/0/7168/coverbig.jpg?v=73e11841d753e5749ea99b9abf480ef2)
Suka hujan, tapi tak suka kebasahan. Suka sepi, tapi tak suka kesepian. Suka rindu, tapi tak suka perdebatan. Suka bersama, tapi tak suka disamakan. Suka berdua, tapi tak suka di duakan. Namaku Hanum Raharja, Aku bukan gambaran wanita sempurna. Aku hanya mewakili ribuan wanita di luar sana yang tak mampu berkisah tentang perihnya sebuah luka. Dibanding untuk meratapi sebuah penghianatan, aku lebih memilih mementahkan semua tuduhannya terhadapku. Aku memang tak Sempurna, namun jika hina di anggapnya sebagai mahkota. Maka akan ku tunjukkan siapa Ratu yang sesungguhnya. "Bukankah itu yang selalu kamu tuduhkan padaku? Aku hanya berusaha mementahkan tuduhanmu, agar tak menjadi fitnah." Hanum. Aku tak peduli, meski bersamanya aku hanya akan memeluk luka.
Di luar hujan.
Minggu pertama di bulan April.
Aku menyesap caramel macciato yang ku pesan beberapa waktu lalu. Minuman yang selalu menjadi favoritku kala penat mulai menyelimuti.
Rasa kopi yang nikmat dipadukan dengan aroma wangi dari caramel membuat perpaudan yang begitu pas memanjakan lidah dan hidungku.
Aku menatap ke luar jendela kafe yang langsung menghadap ke jalan raya. Lalu lalang kendaraan, serta beberapa orang yang tengah berlarian untuk menghindari hujan.
"Sudah siap?" Aku menatap seseorang yang baru saja datang dan sedikit basah.
"Sorry, tadi sedikit kejebak macet." Ucapnya meminta maaf karena sudah membuatku menunggunya.
Aku hanya memberi respon dengan sebuah anggukan kecil.
Aku melihat dia tengah mengeluarkan laptop, tape record dan satubuah notebook lengkap dengan alat tulisnya.
Dia Nadira Aiswara. Seorang penulis.
"Jadi kita mulai dari mana Mbak?" Tanyanya saat sudah bersiap membuka laptopnya.
"Aku tidak tahu harus memulai semua dari mana, apakah Kamu bisa memberiku saran?" Tanyaku kembali.
"Mbak bisa mulai dari awal, atau mungkin Mbak mau bercerita dulu. Bagaimana rasa sakit yang Mbak rasakan?"
Aku menggeleng dengan senyum kecut, "bahkan aku sendiri sudah tak lagi bisa merasakannya, rasanya kebas. Sesak saja sudah hilang dari dadaku."
Sudah sejak lama aku memang tak lagi mampu merasakan apa itu kesakitan, sebab yang ku rasakan sekarang bukan lagi tentang sakit hati. Tapi lebih dalam dari itu. Lukaku tak lagi mampu ku jabarkan dengan kata - kata. Jadi aku tidak tahu jika di tanya bagaimana rasa hatiku, yang jelas hancur saja tidak cukup untuk melukiskan bagaimana keadaanku saat ini.
"Kalau begitu saya ganti pertanyaannya." Nadi menutup laptopnya, kemudian melipat tangan diatas meja. "Bagaimana mbak bisa berjuang sampai di titik ini."
Aku menatapnya, ini yang aku suka dari seorang Nadira. Dia sangat pintar untuk memancing beragam emosi yang ada dalam diriku, apa yang ia tanyakan tadi? Bagaimana aku bisa bertahan hingga detik ini? Bertahan untuk tetap tegar, sabar, atau tetap waras?
"Mungkin aku melakukan beberapa kegilaan?" Kataku.
Nadi tersenyum, "itulah yang perlu Mbak Hanum lakukan sekarang, berlakulah sedikit gila. Agar Mbak bisa melepaskan segala lara."
"Aku sudah lama menggila, agar tetap waras."
Lalu kami terkekeh bersama, Nadi menyesap kopi hitam yang ku pesankan. Ini adalah pertemuan ke empat kami, pertama kami bertemu di sebuah seminar . Ke dua kami bertemu tak sengaja di sebuah galery seni sampai akhirnya Aku tertarik untuk memberinya sebuah kisah semu yang pernah ku rindu. Dan pertemuan ke tiga kami berakhir dengan aku yang menceritakan secara garis besar bagaimana kisah hidupku.
Disini aku tidak akan mengisahkan sebuah kerumitan drama penghianatan yang pasanganku lakukan. Karena disini aku ingin sekali mengisahkan sebuah kisah yang aku gariskan sendiri sebagai takdir tanpa mau mengikut campurkan tangan Tuhan.
Mungkin aku terlalu congkak jika aku menggariskan kisahku sebagai takdir, tapi aku memang enggan sekali membawa nama Tuhan dalam bobrok yang aku lakukan.
Aku mencintainya, aku menginginkannya sebagai bagian dari kisah bahagiaku.
Aku memang menggila, dan aku akan benar - benar menjadi gila ketika dia juga memberiku kisah kasih yang sama besarnya.
Dia adalah gambaran nestapa terindah yang Tuhan ciptakam untukku, satu - satunya luka terhebat yang tak pernah ku sesali dalam hidupku.
Dia adalah gambaran dari sebuah penghancur dan juga harapan.
"Jadi siapakah gerangan, laki - laki beruntung yang sudah membuat seorang Hanum Raharja menggila."
Aku terkekeh, namun bibirku juga mengucap sebuah nama yang selalu ku semogakan disetiap untaian doa.
"Fabian Dirgantara."
"Wow!" Aku menatap Nadi terpekik, "aku manggilnya mas Bian boleh mbak?" Tanyanya padaku.
"Terserah kamu Nad." Kataku berusaha untuk tenang.
Tidak tahu kenapa, hanya sekedar menyebut namanya saja hatiku rasanya membuncah. Ada debar hebat yang tak mampu aku redam.
"Apa mbak Hanum benar - benar ingin menceritakannya padaku?" Tanyanya memastikan.
Tanpa ku jelaskan panjang dan lebar, aku tahu Nadi tak sepenuhnya mempercayaiku.
Sebagai seorang penulis, dia pasti menyadari rasa tak nyaman dariku yang tak lagi bisa ku tutupi.
Nyatanya memang seperti itu, Fabian adalah sosok yang tak mudah aku hapuskan kisahnya dalam hidupku.
Kisah rumit tapi begitu indah.
"Jika benar yang kamu maksud adalah kisah ini nyata atau tidak. Ya? Mungkin kamu perlu sedikit memberinya bumbu - bumbu romansa. Atau kalau perlu kamu bisa memberikan gambaran derai air mata atas luka yang berbalut luka dan bertumpuk derita."
Aku melihat Nadi terkekeh, "aku jadi ragu jika mbak Hanum ini seorang barista. Karena dibanding meracik kopi menjadi sebuah minuman yang nikmat untuk di sesap. Mbak Hanum bahkan lebih jago mengolah kata menjadi sajak yang penuh makna bagi penikmat."
"Kamu tidak usah khawatir Nad? Aku terlalu cinta pada kedai tua milikku. Aku tidak begitu tertarik untuk menulis. Tapi jika nanti ada kesempatan. Mungkin aku akan menggeser posisimu di Lintang Pustaka." Candaku menyebutkan sebuah penerbit ternama yang ditempatinya bekerja sebagai editor.
"Kalau hari itu terjadi, aku akan menggantikanmu untuk meracik kopi mbak." Balasnya kemudian yang membuatku terkekeh.
"Jadi kamu masih berminat mendengar kisahku, atau memgambil posisi pekerjaanku?" Tanyaku kemudian.
"Kisahmu mbak. Lagipula, aku ini hanya penikmat kopi bukan pecinta."
"Aku dan dia memiliki banyak kesamaan, entah dari hobi dan pandangan tentang hidup. Bahkan beberapa hal kecil tentang makanan saja kita satu selera." Aku mengulas senyum ketika membayangkan bagaimana semua kebetulan itu benar ada, "meski kita sering beradu argumen, tapi hal itu tak lantas membuat kita berantem. Tidak ada satupun perdebatan kita yang berakhir cek cok, karena dia adalah gambaran dari sebuah tawa yang tak bisa reda."
Aku kemudian menatap wajah Nadi, ia tampak serius mendengarkanku sambil menggoyang - goyangkan tape record yang sudah ia nyalakan.
Aku menggembungkan pipiku, memejamkan mataku sehenak kemudian aku menatap lurus ke arah luar dinding kaca yang mengelilingi Kafe.
"Semua masalah, akan menjadi lelucon untuknya. Hidupku memang sudah lama gila. Tapi bersamanya aku semakin menggila dan yang terpenting adalah aku bahagia."
Aku diam. Aku menjeda, agar Nada bisa mencerna dan menyusun sebuah pertanyaan.
"Mbak Hamun mencintainya?" Tanyanya kemudian.
Aku mengangguk.
Aku tak berbohong. Perasaan itu sudah lama ada, namun aku baru merabanya. Sebelum benar - benar terasa, aku lebih dulu memilih untuk menyimpannya.
"Aku mencintainya. Perasaanku tidak pernah berkurang dan justru bertambah setiap harinya. Aku bingung menamainya apa. Tapi aku tau perasaan itu nyata. Dan aku selalu menyebutnya sebagai cinta." Aku menghela napas, dadaku tiba - tiba sesak.
"Bian. Dia adalah luka yang kupeluk dengan sengaja."
Warning!!!!! 21++ Aku datang ke rumah mereka dengan niat yang tersembunyi. Dengan identitas yang kupalsukan, aku menjadi seorang pembantu, hanyalah bayang-bayang di antara kemewahan keluarga Hartanta. Mereka tidak pernah tahu siapa aku sebenarnya, dan itulah kekuatanku. Aku tak peduli dengan hinaan, tak peduli dengan tatapan merendahkan. Yang aku inginkan hanya satu: merebut kembali tahta yang seharusnya menjadi milikku. Devan, suami Talitha, melihatku dengan mata penuh hasrat, tak menyadari bahwa aku adalah ancaman bagi dunianya. Talitha, istri yang begitu anggun, justru menyimpan ketertarikan yang tak pernah kubayangkan. Dan Gavin, adik Devan yang kembali dari luar negeri, menyeretku lebih jauh ke dalam pusaran ini dengan cinta dan gairah yang akhirnya membuatku mengandung anaknya. Tapi semua ini bukan karena cinta, bukan karena nafsu. Ini tentang kekuasaan. Tentang balas dendam. Aku relakan tubuhku untuk mendapatkan kembali apa yang telah diambil dariku. Mereka mengira aku lemah, mengira aku hanya bagian dari permainan mereka, tapi mereka salah. Akulah yang mengendalikan permainan ini. Namun, semakin aku terjebak dalam tipu daya ini, satu pertanyaan terus menghantui: Setelah semua ini-setelah aku mencapai tahta-apakah aku masih memiliki diriku sendiri? Atau semuanya akan hancur bersama rahasia yang kubawa?
Novel ini berisi kompilasi beberapa cerpen dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan penuh gairah dari beberapa karakter yang memiliki latar belakang profesi yan berbeda-beda serta berbagai kejadian yang dialami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dengan pasangannya yang bisa membikin para pembaca akan terhanyut. Berbagai konflik dan perseteruan juga kan tersaji dengan seru di setiap cerpen yang dimunculkan di beberapa adegan baik yang bersumber dari tokoh protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerpen dewasa yang ada pada novel kompilasi cerpen dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Novel Cinta dan Gairah 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti ibu rumah tangga, mahasiswa, CEO, kuli bangunan, manager, para suami dan lain-lain .Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Karena sebuah kesepakatan, dia mengandung anak orang asing. Dia kemudian menjadi istri dari seorang pria yang dijodohkan dengannya sejak mereka masih bayi. Pada awalnya, dia mengira itu hanya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, namun akhirnya, rasa sayang yang tak terduga tumbuh di antara mereka. Saat dia hamil 10 bulan, dia menyerahkan surat cerai dan dia akhirnya menyadari kesalahannya. Kemudian, dia berkata, "Istriku, tolong kembalilah padaku. Kamu adalah orang yang selalu aku cintai."