/0/7135/coverbig.jpg?v=938add4cba5b6797e7ef2d97200d49e2)
Jovanca Wanita badung, bar-bar dan juga ayam kampus. Pesonanya sangat menakjubkan hingga sangat mudah baginya untuk memikat seorang lelaki. Namun, nasib tidak semulus wajahnya. Dia terlahir sebagai yatim piatu dan tergolong dalam ekonomi rendah. Sehingga selama hidupnya dia harus banting tulang untuk memenuhi seluruh biaya hidupnya sehari-hari. Semakin lama dia merasa bosan dengan hidup yang dia habiskan dengan bekerja. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk mencoba hal baru dengan memanfaatkan kecantikannya. Sehingga atas keisengannya menggoda pria justru membuat wanita itu terjebakdalam permainannya sendiri. Jovanca dikejar-kejar oleh para lelaki beristri, sementara dia mencintai lelaki lain. Ikuti terus kisah Jovanca... Selamat membaca bagi para reader yang khilaf mampir dilapak ini, jangan lupa tinggalkan jejak, like dan komen kalian...
Bab 1 Prolog.
Seorang wanita dengan perut yang membuncit, dengan rambut yang dikucir kuda, membawa tongkat bisbol. Berjalan dengan kencang, tidak peduli dengan kondisi perutnya. Dia menggedor pintu rumah seorang wanita.
"Keluar kamu! Hei! Dasar jalang sialan! Aku akan mendobrak pintumu dan menghancurkan rumahmu jika kamu tidak segera membuka pintunya!" Wanita itu berteriak hingga otot lehernya terlihat.
Dari dalam gadis anggun itu berjalan degan malas dan membuka pintu.
"Ap..." Belum sempat dia selesai menyelesaikan ucapannya tongkat bisbol itu sudah melayang dikepalanya.
"Akh!" Gadis itu kesakitan dan terhuyung. Wanita bunting itu tetap ingin menyerangnya. Hingga pria yang diduga suaminya itu merebut tongkat bisbol tersebut dan membuangnya.
Sementara itu, gadis yang menjadi korban memegangi kepalanya yang terasa pening.
"Sialan! Bawa pergi wanitamu! Dasar, gila!" umpatnya.
Meski mulutnya tetap menteriaki gadis yang terluka itu, tetapi pria disampingnya berhasil membawa istrinya pergi dari rumah bercat putih itu.
Apa yang sebenarnya terjadi?
***
Sepasang heels dan tas beserta isinya berserakan di atas lantai. Suara gebrakan pintu tertutup dengan kasar memenuhi ruangan berukuran enam kali enam meter itu.
Seorang gadis berpostur tinggi dan memiliki kulit putih meremas rambut lurusnya yang kini berantakan akibat ulah perempuan baru saja keluar dari kamarnya tadi. Sebab, menganggap dia, Jovanca. Telah merebut kekasihnya yang sebentar lagi akan dinikahinya.
Dia menghempaskan tubuhnya pada kursi bulat diatas lantai. Penampilannya yang tidak karuan membuatnya terlihat mengerikan.
"Sial! Kenapa harus aku? Tidak bisakah, meminta mahasiswa lain? Gila!" umpatnya.
Wanita itu menatap sekeliling kamar sempit, sangat berantakan, dan tidak layak disebut dengan kamar. Dia bangkit, dan menghampiri koper yang ia letakkan di sudut ruangan.
Bersiap untuk mengikuti tour tahunan yang selalu diadakan di kampusnya. Dengan dalih mengadakan bazar amal. Namun, yang sebenarnya terjadi, adalah semua mahasiswa harus membayar uang berjumlah fantastis. Entah, ke mana perginya uang itu nantinya.
Bukan dia tidak mampu membayar, tetapi dia hanya malas harus berkumpul dengan banyak orang. Jovanca adalah tipe wanita yang suka menyendiri, dan bertindak seenaknya sendiri.
Dia tidak mau diatur, dan tidak akan bisa diatur. Hidup sendiri, di kota besar, bergaul dengan siapapun yang dia sukai. Meninggalkan mereka sesuka hatinya pula.
Beberapa barang telah siap dia kemas. Masih dengan baju yang sebelumnya, dia kenakan. Dia berkelit, untuk mengumpulkan, donasi, uang pembayaran, bus, dan juga jatah makan siang. Mengetuk kamar demi kamar asrama.
Namun, bukannya mengetuk, Jovanca, lebih pantas disebut, dengan menggedor, bak seorang rentenir yang menagih hutang.
Brak! Brak!
"Woy Buka!" teriakanya.
Wanita berkacamata, dengan rambut panjang, membuka pintu, salah satu mahasiswa, yang paling cupu dengan dandanan seperti anak TK. Rambutnya tidak pernah lepas dari kepangan.
"Bayar!" Jovanca, mengulurkan tangannya, meminta bayaran untuk tour dadakan itu. Ah– apa pantas disebut rekreasi, jika hanya sehari, semalam?
"Ehm– say– saya...." Gadis itu, tergagap, dia terlalu takut untuk menjawab pertanyaan, Jovanca.
"Apa?! Ikut tidak?! Tunggu– tidak ada yang boleh tinggal! Semua harus ikut, dan bayar padaku, cepat!"
Pinky, dia berlarian masuk ke kamarnya, dan mencari dompetnya dia mengambil beberapa lembar uang kertas, dan memberikan lima puluh dolar pada Jovanca. Tangannya masih sangat bergetar.
"Nice, cepat berkemas, dan turunlah!" Jovanca menyeringai, dan pergi. Menggedor pintu disebelah kamar Pinky.
Satu persatu dari mereka membayar. Benar benar tidak ada yang tertinggal karena Jovanca memaksa. Dia tidak mau mengeluarkan uang sendirian. Sementara salah dari mereka tidak dipungut biaya apapun.
Sebagai wanita yang mandiri ini sangat tidak adil untuk Jovanca. Jika, dia tidak diperintahkan untuk hal itu tadi. Gadis itu akan memilih untuk pergi ke kafe, dan bekerja.
Tepat, di kamar paling ujung, dan ditempati, oleh pria bertubuh gemuk. Jovanca bersiap mengangkat tangan, dan mengayun untuk mengetuk tetapi sesuatu terdengar dari balik pintu itu.
Jovanca mengurungkan niatnya untuk mengetuk ia memilih untuk memiringkan kepalanya, dan menempelkan telinga. Berniat menguping aktivitas di dalam kamar tersebut.
Bunyi keciplukan terdengar dengan jelas, bahkan napas yang memburu, sangat jelas didengar oleh gadis berambut merah itu. Jovanca, memicingkan matanya menajamkan pendengarannya guna mengetahui aktivitas apa yang dilakukan pria gendut.
Hah– Sialan! Terdengar lelaki itu menghembuskan napas lega disusul dengan umpatan. Jovanca semakin penasaran dia tanpa mengetuk pintu nekat langsung membukanya.
Begitu memasuki kamar itu betapa terkejutnya gadis badung itu. Mark berdiri di balik pintu kamar mandi, dan memegang sebuah cairan berwarna, putih. Celananya telah basah, dan pria itu pun berkeringat dengan hebat.
"Woy!" teriak, Jovanca.
Apa yang dilakukan oleh Mark si pria gendut?
Jovanca menerobos masuk kamar milik Mark, gadis itu berhasil mengejutkan pemilik kamar mereka saling tatap beberapa saat. Tatapan Jovanca tertuju pada benda yang dipegang oleh Mark.
"Sedang apa kamu?! Oh– aku tahu kamu– astaga! Fix. Aku akan sebar, bahwa kamu sering bermain main dengan sabun!" Jovanca membelalakkan matanya guna untuk menakut-nakuti Mark.
"Jo?! Sedang apa kamu di sini?" Mark terkejut dengan keberadaan wanita brutal itu.
Jovanca masih tertawa pikiran liarnya mulai menguasai diri. Matanya sampai berair karena tawanya tidak bisa dia hentikan.
"Wait! What do you think?! Jo? Ini tidak seperti yang kamu kira. Ak– aku...." Jovanca memotong ucapan pria gentong itu.
"Stop, semua sudah terbukti. Aku kira kamu sangat polos." Jovanca sama sekali tidak mau mendengar penjelasan lelaki itu.
Mulutnya masih terus mengejek tanpa mau mendengar apa yang lawan bicaranya ucapkan. "Jo, listen! Aku membersihkan kamar mandiku yang sudah sebulan tidak aku bersihkan. Keraknya membandel, dan– ini? Ini sabun yang aku gunakan untuk membersihkan lantainya. Aku terpeleset! Shit! Ini menyebalkan bukan? Buang pikiran burukmu itu!" sungut Mark.
Pria itu melemparkan sikat lantai juga sabunnya begitu saja. Acara membersihkan kamar mandi telah usai dia merasa begitu lelah. Tidak peduli dengan celana atau baju yang basah. Ia menghempaskan tubuhnya pada ranjang sempit miliknya.
Namun, Jovanca masih asyik tertawa dengan pikirannya apakah wanita seperti itu? Selalu tidak jauh pikirannya dari seks? Memalukan!
"Terserah! Apa yang kamu lakukan dikamarku?" Pertanyaan itu menyadarkan tujuan Jovanca akan tujuannya.
"Ups! Right! Bayar. Aku bertugas menarik semua uang tour buta' yang diadakan kampus ini," ucapnya sembari mengulurkan tangan.
Mark menatap telapak tangan gadis itu, dan mendengus dia baru saja membayar kelas private bahasanya. Kini laki laki itu harus kembali mengeluarkan uang lagi.
"Bolehkah aku tidak ikut? Please?" pinta Mark memelas. Meski dia tahu jawabannya adalah tidak. Jovanca tidak akan membiarkan temannya kaya sendirian.
"No!" Ia menjawab dengan singkat, dan menggeleng.
"Ck, come on Jo. Please, aku tahu kamu baik Please," bujuknya. Tanpa menyerah.
"No!" Jovanca kembali menolak. "Bayar sekarang atau aku akan mencari sendiri di tasmu?" Jovanca menoleh di mana tas Mark berada.
"Oh– menyebalkan." Pria itu bangkit, dan mendekati tasnya. Dia terpaksa membayar untuk hal yang tidak dia ketahui fungsinya.
"Memang, apakah kamu baru menyadari bahwa kuliah di sini sangat menyebalkan." Jovanca menyahut selembar uang kertas seratus dolar itu dan berlalu.
"Jo! Kembalian!" teriak Mark. Jovanca menoleh, dan hanya menyunggingkan senyum misterius yang entah apa artinya.
"Nanti!" balasnya kemudian. Semua itu membuat lelaki obesitas semakin merengut kesal.
***
Semua mahasiswa telah siap. Mereka membutuhkan dua bus untuk pergi ke tempat tujuan. Sebuah kota di ujung provinsi. Kota Mayoral. Tujuannya hanya sebuah motel kecil, dan keesokan harinya mereka akan membuka bazar di sebuah taman.
Hal yang bagi sebagian orang itu sangat tidak berguna termasuk Jovanca. Bazar amal, mereka tidak harus melakukan itu untuk membantu sesama. Bisa dengan langsung menunjukan bantuan pada yang bersangkutan bukan? Setidaknya itulah yang dipikirkan oleh, Jovanca.
Namun, dia juga harus ikut serta. Sambil menyelam minum susu. Dia berharap ada sesuatu yang bisa mengalihkan kebosanan dari acara itu nantinya.
Butuh sekitar tiga jam untuk mereka tiba di motel terpencil Mayoral. Benar, terpencil karena itu sebuah sudut kota bahkan bisa disebut dengan perkampungan desa terpencil. Jarang dimasuki wisatawan atau orang dari luar kota.
Apa yang akan didapatkan oleh Jovanca di sana?
Bersambung...
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
*Warning Mature Conten* Banyak adengan 21+. Mohon bijak dalam memilih bacaan. Dalam kondisi mabuk dan kecewa berat kepada sang kekasih yang berselingkuh, Floretta Shopia Copper mengambil memutuskan memberikan kehormatannya kepada Jeff Nickolas Edmund, bodyguard nya sendiri. “Nona yakin ingin melakukan yang pertama kalinya denganku?” Nick memastikan sekali lagilagi sambil mata tajamnya menatap serius. Shopia mengangguk, “ya, saat ini aku sangat menginginkanmu. Aku tidak akan menyesal memberikan keperawananku kepadamu.” “Kalau itu yang Nona mau, aku akan melakukannya. Untuk terakhir kalinya aku meminta Nona untuk berpikir sekali lagi. Sebab, aku tidak akan mundur atau berhenti nantinya." “Lakukanlah, berikan aku pengalaman pertama yang menakjubkan.” Entah memang benar keinginan dari hati atau hanya pelampiasan semata, Shopia menyerahkan diri seutuhnya kepasa sang bodyguard tanpa tahu niat tersembunyi pria itu terhadapnya dan terhadap orang tuanya.
Gaza dan Clara terpaksa menikah karena suatu kejadian. Mereka menjalani rumah tangga dengan terpaksa, hingga keduanya menyadari jika mereka telah jatuh cinta sedari awal. Namun, masalah demi masalah muncul ketika mereka telah menyatakan cinta satu sama lain.
Kedua orang yang memegangi ku tak mau tinggal diam saja. Mereka ingin ikut pula mencicipi kemolekan dan kehangatan tubuhku. Pak Karmin berpindah posisi, tadinya hendak menjamah leher namun ia sedikit turun ke bawah menuju bagian dadaku. Pak Darmaji sambil memegangi kedua tanganku. Mendekatkan wajahnya tepat di depan hidungku. Tanpa rasa jijik mencium bibir yang telah basah oleh liur temannya. Melakukan aksi yang hampir sama di lakukan oleh pak Karmin yaitu melumat bibir, namun ia tak sekedar menciumi saja. Mulutnya memaksaku untuk menjulurkan lidah, lalu ia memagut dan menghisapnya kuat-kuat. "Hhss aahh." Hisapannya begitu kuat, membuat lidah ku kelu. Wajahnya semakin terbenam menciumi leher jenjangku. Beberapa kecupan dan sesekali menghisap sampai menggigit kecil permukaan leher. Hingga berbekas meninggalkan beberapa tanda merah di leher. Tanganku telentang di atas kepala memamerkan bagian ketiak putih mulus tanpa sehelai bulu. Aku sering merawat dan mencukur habis bulu ketiak ku seminggu sekali. Ia menempelkan bibirnya di permukaan ketiak, mencium aroma wangi tubuhku yang berasal dari sana. Bulu kudukku sampai berdiri menerima perlakuannya. Lidahnya sudah menjulur di bagian paling putih dan terdapat garis-garis di permukaan ketiak. Lidah itu terasa sangat licin dan hangat. Tanpa ragu ia menjilatinya bergantian di kiri dan kanan. Sesekali kembali menciumi leher, dan balik lagi ke bagian paling putih tersebut. Aku sangat tak tahan merasakan kegelian yang teramat sangat. Teriakan keras yang tadi selalu aku lakukan, kini berganti dengan erangan-erangan kecil yang membuat mereka semakin bergairah mengundang birahiku untuk cepat naik. Pak Karmin yang berpindah posisi, nampak asyik memijat dua gundukan di depannya. Dua gundukan indah itu masih terhalang oleh kaos yang aku kenakan. Tangannya perlahan menyusup ke balik kaos putih. Meraih dua buah bukit kembarnya yang terhimpit oleh bh sempit yang masih ku kenakan. .. Sementara itu pak Arga yang merupakan bos ku, sudah beres dengan kegiatan meeting nya. Ia nampak duduk termenung sembari memainkan bolpoin di tangannya. Pikirannya menerawang pada paras ku. Lebih tepatnya kemolekan dan kehangatan tubuhku. Belum pernah ia mendapati kenikmatan yang sesungguhnya dari istrinya sendiri. Kenikmatan itu justru datang dari orang yang tidak di duga-duga, namun sayangnya orang tersebut hanyalah seorang pembantu di rumahnya. Di pikirannya terlintas bagaimana ia bisa lebih leluasa untuk menggauli pembantunya. Tanpa ada rasa khawatir dan membuat curiga istrinya. "Ah bagaimana kalau aku ambil cuti, terus pergi ke suatu tempat dengan dirinya." Otaknya terus berputar mencari cara agar bisa membawaku pergi bersamanya. Hingga ia terpikirkan suatu cara sebagai solusi dari permasalahannya. "Ha ha, masuk akal juga. Dan pasti istriku takkan menyadarinya." Bergumam dalam hati sembari tersenyum jahat. ... Pak Karmin meremas buah kembar dari balik baju. "Ja.. jangan.. ja. Ngan pak.!" Ucapan terbata-bata keluar dari mulut, sembari merasakan geli di ketiakku. "Ha ha, tenang dek bapak gak bakalan ragu buat ngemut punyamu" tangan sembari memelintir dua ujung mungil di puncak keindahan atas dadaku. "Aaahh, " geli dan sakit yang terasa di ujung buah kembarku di pelintir lalu di tarik oleh jemarinya. Pak Karmin menyingkap baju yang ku kenakan dan melorotkan bh sedikit kebawah. Sayangnya ia tidak bisa melihat bentuk keindahan yang ada di genggaman. Kondisi disini masih gelap, hanya terdengar suara suara yang mereka bicarakan. Tangan kanan meremas dan memelintir bagian kanan, sedang tangan kiri asyik menekan kuat buah ranum dan kenyal lalu memainkan ujungnya dengan lidah lembut yang liar. Mulutnya silih berganti ke bagian kanan kiri memagut dan mengemut ujung kecil mungil berwarna merah muda jika di tempat yang terang. "Aahh aahh ahh," nafasku mulai tersengal memburu. Detak jantungku berdebar kencang. Kenikmatan menjalar ke seluruh tubuh, mendapatkan rangsangan yang mereka lakukan. Tapi itu belum cukup, Pak Doyo lebih beruntung daripada mereka. Ia memegangi kakiku, lidahnya sudah bergerak liar menjelajahi setiap inci paha mulus hingga ke ujung selangkangan putih. Beberapa kali ia mengecup bagian paha dalamku. Juga sesekali menghisapnya kadang menggigit. Lidahnya sangat bersemangat menelisik menjilati organ kewanitaanku yang masih tertutup celana pendek yang ia naikkan ke atas hingga selangkangan. Ujung lidahnya terasa licin dan basah begitu mengenai permukaan kulit dan bulu halusku, yang tumbuhnya masih jarang di atas bibir kewanitaan. Lidahnya tak terasa terganggu oleh bulu-bulu hitam halus yang sebagian mengintip dari celah cd yang ku kenakan. "Aahh,, eemmhh.. " aku sampai bergidik memejam keenakan merasakan sensasi sentuhan lidah di berbagai area sensitif. Terutama lidah pak Doyo yang mulai berani melorotkan celana pendek, beserta dalaman nya. Kini lidah itu menari-nari di ujung kacang kecil yang menguntit dari dalam. "Eemmhh,, aahh" aku meracau kecil. Tubuhku men
Jatuh cinta bisa terjadi pada siapa saja, tidak terkecuali pada istri orang. Itulah yang terjadi pada Alex Spencer, pria pengangguran yang hidup menumpang pada istrinya, Tracy. Pesona Tessa membuatnya jatuh cinta teramat jauh. Sedang, Tessa merupakan istri Kapten Pasukan Elit Angakat Darat Salvador, Leo Willborwn. Jika dibandingkan dengannya, jelas Leo jauh lebih baik dari segi apa pun. Hanya saja, Tessa sering kesepian saat suaminya pergi bertugas. Kesempatan itu pun Alex gunakan untuk menjerat Tessa dalam hasrat gilanya. Mampukah Tessa menahan derasnya godaan birahi?
BACAAN KHUSUS DEWASA Siapapun tidak akan pernah tahu, apa sesungguhnya yang dipikirkan oleh seseorang tentang sensasi nikmatnya bercinta. Sama seperti Andre dan Nadia istrinya. Banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari. Atau memang sengaja tidak pernah mau tahu dan tidak pernah mencari tahu tentang sensasi bercinta dirinya sendiri. Seseorang bukan tidak punya fantasi dan sensasi bercinta. Bahkan yang paling liar sekalipun. Namun norma, aturan dan tata susila yang berlaku di sekitranya dan sudah tertanam sejak lama, telah mengkungkungnya. Padahal sesungguhnya imajinasi bisa tanpa batas. Siapapun bisa menjadi orang lain dan menyembunyikan segala imajinasi dan sensasinya di balik aturan itu. Namun ketika kesempatan untuk mengeksplornya tiba, maka di sana akan terlihat apa sesungguhnya sensasi yang didambanya. Kisah ini akan menceritakan betapa banyak orang-orang yang telah berhasil membebaskan dirinya dari kungkungan dogma yang mengikat dan membatasi ruang imajinasi itu dengan tetap berpegang pada batasan-batasan susila