan terakhir. Biarkan Pramana hidup tapi aku akan penjarakan seumur hidup dan kau tak boleh menemuinya, jika kau melanggarnya aku akan membunuhnya di depanmu saat itu juga," ancam Kaisar Langit dengan tegas dan lantang.
Pramana dan Putri Anulika saling bertatapan, tatapan sedih dari manik mata mereka yang harus menerima perintah memberatkan keduanya. Demi, tidak membahayakan mereka, hanya bisa mengorbankan perasaan keduanya yang mendalam. Setidaknya, masih dapat mendengar kabar baik dari masing-masing adalah hal terbaik.
Mereka berdua menutup mata untuk menenangkan hati dan memasrahkan semuanya pada takdir yang tak dapat menyatukan mereka.