Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / The Beautiful Replacement
The Beautiful Replacement

The Beautiful Replacement

5.0
132 Bab
69.9K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Seraphine Sarasvati di ujung tanduk karir modeling saat tidak ada satupun tawaran pekerjaan. Dia terancam diusir dari apartement, menunggak cicilan mobil, berhenti perawatan kulit dan terancam kelaparan tanpa sokongan dana. Di posisi terjepit, Seraphine berniat menjadi perempuan penghibur atas saran managernya. Sampai kemudian kabar bahagia datang. Sari—kakak kandung Sera—meninggal dunia meninggalkan wasiat yang menyatakan bahwa hak asuh putrinya jatuh ke tangannya. Namun Arche Salaras Hadiratma—mantan suami Sari yang berdarah konglomerat, justru menawarinya pernikahan. Sera mendapatkan banyak celah untuk menjadi lintah penyedot uang dari Arche. Namun situasi yang terjadi justru tak selaras dengan rencananya. Pesona ketampanan Arche dan hati putihnya membuat Sera linglung. Sanggupkah Sera memperkokoh tujuannya mendekati Arche hanya demi uang?

Bab 1 Si Gadis Mata Duitan

"Sera, bersaing di dunia modeling itu sulit, bahkan kamu udah buka-bukaan kaya gini pun tetep aja sulit. Ehm, begini aja, gue ada kenalan pejabat yang kemarin nanyain lo. Semalam bisa nyampe 60 juta, gue sih paling cuma minta duit bensin doang. Gimana, mau?"

Seraphine Sarasvati yang memakai masker dan pakaian formal menatap lelaki flamboyan di hadapannya dengan sepasang mata kucing menyipit. Gadis yang berprofesi sebagai model gravure itu mengangkat tangannya sekedar tuk memberi gestur agar lelaki di hadapannya berhenti bicara sebelum dia membuka masker.

Ketika masker itu dilepas, hidung mungil dengan bibir merah alaminya terlihat menahan amarah.

"Coba sekali lagi lo ngomong!" tantang Sera.

"Open BO Beb, santai lo jangan tersinggung gitu ya! Tujuan lo jadi model seksi ini kan pasti buat ngegoda laki-laki kaya di luaran sana, kan?" jawab lelaki itu terkekeh.

Sera mengambil minuman di atas meja tuk dia tumpahkan di atas kepala lelaki yang sering memberinya pekerjaan. Sera tahu karir modelingnya akan makin sempit ketika dia melakukan hal sebarbar ini, tetapi tidak ada belas kasihan untuk lelaki yang memandang sebelah mata dirinya.

"SERA! ASTAGA!!!" teriak Hani—manajer Sera, secepat angin menyerbu posisi Sera di kursi restoran paling ujung.

Dengan cepat Hani memeluk pinggang ramping Sera tuk dia jauhkan dari Hardian—lelaki yang kini basah setelah dibasuh segelas es jeruk.

"Sekali lagi lo nawarin pekerjaan menjijikan kaya gitu, gue mandiin lo pake kopi panas!" teriak Sera memaki. Tangannya menunjuk-nunjuk wajah Hardian yang sekarang shock tak bisa berkata-kata.

Hani menyeret tubuh Sera menjauhi posisi Hardian.

"Lo tolol ya?" teriak Hani menghempaskan tubuh Sera di kotak lift. Sera sontak menepis tangan Hani di lengannya. Perempuan ber-make up tipis itu menggerutu dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

"Tolol? Dia ngajak gue ketemuan bukan mau kasih kerjasama modeling Han, tapi nawarin open BO, udah gila kali ya," maki Sera. "I know, kerjaan gue sekarang sepi. Tapi dia kurang ajar banget ngira tubuh gue bisa dibeli."

"Bukannya selama ini lo jual tubuh ya?" tanya Hani membuat Sera terdiam. "Secara implisit tentunya. Selama ini lo jadi model gravure—pose sana sini cuma pake bikini, itu bukan jual tubuh?"

"Seenggaknya gue dinikmati secara seni, bukan disewa buat puasin laki-laki enggak jelas," jawab Sera mendesis.

"Jangan sok idealis Ra! Kalau sampai bulan depan lo enggak dapat kerjaan, lo mau diusir dari apartemen harga selangit lo itu?"

Sera terdiam.

"Sebagai manager yang atur keuangan lo, bulan ini emang paling miris."

Sera ingin mengumpat. Hani benar-benar menjadikan dirinya sebagai manager—yang mengurusinya karena uang. Benar-benar sialan!

"Lo harus bayar sewa apartemen, cicilan mobil mewah lo, beli make up, baju-baju sampai makanan diet yang enggak murah. Lo yakin bisa?"

Sera melenguh. Kedua tangannya sudah terangkat siap mengacak-acak rambut kala denting lift membuat mereka terdiam, lalu putuskan berjalan keluar.

Seraphine begitu lenjang. Tubuhnya tinggi semampai dengan wajah lonjong bergaris rahang tegas. Mata kucingnya adalah daya tarik seorang Lovita Seraphine di dunia gravure. Kulit putihnya pun mudah sekali didandani sehingga dia sering mendapat job menjadi tokoh anime.

Namun sungguh sial, sudah lama sekali sejak Sera mendapat uang dari modeling.

Hani benar, keuangannya benar-benar di ujung tanduk. Dan sialnya, gaya hidupnya yang tinggi seperti tali yang akan mencekiknya jika tak lekas dipikirkan bagaimana cara membayar segala biaya.

"Terus lo sebagai manager, nyaranin gue jual diri gitu, hah?" seru Sera setelah membanting pintu taksi. Mereka memasuki taksi yang Hani cegat di pinggir bangunan restoran tempat Sera dan Hardian bertemu.

"Why not? Lo bukan perawan! Realistis aja say, lo mau hidup baik ya harus ada yang lo korbankan. Lagipula ini Jakarta, enggak usah sok suci!"

Sera menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Sungguh berat sekali masalah jobless ini. Seraphine adalah yatim piatu yang sudah belasan tahun hidup mandiri. Dia tak punya keluarga. Jadi ketika dia tak ada tawaran menjadi objek foto atau modeling, maka bisa dipastikan dia akan menjadi gelandangan.

Sera tak punya ijazah universitas sebab sejak lulus SMA dia sibuk bekerja menghidupi diri sendiri.

Kadang-kadang, Sera iri dengan kehidupan banyak orang. Terutama anak orang kaya. Mereka dengan mudah hidup tanpa merasa cemas akan esok hari.

Menurunkan kaca jendela sampai mentok, Sera melihat ibukota pada malam hari. Beberapa orang hilir mudik di trotoar. Ada yang baru pulang bekerja dan ada yang sedang bermain. Ada yang sedang menunggu angkutan umum dan ada pula yang sudah ditunggu supir pribadi.

Kehidupan yang sangat indah.

Mereka bahkan tak perlu seperti Sera—membiarkan tubuhnya dipamerkan demi sebuah bayaran. Dan sayangnya, pekerjaan yang selama ini menghidupinya pun tak berlangsung lama.

"Oh ya Ra, dari kemarin ada yang minta nomor lo. Katanya bukan urusan kerjaan," kata Hani membuyarkan lamunan Sera.

Sera semakin melenguh. Kalimat 'katanya bukan kerjaan' semakin menyakitinya. "Capek deh."

"Bilangnya atas nama Sari," tambah Hani dengan suara enteng.

Sera seketika membeku mendengar nama itu. Gestur tubuhnya tiba-tiba kaku.

"Nga—ngapain? Gue enggak mau berurusan sama nama itu lagi!" tanya Sera setelah sekian lama hanya diam.

"Dia enggak ngasih tahu alasannya. Kayaknya penting banget sampe enggak bisa diomongin sama gue."

"Udah biarin aja. Blokir kalau perlu!" Ucapan Sera begitu tegas. Tak mau dibantah.

"Serius? Takutnya keluarga lo?"

"Lo tahu gue enggak punya keluarga," gerutu Sera.

Hani mengedikkan bahunya.

Sera tidak akan peduli. Sari sudah dia buang dari akal sehatnya. Kepeduliannya pada perempuan itu sudah lenyap sejak terakhir kali Sari tega meninggalkannya sendirian di ganasnya Ibu kota.

***

SEBUT ini putus asa, tetapi Sera seperti menjilat ludahnya sendiri. Baru 3 hari lalu dia mempermalukan Hardian yang menawari pekerjaan menjual diri, sekarang Sera sudah berdiri di depan ruangan ekslusif bar yang biasanya dihuni tamu-tamu VIP.

Sera seketika mulas. Dia ingin melarikan diri, tetapi tagihan uang sewa apartemen lebih membuatnya malas.

"Its okay Ra, cuma 1 jam. Dan lo cuma dengerin cerita om-om mesum. No kiss, no make out apalagi seks. Mudah, kan?" Sera mengingatkan dirinya.

Namanya yang cukup dikenal sebagai model gravure membuat tarifnya besar bahkan ketika tugasnya hanya menemani mabuk-mabukan.

Sera mengusap rambut coklatnya yang dia biarkan terurai tuk menutupi bahunya yang terekspos dengan gaun bertali spaghetti.

"Okay, gue perlu ke kamar mandi!" Sera benar-benar merasa mulasnya bukan karena gugup, tetapi karena dia sakit perut.

Setelah dari kamar mandi, Sera yang lesu berjalan kembali ke ruang ekslusif yang sudah dia hapal di luar kepala. Di lorong menuju dance floor, dia berpapasan dengan lelaki tinggi rupawan berkemeja putih yang rapih dimasukkan ke celana bahan. Formal sekali. Seperti hendak menghadiri rapat.

Tiba-tiba lelaki itu berbalik sehingga matanya bersibobrok dengan matanya. Sera melayangkan senyum nakal dengan kedipan sebelah mata. Senyuman yang membuat photographernya senang ketika dia berpose dengan itu. Senyuman yang dia bagi-bagikan secara cuma-cuma untuk para lelaki di bar.

"Sera, kan?"

Tak Sera sangka, lelaki itu menyapanya. Dan entah kabar baik atau buruk, lelaki itu mengetahui namanya.

"Excuse me?" Sera mengangkat sebelah alisnya dengan ekspresi bingung. Nama panggungnya sebagai model adalah 'Lovita'. Sera adalah panggilan orang-orang yang sudah mengenalnya dengan baik.

"Lovita Seraphine?" tanya lelaki itu memastikan.

"Eh, kenapa lo tahu nama gue? Lo Pak Subagja yang order gue sejam?" tanya Sera mengira lelaki di hadapannya adalah orang yang memesannya.

Buru-buru Sera merubah wajah bingungnya menjadi ramah penuh senyum.

"Saya Arche," kata lelaki itu mengulurkan tangan. "Saya yang hubungi manajer kamu beberapa hari terakhir."

"Lo mau nawarin gue kerjaan?" tanya Sera seketika menjabat tangan Arche yang terulur. Senyumnya tak luntur.

"Bukan, saya enggak mau nawarin pekerjaan. Saya datang untuk membicarakan soal Sari."

Sera sontak menarik tangannya dengan wajah memucat.

"Gue enggak kenal siapa yang lo omongin—" Sera buru-buru berbalik kembali ke lorong menuju kamar mandi. Dia berlari dengan heels 12 cm-nya yang runcing.

Sera benar-benar panik mendengar nama Sari sehingga dia tak peduli jika dia akan terjatuh.

"Sari meninggal Sera, dia punya anak. Di surat wasiatnya dia menyerahkan anaknya ke bawah kepengasuhan kamu," kata Arche mengejar Sera.

Sera sontak tersentak mendengar informasi itu. Tubuhnya membeku. Wajahnya memucat. Menoleh, Sera menatap Arche dengan pandangan shock.

Arche tersenyum tipis, terlihat sangat ironi senyuman tersebut. "Kita harus bicara di ruang yang lebih baik, dengan pengacara saya tentunya."

"Lo ... siapanya Sari?" tanya Sera mencicit.

"Suaminya."

Sera semakin melotot shock. Sari, yang amat dia benci, ternyata hidup lebih baik. Dia menikahi lelaki rupawan bertubuh tinggi yang dilihat dari pakaiannya terlihat sangat kaya raya. Dan sungguh mengejutkan, Sari memiliki anak.

Sera tiba-tiba tertawa kecil. Dia senang sekali kakak kandungnya itu mati. Berarti hidup Sari bisa dibilang jauh lebih sial dibanding dirinya. Sera amat berharap Sari mati tertabrak kereta, atau jatuh dari atap gedung.

"Dia enggak salah nitip anaknya di gue?" kekeh Sera ingin sekali menari striptis di mayat kakak kandung sialannya itu. "Gue enggak akan pernah mau merawat apapun peninggalannya. Termasuk anak. Ngerepotin."

"Sebaiknya kita bicara di tempat yang jauh lebih tenang."

"Enggak perlu, gue sibuk! Bilang sama mayatnya Sari gue enggak sudi ngurus anaknya!" seru Sera berapi-api. "Sialan banget itu istri lo, ninggalin gue sekalinya datang cuma buat nitipin anak."

"Kalau memang seperti itu keputusan kamu, saya mau kamu menandatangi surat pengalihan hak asuh. Kita harus membicarakannya dengan serius di depan pengacara saya—"

Ucapan Arche tak jelas apa akhirnya sebab Sera sudah ditarik cukup keras dari belakang. Pelakunya adalah Hani. Lengan Sera sakit sekali ditarik keras. Perempuan bertubuh mungil itu sekarang melotot menatap Sera.

"Lo enggak tahu siapa yang lagi ngomong sama lo, hah?" desis Hani tepat di kuping Sera.

"Emangnya siapa?"

"Arche Salaras Hadiratma, laki-laki yang bikin perempuan manapun berdoa jadi jodohnya."

"Iya gue tahu dia ganteng tapi biasa aja kali."

Arche menatap kikuk dua perempuan yang berbisik-bisik cukup jauh di hadapannya.

"Bukan ganteng doang Sera, tapi dia juga anak orang kaya," seru Hani begitu antusias. "Lo lagi ditawar jadi simpanan sama dia?"

"Heh! Bukanlah!" desis Sera menggetok kepala Hani.

Hani mengaduh kesakitan. Sera pun menjelaskan kedatangan Arche menemuinya. Singkatnya, Sera hendak dijadikan tempat penitipan anak. Sudah tahu alasan sebenarnya, pupil mata Hani makin melotot lebar.

"Sumpah!!!! Ini tuh kabar baik buat lo Sera!!!!" bisik Hani dengan nada antusias. "Kapan lagi lo bisa dapat duit cuma modal ngurus anak kecil yang bisa lo serahin ke Nanny-nanny?"

Sera tampak bosan menatap Hani. Orientasi Hani memang tak pernah berubah. Selalu tentang uang.

"Ini kesempatan lo jadi Nia Ramadhani Ra!!!" tambah Hani menggebu-gebu. "Lo bisa seharian scroll media sosial tanpa harus capek kerja kesana kemari. Sewa apartemen lo aman, cicilan mobil lunas dan biaya hidup lo juga tercukupi."

Sera menatap Hani penuh minat. Ucapan Hani ada benarnya juga. Anak Sari yang dititipkan kepada dirinya barangkali adalah 'ladang uang'.

"Come on, lo bilang ke dia kalau lo punya kesepakatan," cetus Hani mendorong Sera agar bertindak.

Tatap Sera beralih ke Arche yang terlihat kikuk berdiri di lorong bar yang sama sekali tak beradab. Didorong Hani, Sera pun mendekati Arche kembali.

Berdehem, Sera pun bersedekap menatap Arche. "Sorry gua agak mabuk tadi jadi gue bilang enggak mau ngurus anaknya si Sari. Tapi setelah gue ngobrol sama temen gue, urusan ini jelas enggak bisa ditolak karena ya tadi, udah ditulis di surat wasiat, kan?"

Arche mengangguk.

"So, kapan kita bisa ketemu buat ngobrolin ini?" tanya Sera dengan dagu terangkat, menantang Arche.

Dalam hati, Sera bersorak girang, Arche Salaras Hadiratma di matanya seperti ladang uang baru.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY