/0/8414/coverbig.jpg?v=51e1ce1e6f1f56df0df67b909487b185)
Meskipun sudah berkali-kali dilabrak oleh istri sah dari pria yang dia goda, Alana masih saja tak jera. Entah, mungkin dia telah mengidap gangguan jiwa, di mana penderitanya merasa bahagia dan senang jika telah dilabrak, dan dihajar di depan umum oleh wanita yang prianya telah berhasil dia tiduri. Bangaa karena hebat dan cantik, adalah hal pertama yang terlintas di benak wanita berusia dua puluh dua tahun tersebut. Kegilaan Alana dalam menggoda suami kaya tak juga mereda. Meskipun dia juga sempat dilarikan ke IGD karena mendapat perlakuan yang brutal dari Irma, seorang istri yang telah membabi buta mendapai suaminya telah berhubungan intim dengannya di sebuah hotel.
"Brak!" sebuah pintu di didobrak dari luar, sehingga menimbulkan suara yang cukup kencang, serta mengagetkan dua sejoli yang sedang dimabuk asmara.
Seorang pria terbelalak kaget, mana kala memandang ke ambang pintu berdiri istrinya dengan wajah penuh amarah dan air mata. Segera pria itu beranjak bangkit. Namun, wanita yang berada di bawahnya, malah melingkarkan kedua lengan pada leher, serta kedua kaki pada pinggangnya, dengan kuat. Sehingga, Guan, nama pria itu, tak dapat berkutik, serta tak bisa lagi berdalih pada sang istri dan beberapa saksi yang dibawa untuk menggrebeknya.
"Alana! Apa yang kamu lakukan? Lepaskan!" teriak Guan dengan mata melotot dan penuh emosi.
"Apa yang aku lakukan? Aku masih belum selesai. Kau pikir apa aku ini? Setelah puas kau kencingi, main udahan saja? Lalu, pergi begitu saja tanpa memberikan aku kepuasan balik?" jawab Alana dengan tenang.
"Alana! Astaga, kau ini!" runtuk Guan prustasi. Miliknya juga sudah kisut, dan mungkin, gerakan kecil saja sudah akan keluar dari lubang kenikmatan gadis cantik di bawah tubuhnya itu. Tapi, Alana tak peduli. Semakin membuat istri Guan sakit, itu lah tujuannya. Toh, kalaupun jika pada akhirnya nanti dia dihajar dan Guan tak membantu juga tak masalah. Dari pria itu, dia sudah mendapatkan satu unit mobil mewah dan rumah seharga 500 Milyar.
"Mas! Sudah empat tahun kita menikah, dan akhirnya aku hamil anakmu. Inikah yang kau lakukan di belakangku?" teriak Irma, dengan suara bergetar karena menahan emosi, dan tangis yang begitu dahsyat di dalam dadanya.
Karena sudah tak lagi mendapatkan jalan keluar, Guan menghempaskan tubuh telanjang Alana. Gadis itu tertawa puas. Meskipu ada beberapa pria bersama degan Irma, dia tak juga terlihat risih, apalagi malu. Alana malah melakukan gerakan eksotis, dengan tubuh telanjangnya dan mengambil kemeja Guan yang bercecer di lantai dan memakainya.
"Irma, kamu tenang dulu, ya Sayang, aku bisa jelaskan ini semu sama kamu baik-baik, oke?" ucap Guan setelah berhasil dengan buru-buru melilit tubuh telanjangnya dengan selimut.
Irma tak menjawab. Dia menangis sejadi-jadinya. Mungkin, saat ini dia sudah snagat benci, dan jijik untuk memandang suaminya setelah mendapati dia berhubungan badan debgan jelas di depan mata bersama wanita jalang. Tapi, hatinya juga masih merasa cinta. Belum lagi, dalam rahimnya telah hidup benih dari buah cintanya dengan Guan.
"Suamimu sudah puas denganku, hubungan kami sudah berjalan hampir dua tahun. Katanya, bersamamu, dia tak pernah mendapatkan kenikmatan saat bercinta denganku," jawab Alana sambil meneguk anggur dengan gaya yang sangat elegant dan menawan.
Membuat dua pria yang dibawa oleh Rima hanya bisa melotot dan menelan ludah melihat body sexy serta kulit putih mulus Alana yang bak pualam itu.
"Kau.... " teriak Irma sambil mengangkat jari telunjuknya. Suaranya tercekat di leher. Tertahan karena menahan tangis. "kau ini wanita! Bagaimana bisa, kau menyakiti sesama jenismu?" imbuh Irma.
"Apakah ada niatan aku menyakitimu? Hubunganku dengan Guan, rahasia. Kau, kalau tak mau sakit, kenapa harus mencari tahu? Coba saja, jadi istri yang baik, nurut. Anteng di rumah dan jangan selalu mengontrol suami. Hal ini, tak akan pernah terjadi," jawab Alana. Dia masih dengan sabar menunggu reaksi Irma selanjutnya.
Irma menangis terisak sambil memegangi dadanya. Sesaat kemudian, pandangan wanita itu menjadi putih, dan gelap. Sehingga tak sadarkan diri.
"Alana! Aku tak menyangka kalau kau sepicik ini! Ingat, urusan kita masih belum selesai!" ucap Guan deengan Emosi. Dengan buru-buru pria itu memungut pakaiannya. Tapi, tahu kalau kemejanya dikenakan oleh Alana, dia juga enggan meminta. Jadi, pergi begitu saja hanya dengan mengenakan pakaian seadanya. Selama tidak malu-maluin.
"Baik, aku tidak akan pergi, dan tetap menunggumu di sini. Mari, kita selesaikan bersama urusan kita yang kau bilang belum selesai." Alana dengan tenang menantang pria itu.
Lalu, dia menurunkan kaki kanannya yang ia silangkan di kaki kiri. Alana beranjak dari kursi dan melangkah menuju balkon dengan kecewa. Memandang pemandangan di bawah sana. Yang menampakkan keramaian karena ada wanita pingsan.
"Lemah sekali! Padahal, aku ingin lihat kebrutalanmu," gumam Alana. Kemudian, dia menghempaskan tubuh di atas ranjang. Memutar otak memikirkan sesuatu. Kemudian, terbesit di benak wanita kelahiran dua puluh dua tahun silam itu untuk mengundang seorang pria lain, yang mana istrinya sudah mualai curiga dan mengawasi pria itu.
Untuk menunggu kedatangan tamu yang baru saja dia undang, dia berendam di beth up, dan meminta pelayan hotel untuk merapikan kamarnya. Di sana, sambil berendam Alana menelfon sahabatnya yang tinggal di Australia.
"Oh, masih hidup, kau rupanya? Sudah lama sekali kau tak ada menelfonku," jawab seorang wanita dari seberang sana dengan ketus.
"Hahaha! Aku banyak nyawa. Jadi, kau jangan pernah berfikir aku akan mati di tangan para istri dari pria hidungbelang itu," jawab Alana.
"Oh, aku tahu itu. jika boleh kutebak, sepertinya, mood kamu sedang buruk. Ada apa?" tanya gadis itu.
"Barusan, istrinya Guan memergoki kami. Baru saja mulai ronde keduanya Guan, dan aku masih belum apa-apa. Main dobrak saja."
"Astaga! Lalu, apa yang terjadi selanjutnya, Alana?" tanya Genie. Dia merasa heboh, dan penasaran. Tapi, apapun itu, semua sudah terlintas dalam benaknya.
"Entahlah, dia terlalu lemah. Hanya menunjukku dan mengucap kalimat jalang sudah tewas!"
"Astaga... pasti terlalu kaget dengan tingkah laku suami yang dia anggap selama ini baik, romantis, dan setia, Alana," jawab Genie. Walau bagaimanapun, sebagai sesama wanita yang memiliki hati, dan perasaan, Genie juga merasa iba dan kasihan pada istrinya Guan. Walau, dia juga tak kenal dan belum pernah saling bertemu satu sama lain.
"Bisa jadi. Tapi, mungkin saja apa karena hamil, ya? jadi powernya berkurang? Aku menantikan dia datang kembali untuk menghajarku!"
"Haaah! Kenapa, kau ini tidak datang ke psikiater saja, sih Alana? Siapa tahu, penyakitmu ini bisa sembuh!"
"Psikiater?" Alana tersenyum penuh arti. Dia telah memiliki fantasinya sendiri. Tapi, untuk melakukan konsultasi itu, dan sembuh... dia masih belum ada keinginan sama sekali. Dia menikmati ini, walaupun ini adalah penyakit. Karena, ada sensasi yang tak bisa dijelaskan oleh kata-kata setelah itu.
"Ya, psikiater. Mau sampai kapan kau akan tidur dengan banyak pria? Apakah kau tak takut penyakitan?"
"Sudahlah, kau ini sahabat macam apa? Sudah mengatakan bahwa aku ini sakit, tapi masih saja kau takut-takuti dengan penyakit!"
"Ya, benar, kau sekarang terkena penyakit jiwa. Tapi, jika kau teruskan, bisa-bisa kau terkena penyakit kelamin!"
Teriakan penuh emosi hanya ditanggapi tertawa terbahak oleh Alana. Seolah, apa yang baru dikatakan oleh Genie bukanlah sesuatu yang mengerikan. Tapi, lucu.
Tidak ingin terus-menerus sakit hati, akhirnya Amora meninggalkan Gio yang penuh dengan drama dan kepalsuan dalam hubungan. Dia memilih menikahi Marcel, pria biasa saja dan terkesan cupu, yang merupakan sahabatnya sendiri. Dengan harapan, dia akan dijadikan ratu dalam rumah tangga, karena ketulusan dan rasa aman yang diberikan pria itu selama ini. Tapi, siapa sangka. Kebaikan pria itu hanyalah sebuah topeng. Pernikahan yang diharapkan bahagia justru jadi derita. Karena ternyata Marcel tidak sebaik seperti yang dia kenal selama ini. Di tambah kedatangan wanita di masa lalu Marcel yang terus berusaha membuat hubungan keduanya semakin hancur, dengan dukungan dari kedua orangtua Marcel. Membuat Amora menjadi kian hancur dan trauma akan pernikahan. Namun, Amora dipaksa oleh keadaan agar tetap bertahan supaya anak dalam kandungannya tidak terlahir tanpa seorang ayah.
Akibat perceraian kedua orangtuanya. Suara, yang masih berusia 12 tahun harus tinggal sendirian di sebuah rumah tua yang sudah lama kosong. Karena, ibunya harus bekerja demi menyambung hidup, serta untuk biaya pendidikannya. Sedangkan, sang ayah, yang sebenarnya adalah ayah tiri, terus mengancam sang ibu. Sehingga, Suara lah yang kena dampak menerima serangan gaib, dari mantan ayah tiri, dan juga menerima banyak gangguan dari penghuni rumah tua yang ditempatinya setiap malam. Lalu, apa tanggapan ibu, saat Suara mengadukan hal tersebut? Apakah sang ibu percaya? Atau, justru menganggap anak sudah gila? Akankah ada seseorang yang akan menolong Suara? Atau, ia harus berjuang sendiri demi dapat keluar dari masalahnya. Karena, sejak kecil hingga dewasa suara sudah diikuti oleh banyak bangsa lelembut. Serta, tanpa ia sadari, ia memiliki pendamping yang tak kasat mata.
Karena sebuah kesepakatan, dia mengandung anak orang asing. Dia kemudian menjadi istri dari seorang pria yang dijodohkan dengannya sejak mereka masih bayi. Pada awalnya, dia mengira itu hanya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, namun akhirnya, rasa sayang yang tak terduga tumbuh di antara mereka. Saat dia hamil 10 bulan, dia menyerahkan surat cerai dan dia akhirnya menyadari kesalahannya. Kemudian, dia berkata, "Istriku, tolong kembalilah padaku. Kamu adalah orang yang selalu aku cintai."
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Wanita bertubuh ideal tidak terlalu tinggi, badan padat terisi agak menonjol ke depan istilah kata postur Shopie itu bungkuk udang. Menjadi ciri khas bahwa memiliki gelora asmara menggebu-gebu jika saat memadu kasih dengan pasangannya. Membalikkan badan hendak melangkah ke arah pintu, perlahan berjalan sampai ke bibir pintu. Lalu tiba-tiba ada tangan meraih pundak agak kasar. Tangan itu mendorong tubuh Sophia hingga bagian depan tubuh hangat menempel di dinding samping pintu kamar. "Aahh!" Mulutnya langsung di sumpal...
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?