/0/7546/coverbig.jpg?v=89bc845251cbbf93d7c30e696bd94b5c)
Hidup itu harus pintar untuk menjilat, seseorang yang pandai dalam mencari muka. Dia akan mendapatkan posisi yang bagus, juga pekercaan dari orang lain. Dunia kehidupan hanya penuh dengan peperangan, mereka yang paling pandai melepas serta memakai topek. Mereka adalah orang yang akan bertahan sampai akhir, pada dasarkan. Di dunia ini, tidak ada satu orang pun yang benar-benar baik. Mereka hanya datang, lalu saling memanfaatkan
Terik matahari serta hembusan anginya terasa begitu panas, Erwin seorang perwira polisi sedang berada di atas sebuah tebing yang cukup curam. Semilir angin membuat rambut pendeknya bergoyang-goyang, matanya melirik ke arah bawah. Ombak pantai terlihat seperti sedang marah, dia hanya menghembuskan napasnya dengan panjang, lalu dia memutar tubuhnya. Kedua tangannya dia rentangkan ke arah samping, sambil memejamkan kedua matanya. Tidak lama dia pun mulai menjatuhkan tubuhnya ke air, di dalam air dia menahan napasnya.
Saat ini dia tidak mempunyai niat untuk berenang ke atas permukaan, tidak lama dia mendengar suara ikan paus yang sedang bernyanyi ini membuat matanya terbuka. Dia melihat ada tiga ikan paus yang besar menghampiri dirinya, tubuhnya saat ini terasah begitu sakit. Dia seolah sedang berada di arena tinju baradu kekuatan, tapi sayangnya ada beberapa orang yang sengaja memegangi tangannya. Sehingga membuat dia tidak bisa bergerak, dia memberontak tapi tidak ada yang menolongnya. Hidungnya sudah mengeluarkan darah, pandangannya sudah terlihat samar. Namun dia masih terus berusaha mengalahkan laki-laki yang sedang beradu tinju dengannya, tangan dan kakinya saat ini mulai memberontak. Suara ikan paus terdengar semakin merdu, saat ini Erwin mengeleng-gelengkan kepalanya. Dia berusaha melihat laki-laki yang sedang beradu tinju dengannya, tapi tidak lama dia melihat ada sebuah cahaya dari arah permukaan yang semakin mendekatinya. Sekarang dia sudah berubah pikiran, dia tidak ingin mati dan akan berenang ke arah permukaan.
"Ahh," teriak Erwin dengan terkejut.
Ternyata saat ini dia sedang bermimpi, kepalanya masih terasa sangat sakit akibat pengaruh obat yang dia komsumsi semalam. Dering ponselnya terdengar sangat menganggu, membuat dirinya menjadi sangat kesal. Dia berusaha beranjak dari tempat tidurnya, bersiap untuk pergi bekerja.
"Ahh, ini sangat menyebalkan. Aku sangat tidak menyukainya," umpatnya yang terlihat marah tanpa sebab yang pasti.
Saat ini Erwin baru saja selesai mandi, rambut basahnya masih dia keringkan mengunakan sebuah handuk. Dia membuka pintu kulkas di rumahnya, meraih satu botol air mineral lalu menenguk semuanya dalam satu kali tegukkan. Dia juga melihat ke arah lainnya, mencari apakah ada sesuatu yang mungkin bisa di makan. Namun sayangnya kulkas yang dia punya hanya berisi minuman saja, ini membuat dirinya semakin kesal.
"Ah, jika seperti ini terus aku bisa mati mudah. Sangat tidak menguntungkan, aku menampungnya di rumahku dan inilah yang aku dapatkan. Sangat menyebalkan, sepertinya aku harus mendengarkan kata-kata orang kuno. Terkadang aku juga harus menjadi seorang monster agar bisa hidup dengan tenang," umpat Erwin masih dengan raut wajah emosi.
Saat ini Ewin kembali berjalan memasuki kamarnya, dia mencari pakaian untuk dia pakai. Tapi lagi-lagi dia terlihat sangat kesal, jas hitam kesayangannya entah bagaimana tiba-tiba saja sudah hilang dari lemarinya. Saat ini dia tahu, hanya ada satu orang yang dapat dia jadikan tersangka. Dengan emosi dia langsung meraih ponselnya, lalu menghubungi seseorang.
'Hei apakah kamu tidak tahu malu, kamu menumpang di rumahku dan kamu bersikap seenaknya saja. Kamu menghabiskan makananku dan sekarang jas kesayanganku juga menghilang, katakan di mana kamu menaruhnya. Jangan bilang saat ini jas itu berada bersama dengan kamu?" bentak Erwin kepada pria yang dia hubungi saat ini.
Tidak lama terdengar suara balasan seorang pria dari dalam telepon, terdengar pria itu hanya bisa menerima bentakan dari Erwin.
'Maafkan aku, saat ini aku sedang berada di rumah teman wanitaku. Aku pinjam dulu jas kamu, tidak mungkin aku berpakaian jelek di hadapan teman wanitaku. Saat ini aku dan dia baru tahap perkenalan saja, kita ini sahabat jangan bersikap pelit seperti ini. Aku pinjam dulu jasmu ini,' ucap pria ini yang semakin memancing emosi Erwin.
'Apa urusannya denganku, kamu sedang berkencan dengan wanita lain. Lalu apa hubungannya denganku, jika kamu tidak mempunyai pakaian yang bagus tidak usah berkencan. Jangan ganggu jas kesayanganku,' bentak Erwin yang semakin marah.
'Hey bung, ayolah kita ini sahabat. Tolong bantulah temanmu ini, nanti malam aku akan mentaktir kamu untuk minum. Aku tutup dulu ya, wanitaku datang.' Ucap pria itu lalu mematikan teleponnya.
'Hey aku belum selesai,' ucap Erwin lalu terdengar suara tut.. tut.. tut.. yang mengartikan jika telepon sudah diakhiri.
Saat ini Erwin menjadi semakin kesal, dia semakin terbawah oleh emosi tingginya. Sebenarnya Erwin adalah jenis orang yang mudah marah, tapi kemarahannya tidak bertahan lama. Dia hanya marah sebentar, setelah itu dia akan kembali menjadi pria baik lagi. Saat ini Erwin terpaksa memakai jas lain, dia terlihat sedang memandangi pakaiannya hari ini dari sebuah cermin. Terlihat tidak terlalu buruk, tapi tidak sesuai dengan selera pakaiannya. Erwin saat ini masih saja terus mengomel sendiri, dia melampiaskan amarahnya pada sebuah meja yang tidak bersalah.
"Ini terjadi karena aku terlalu baik dengan manusia, harusnya aku tidak menerimanya menginap di rumahku. Saat ini rumahku terlihat sangat berantakan dan hampir mipir seperti kapal pecah, ini benar-benar membuat aku menjadi sesak napas. Kenapa aku bisa berteman dengan orang yang tidak berguna seperti dia, harusnya aku tidak pernah berbuat baik kepadanya. Dengan begitu dia juga tidak akan menjadi besar kepala," umpat Erwin masih dengan hatinya yang sangat kesal.
Saat ini Erwin mulai keluar dari apartemennya, dia mulai berjalan ke tempat parkir. Saat ini dia mulai membuka pintu mobilnya, namun dari arah lain dia merasa seperti ada seseorang yang sedang memperhatikan dirinya. Seketika dia tidak jadi untuk masuk ke dalam mobilnya, dia menutup kembali pintu mobilnya lalu berjalan ke arah sebuah cctv. Dia melihat ke arah sekitar tidak ada yang mencurigakan, namun dia masih merasa jika saat ini dia tidak sendirian. Tapi karena melihat jam tangan yang menunjukan jika dirinya sudah hampir terlambat, membuat dirinya harus segara pergi menujuh ke tempat kerjanya. Di perjalan terlihat sedikit lebih macet dari pada kemarin, sudah hampir satu jam mobilnya berhenti dan tidak berjalan. Dia tidak bisa ke mana-mana lagi, di depan sedang ada perbaikan jalan sehingga mau tidak mau dia harus menunggu untuk bergantian lewat. Setelah sampai di kantor polisi tempat dia bekerja, dia langsung dengan segara memarkirkan mobilnya. untunglah masih ada waktu dia masih belum terlambat, berangkat dari rumah dua jam sebelum masuk kantor bukanlah pilihan yang salah. Dia sering melakukan itu karena sering terjebak macet, tidak hanya itu jarak antara rumahnya dengan kantor polisi tempat dia bekerja juga cukup jauh. Saat ini Erwin mulai mengunci pintu mobilnya lalu berjalan memasuki kantor polisi, saat dia sudah berada di depan pintu kantor polisi tempat dirinya bekerja. Ada seorang wanita cantik yang datang menghampiri dirinya, wanita itu terlihat sangat marah kepadanya. Wanita ini ternyata adalah mantan kekasih Erwin, wanita ini tidak terima jika kekasihnya ditetapkan sebagai tersangka dari kasus pembunuhan yang kerap terjadi. Wanita ini mengeluarkan kata-kata kasar kepada Erwin, sebenarnya wanita ini sangat mahir dalam bela diri.
Karena cinta seseorang bisa menjadi seorang monster, namun karena cinta juga bisa membuat gunung es menjadi cair. Dan karena orang itu, Randy seorang detektif kehilangan kewarasannya.
Kaindra, seorang pria ambisius yang menikah dengan Tanika, putri tunggal pengusaha kaya raya, menjalani kehidupan pernikahan yang dari luar terlihat sempurna. Namun, di balik semua kemewahan itu, pernikahan mereka retak tanpa terlihat-Tanika sibuk dengan gaya hidup sosialitanya, sering bepergian tanpa kabar, sementara Kaindra tenggelam dalam kesepian yang perlahan menggerogoti jiwanya. Ketika Kaindra mengetahui bahwa Tanika mungkin berselingkuh dengan pria lain, bukannya menghadapi istrinya secara langsung, dia justru memulai petualangan balas dendamnya sendiri. Hubungannya dengan Fiona, rekan kerjanya yang ternyata menyimpan rasa cinta sejak dulu, perlahan berubah menjadi sebuah hubungan rahasia yang penuh gairah dan emosi. Fiona menawarkan kehangatan yang selama ini hilang dalam hidup Kaindra, tetapi hubungan itu juga membawa komplikasi yang tak terhindarkan. Di tengah caranya mencari tahu kebenaran tentang Tanika, Kaindra mendekati Isvara, sahabat dekat istrinya, yang menyimpan rahasia dan tatapan menggoda setiap kali mereka bertemu. Isvara tampaknya tahu lebih banyak tentang kehidupan Tanika daripada yang dia akui. Kaindra semakin dalam terjerat dalam permainan manipulasi, kebohongan, dan hasrat yang ia ciptakan sendiri, di mana setiap langkahnya bisa mengancam kehancuran dirinya. Namun, saat Kaindra merasa semakin dekat dengan kebenaran, dia dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah dia benar-benar ingin mengetahui apa yang terjadi di balik hubungan Tanika dan pria itu? Atau apakah perjalanan ini akan menghancurkan sisa-sisa hidupnya yang masih tersisa? Seberapa jauh Kaindra akan melangkah dalam permainan ini, dan apakah dia siap menghadapi kebenaran yang mungkin lebih menyakitkan dari apa yang dia bayangkan?
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Haris dan Lidya sedang berada di ranjang tempat mereka akan menghabiskan sisa malam ini. Tubuh mereka sudah telanjang, tak berbalut apapun. Lidya berbaring pasrah dengan kedua kaki terbuka lebar. Kepala Haris berada disana, sedang dengan rakusnya menciumi dan menjilati selangkangan Lidya, yang bibir vaginanya kini sudah sangat becek. Lidah Haris terus menyapu bibir itu, dan sesekali menyentil biji kecil yang membuat Lidya menggelinjang tak karuan. “Sayaaang, aku keluar laghiiii…” Tubuh Lidya mengejang hebat, orgasme kedua yang dia dapatkan dari mulut Haris malam ini. Tubuhnya langsung melemas, tapi bibirnya tersenyum, tanda senang dan puas dengan apa yang dilakukan Haris. Harispun tersenyum, berhasil memuaskan teman tapi mesumnya itu. “Lanjut yank?”
Istriku yang nampak lelah namun tetap menggairahkan segera meraih penisku. Mengocok- penisku pelan namun pasti. Penis itu nampak tak cukup dalam genggaman tangan Revi istriku. Sambil rebahan di ranjang ku biarkan istriku berbuat sesukanya. Ku rasakan kepala penisku hangat serasa lembab dan basah. Rupanya kulihat istriku sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun jelas dia kesulitan karena mulut istriku terlalu mungil untuk menerima penis besarku. Tapi dapat tetap ku rasakan sensasinya. Ah.... Ma lebih dalam lagi ma... ah.... desahku menikmati blowjob istriku.
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"