"Tembak kepala mereka satu-persatu," suara dingin laki-laki itu terdengar memecah keheningan yang beberapa saat lalu tercipta. Wajah arrogant nya terlihat jelas ketika dia berdiri tepat di bawah satu-satu nya lampu yang menyala di ruangan itu.
"Kenapa tidak di ledakan saja gedung ini tuan?" Tanya Zoro, seorang tangan kanan Alpha angkat bicara.
"Jika di ledak-kan, tidak akan ada jeritan histeris keluarga mereka yang melihat kepala orang tersayang mereka menggelinding seperti bola," ucap Alpha santai.
"Hanya ada sisa-sisa tulang mereka yang menjadi abu, apa guna nya," sambung Alpha. Zoro mengangguk, dia paham sekarang kenapa Alpha ingin kepala mereka di penggal satu-persatu. Agar meninggalkan bekas, meninggalkan bukti tragis. Karna tujuan Alpha sebenarnya adalah membuat keluarga mereka tersiksa secara perlahan.
"Laksanakan perintahku," ucap Alpha, dia menyalakan pemantik, menghidupkan rokok. Zoro segera memberikan perintah kepasa bawahan nya untuk segera mengikuti langkah nya. Zoro sampai di salah satu ruangan yang hanya terhalat satu pintu dari ruangan dimana Alpha berada. Ada sekitar delapan orang laki-laki paruh baya disana. Tangan mereka di ikat menggunakan rantai, jelas mereka tidak akan bisa melepaskan diri dari ikatan itu. Delapan anak buah Zoro menodongkan pistol ke kepala mereka, hanya tinggal menunggu aba-aba, peluru kaliber 45 itu akan meluncur menembus otak mereka.
"Ada pesan terakhir?" Tanya Zoro. Dia menatap wajah malang mereka bergantian, sudut bibir nya naik menampilkan senyum sinis yang menjadi ciri khas seorang Zoro.
"Kurasa tidak ada, sampai jumpa lagi di neraka," ucap Zoro.
"Tembak." Beberapa detik kemudian delapan peluru meluncur, menyisakan darah segar yang mengotori lantai, dan beberapa sepatu both mereka. Setelah itu Zoro mengambil samurai, menebas kepala mereka satu-persatu sesuai keinginan tuan nya. Alpha ingin kepala mereka bergelinding di lantai. Bukan tidak ada alasan Alpha melakukan itu, tentu saja sebab pertama karna sebuah dendam. Setelah menghabisi delapan orang penting itu, mereka beranjak dari sana menggunakan tujuh buah Mercedes-Benz 300 SLR Uhlenhaut Coupe prototypes. Mereka segera menuju bandara, dan pergi meninggalkan kota itu malam ini juga. Mereka kembali ke Venezuela, negara Amerika Selatan terbesar keenam dan berbatasan dengan Columbia di barat dan Guyana di timur. Hal ini berbatasan dengan Laut Karibia di sebelah utara, dan negara Brasil terletak di selatan. Venezuela menjadi salah satu tempat tinggal Alpha, di sebuah mansion yang terdapat di Venezuela, pembangunan mansion milik Alpha menghabiskan uang sekitar US$330 Juta atau Rp4 Triliun. Sesampai di mansion seperti biasa sudah ada beberapa pelayan yang menyambut nya. Membantu melepaskan jas dan kemeja yang membalut tubuh kekar nya. Keamanan di mansion ini sangat lah ketat, jadi tidak sembarang orang bisa menembus protokol keamanan tersebut.
Alpha melenggang masuk ke dalam kamar nya, dia ingin segera tidur. Alpha melepaskan pakaian yang dia kenakan, membiarkan pakaian itu tercecer di lantai, dia menatap diri nya di cermin berukuran besar yang berwarna putih itu, dia menatap manik mata nya, meraba wajah nya sendiri, tangan nya turun meraba bagian dada, bekas luka tembakan yang nyaris merenggut nyawa nya. Beberapa waktu kemudian memori buruk menggerayangi ingatan nya, seolah nenggorogoti semua kebahagiaan yang dimiliki Alpha, kepala Alpha sakit seketika ketika mengingat insiden puluhan tahun lalu ketika dia harus melihat ibu nya di perkosa tanpa ampun lalu di bunuh di-depan mata nya sendiri.
Dia harus menyaksikan hal keji itu ketika dia masih berumur tujuh tahun. Dan ketika dia memerlukan perlindungan dari sosok seorang ayah, malah ayah nya lah dalang dari pembunuhan tragis terhadap ibu nya, itu semua ayah nya lakukan demi harta dan jabatan. Alpha memegang kepala nya, berusaha mengusir semua ingatan buruk itu. Rasa trauma itu tidak pernah hilang hingga saat ini, hingga semua dendam yang dia tanam tumbuh subur, membuat diri nya tumbuh menjadi laki-laki yang haus akan balas dendam. Dia tidak akan pernah berhenti, sampai dendam yang dia miliki benar-benar sudah dibayar lunas oleh ayah nya. Alpha menggelengkan kepala nya, dia tidak ingin terlalu jauh mengingat mimpi buruk sialan itu.
Dia segera menghempaskan tubuh nya ke kasur king size yang sudah menemani tidur nya sejak beberapa tahun lalu. Dia berusaha menutup mata, tubuh nya lelah sekali, seharian ini dia bolak-balik berpindah-pindah transportasi. Tidak lama kemudian mata nya tertutup, wajah teduh nya terlihat. Andai orang tau, beginilah wajah asli Alpha, tenang, damai, dan terlihat sangat lembut serta penyayang. Yang orang-orang lihat hanyalah arrogant nya saja, dingin nya, keji nya. Tidak ada yang benar-benar tau, ketika Alpha tidur, dia tetaplah seorang laki-laki yang memerlukan bahu untuk bersandar terkadang. Tidak lama kemudian Alpha benar-benar larut ke dalam dunia mimpi, napas nya mulai teratur tanda nya dia sudah benar-benar tertidur.