/0/7194/coverbig.jpg?v=4ff094347bed047f5498cb232d936bd6)
Austin O'pry seorang CEO di O'Pry Enterprises Holdings menyabet gelar Arogant, angkuh dan memiliki integritas cukup disiplin dalam perusahaan besar ia miliki. Mengganggap wanita semua sama 'murahan' termasuk pada Aurora Wihelmina, wanita polos dan sederhana bekerja di perusahaannya karena masa lalu menyakitkan ditinggalkan sang tunangan. Aurora yang melihat Austin tampak biasa, seolah tidak tertarik pada kesempurnaan tubuh ia miliki membuat pria bermata biru menggebu. Tidak akan ada wanita yang tidak bisa ia takhlukan dan berakhir di ranjang berderit yang menjadi kebiasaannya. Emosi, penasaran, ingin mengenal, membenci menyatu. Hasrat Austin semakin gila menginginkan Aurora yang terusan menolak dan ingin menjadikannya wanita penghangat ranjang. Ketika, Aurora mulai nyaman ia menyadari kalau ia telah bertunangan dengan pengawal setia Austin. Mampukah Aurora mengakui kebohongan pada Austin ketika pria itu mulai mempercayai cinta? Apakah mereka tetap bertahan ketika Grace mulai berusaha mendapatkan Austin kembali dalam pelukannya? IG : MariaGustiSilaban
Hari ini adalah jadwal kepulangan pria bertubuh sempurna tak bercela kalau kata kaum hawa sebut. Atletikus merupakan bentuk tubuh yang ideal. Ya, pria itu sudah meraih predikat untuk kesempurnaan banyak diimpikan semua kaum wanita apalagi warna mata begitu mencolok ketika orang menatap, berwarna biru.
Bentuk tubuhnya memiliki perawakan bak olahragawan, kepala dan dagu yang terangkat ke atas, dada penuh, perut rata-berkotak, dan lengkung tulang belakang dalam batas normal.
Ia sudah memutuskan kembali dalam beberapa bulan ke Indonesia. Negara itu banyak kenangan untuknya. Kenangan pahit tentu ada, kenangan indah? Entahlah. Austin O'pry masih mengingat kenangan yang membuat menjadi pribadi pemarah, hingga sikap pria melekat dengan kata 'arogan'.
Tiket khusus kelas bisnis itu masih ia tatap, tatapan sendunya menatap tiket itu. Di ruangan apartemen luas bak sebuah gedung besar mewah, Austin tersenyum arogan. Dan diruangan ini ia banyak menghabiskan waktu hanya bekerja.
Austin menatap hiruk pikuk di negara yang terkenal dengan kincir angin. Menatap dari gedung yang menjulang tinggi, mata biru semakin mencolok. Seakan memikirkan sesuatu tapi entahlah, ia masih sibuk berpikir.
Austin meraih ponsel keluaran terbarunya. Setelah menekan nomor yang di tuju, ia memasukkan tangan kanan ke saku celana jas slim ia kenakan sembari berdiri lugas.
"Aku ingin semuanya tertutup. Jangan sampai ada seorang pun yang melihat kepulanganku," ucapnya di selular dan masih memasang wajah angkuh.
"Saya sudah prepare kepulangan Tuan Muda, keamanan sudah cukup ketat setiba Tuan nanti dan untuk mobil dua jam sebelum sampai sudah menunggu."
"Kamu tidak melupakan sesuatu 'kan?!" Austin menekankan setiap kalimat tercetus dari bibir seksinya.
"Semuanya aman Tuan Muda. Sudah saya persiapkan jauh sebelum keputusan Tuan kembali." Seseorang di selular berkata.
Austin bernapas lega, "Bagus kalau begitu. Jadwal keberangkatan beberapa jam lagi. Kamu sudah selesai dengan urusanmu?"
"Sudah Tuan muda, semua yang Tuan butuhkan di Indonesia nanti semuanya sudah saya aman."
"Oke, mobil sudah menunggu di bawah?"
"Sudah Tuan, saya sudah menyiapkan mobil. Saya sedang menunggu Tuan di bandara, mengantisipasi ada orang melihat."
"Aku tidak sia-sia memperkerjakanmu Frank."
"Terimakasih Tuan Muda atas kepercayaannya."
Austin menatap jam tangan pattek phillipe dari balik jas blue navy slim fitnya. "Baiklah, aku akan bersiap." Mematikan ponsel tanpa mendengarkan jawaban lagi.
Dengan langkah elegan, akhirnya ia keluar dari Apartemen pribadi mewah itu.
Sebelum dia pergi, Austin pergi menuju kantor mengambil beberapa berkas perusahaan di Indonesia. Setiap pegawai yang menoleh langsung tertunduk menghormati, memberikan salam disiplin. Tidak pernah seumur hidup mengeluarkan senyum natural. Hanya senyum sekadar menghargai terpancar, itu juga hanya terjadi di rapat kantor.
Austin terus berjalan keluar kantor setelah mendapatkan berkas yang dicari, dengan langkah teratur dan tenang tanpa membalas sapaan pegawai.
Mobil Audi khusus telah menunggu, ia keluar. Sekilas ia menatap kantornya itu, ia akan pergi ke Indonesia selama enam bulan. Sudah sangat lama kantor di sana tidak ada yang mengurus, jadi Austin akan pergi sembari menikmati liburan.
Belajar dari masa lalu yang kelam menjadikan hidup lebih baik dan pastinya membuat siapa pun tidak ingin ke lubang yang sama lagi. Hidup harus tetap dilanjutkan seburuk apa pun masa lalu.
Austin sudah menjadi pria sukses, memiliki semuanya kecuali pendamping. Di umur yang sudah sangat matang belum juga menikah. Jangan tanya berapa wanita yang sudah ditidurinya.
Ajudan itu membuka pintu untuknya, mempersilahkannya duduk, sengaja pulang dengan stelan jasnya, ia ingin dipandang orang dengan sebutan pria kaya.
Mobil pun melaju meninggalkan perusahaan Austin Enterprise Holdings, perusahaan ternama dan terbesar di negara itu.
Sesampainya di Bandar Udara Internasional Schiphol, Austin sudah dinantikan pengawal merangkap sebagai sopir pribadi. Tidak lama menunggu, Frank sudah hadir di depan menundukkan kepala, memberikan hormat untuk atasannya.
"Semua oke?" tanya Austin dengan bibir sensual.
"Semua yang Tuan perlukan sudah beres. Pesawat bisnis juga sangat jauh dari orang bawah."
"Bagus kalau begitu," Austin berjalan angkuh.
Beberapa karyawan di Bandara yang mengenal memberi hormat dan menundukkan kepala. Bagaimana tidak, Austin hampir menanamkan semua saham di setiap perusahaan yang sedang berkembang pesat. Termasuk saham di Bandara ini.
Sesampai di dalam pesawat kelas bisnis, tak henti Austin menatapi sekeliling.
"Tuan semuanya aman," Frank sepertinya mengerti maksud pencarian Austin.
"Aku hanya ingin memastikan saja." Austin merebahkan tubuh sembari memejamkan mata.
"Tuan," Frank memanggil sopan.
"Hmm ...." Austin hanya berdehem, mata masih terpejam.
Frank berdehem, menjelaskan sebaik mungkin. "Nona Grace. Pihak bandara di sana sudah mencoba menghentikan kedatangannya tapi dia terlalu memaksakan keinginan Tuan."
"Apa maunya lagi?" Austin muak.
"Saya juga belum tahu pasti Tuan. Aku pikir nona Grace masih mengharapkan Tuan Muda."
"Apa kamu mengatakan sesuatu dengannya?"
"Ada Tuan, saya mengatakan kalau kedatangan Tuan tidak ingin diganggu siapa pun termasuk dia."
"Lalu?"
"Tapi seperti yang Tuan ketahui, dia tetap bersikeras ingin menjemput kedatangan Tuan."
"Perempuan munafik! Tidak tahu diri." Austin mengungkapkan penuh dengan emosi yang mulai terbakar.
"Kalau Tuan mau, saya bis-"
"Tidak Frank." Austin memotong ucapan Frank lalu menatap serius.
Frank tidak ingin membalas, ia akan tetap mendengarkan setiap perkataan tajam Austin. Pria itu membenci dibantah.
"Biarkan saja. Aku sudah tidak tertarik dengannya, bahkan aku sangat muak melihatnya."
"Kalau Tuan keberatan saya bisa menugaskan petugas keamanan di sana untuk mengusir Nona Grace dari bandara."
"Tidak Frank. Itu tidak perlu. Karena aku sudah tidak perduli tentang kehidupan dia lagi."
"Maaf Tuan, akan saya laksanakan semua perintah Tuan." Frank menunduk patuh.
Austin memilih memejamkan mata kembali. Tak lama kemudian Frank menuju belakang dan ikut merebahkan tubuh. Mereka akan berada di atas awan untuk beberapa jam ke depan.
Setelah penerbangan yang memakan waktu cukup lama akhirnya mereka mendarat di Bandara Soekarno-Hatta. Dengan sigap, Frank menelpon para pengawal yang sudah hadir di Bandara. Langkah Elegan membuat orang terhenyak menatap ketampanan luar biasa. Mata biru mencolok yang pasti membuat para wanita ingin dalam dekapannya.
"Tuan, saya sudah menyiapkan mobil Tuan yang ada di sebelah sana," ucap Frank menunjuk beberapa meter letak mobil hitam kilat terparkir.
"Semua sudah sangat aman," Frank melanjutkan maksud Austin memendarkan pandangan.
Austin memberikan senyum kecil untuk pengawal pribadi itu. Frank sudah bekerja untuknya semenjak ia berumur lima tahun hingga kini usia semakin matang di angka tiga puluh tahun, kesetiaan membuat Frank menjadi kepercayaan keluarga O'pry.
Austin terus berjalan dengan anggun menuju mobil yang sudah di siapkan untuknya.
"Austin!" Seru sosok wanita berambut cukup jreng, merah cerah tersebut.
Austin hapal suara itu, suara pernah mengisi hari, suara yang
Menghancurkan hidupnya. Austin tidak menatap tapi langkah berhenti menunggu.
Merelakan apa saja demi pria ia cintai sudah menunggu sedari malam, menantikan kedatangan yang menurutnya mendadak. Tapi, terkait tentang Austin ia akan siap menunggu selama apa pun itu.
'Mantan tunanganku, apa kabarmu. Apa kamu masih mengingat kisah kita dulu? Kisah yang mungkin sudah kamu lupakan tapi aku ... aku masih mengingatnya.'
Pesawat kelas bisnis mendarat di Bandara, walau menatap dari kejauhan. Tadi malam ia berhasil mengontak Frank, keberangkatan malam dan akan sampai siang ini. Langkah kaki dibalut sepatu hitam mengkilatnya itu melangkah anggun menuju mobil yang sedari subuh menunggu di tempat cukup jauh dari kerumunan orang.
Ia ingin melihat wajah tampan dengan mata binar, apa dia juga-ingin-menemui?
"Austin!" Panggilnya lagi setelah langkah terhenti.
Austin memunggungi, dia tidak menatap. Grace masih mencintai, meski kenangan indah itu ia hancurkan dulu tapi kini yakin ada setetes cinta yang tersisa untuknya.
Grace Novita ingin ke pelukkan Austin, kembali menjadi wanita yang hebat di ranjang bersamanya. Austin belum menikah, bahkan dia masih memegang CEO terkaya di negara Belanda juga di Indonesia.
Mata indah yang tidak akan bisa dilupakan, walau saat itu dia masih merintis kekayaan tapi karena rasa sabar hilang Grace meninggalkannya padahal waktu itu pernikahan mereka tinggal hitungan hari.
"Austin," Grace berjalan sedikit cepat dan berhasil menatap wajah setelah beberapa tahun lamanya.
Dia masih tidak menatap, wajah keras membuat Grace semakin ingin dalam dekapan.
"Apa kamu tidak merindukanku?" tanya Grace.
"Tidak."
"Tap-tapi aku sudah menunggumu sangat lama. Aku- aku ...."
"Aku apa? Berpikirlah yang jernih dan gunakan pikiranmu itu sebaik mungkin."
"Austin, aku masih mencintaimu." Grace menjelaskan bernada serak.
"Jangan jadi wanita yang bodoh!"
Grace memberanikan menyentuh lengan dipenuhi bulu halus . "Kamu pasti masih mencintaiku 'kan? Kenangan indah kita, tidak akan pernah kamu lupakan sayang."
"Lepaskan!" Austin berseru dengan wajah seringai.
"Austin ...."
Austin menyingkirkan tangan Grace, merasa terpojok dengan kelakuan. Menyesal sudah meninggalkan di saat hidup Austin sedang bangkrut, kemiskinan melarat.
Austin menatap Grace pada akhirnya, "Jangan pernah memanggil namaku lagi. Aku harap ini pertemuan terakhir kita," ucap Austin pergi meninggalkan Grace mematung.
Grace terdiam, air mata jatuh menahan rasa menyesal. Dia bukan Austin yang dulu. Sekarang dia menjadi pria dingin yang angkuh, kasar, arrogant.
Tapi Grace berjanji, akan mengambil hati kembali. Karena saat ini dia sudah menjadi pria kaya, memiliki lebih dari empat perusahaan ternama dengan begitu hidup Grace juga tidak akan kekurangan lagi.
Instagram : Mariagustisilaban Nala Sundari, tidak pernah menyangka jika kesuciannya harus direnggut secara tragis oleh pria-pria yang tidak ia kenal. Lima orang, bergantian memerkosanya. Dunia Nala hancur. Rencana pernikahan yang akan digelar dua hari mendatang, berakhir begitu saja. Setelah kejadian itu, bukannya mendapat dukungan, Nala malah dianggap mempermalukan keluarga. Calon suami Nala marah dan kecewa. Lelaki yang Nala anggap jodoh terbaik, tega meninggalkannya begitu saja. Tidak ada satu pun dari mereka yang mau menghapus air mata Nala. Bahkan, mereka menendangnya, memintanya pergi sejauh yang dia bisa. Nala berusaha untuk memulai lagi kehidupannya. Namun, salah satu pria yang sudah menghancurkannya, justru muncul di hidupnya. Pria itu berkali-kali menolong Nala, sekali pun mendapat penolakan. Lantas, cukupkah itu untuk membuat Nala memaafkannya? Atau, Nala akan menghindar, pergi sejauh-jauhnya dari pria yang sudah menodainya? Apakah ini takdir Tuhan? Semua tidak baik-baik saja.
"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Karena sebuah kesepakatan, dia mengandung anak orang asing. Dia kemudian menjadi istri dari seorang pria yang dijodohkan dengannya sejak mereka masih bayi. Pada awalnya, dia mengira itu hanya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, namun akhirnya, rasa sayang yang tak terduga tumbuh di antara mereka. Saat dia hamil 10 bulan, dia menyerahkan surat cerai dan dia akhirnya menyadari kesalahannya. Kemudian, dia berkata, "Istriku, tolong kembalilah padaku. Kamu adalah orang yang selalu aku cintai."