a keluar dari taksi dan melihat Arshaka yang masih duduk di dalam, menatapnya dengan tatapan dingin yang tak t
, Varisha memasuki lift. Dia ingin secepatnya tiba di lantai apartemennya, menja
menoleh dan melihat Arshaka telah masuk ke dalam lift dan berdiri di sisinya. Varisha menggigit bibirnya, merasa frustras
hanya tatapan tajam yang memenuhi lift. Pintu lift berdering dan mulai bergerak naik menuju lantai tempat tingga
n kebingungan yang mulai mendominasi pikirannya. Varisha mengatakan denga
na tadi Bapak sudah membantu saya. Sebenarnya apa yang bapak inginkan dari saya?” tanya Var
h maju dan dengan cepat mengunci tubuh Varisha ke sudut lift. Arshaka yang ber
an suara yang lebih lembut, teta
diri kamu ini. Tapi, sepertinya kamu sudah salah pah
la kalau sampai saya melakukannya,” ujar Arshaka lagi dengan nada mer
ak lakukan di sini?
tiap pertanyaan kamu?" Arsh
etidakpercayaan. Seolah mencari kebenaran di balik kata-kata pria itu, dia
epan mereka. Arshaka melangkah keluar dan tanpa sepatah kata pun, menuj
ehadiran Arshaka di apartemen yang sama bukanlah tanda-tanda apa pun. Dan tidak masuk
*
bersiap, mengenakan busana kerjanya, dan mengejar waktu. Dengan langkah cepat, ia bergegas menuj
mu dengan Arshaka. Pria itu tampak rapi dengan balutan jasn
. Keberadaan Arshaka di sini membuatnya merasa terdampar, terp
lamunannya. "Mau masuk, atau tid
pilihan lain. Meskipun hatinya memberontak, dia tidak ingin terlambat di
lihat menjauhkan diri satu sama lain, menghindari kontak fisik atau mata. Varisha berusa
edia. Varisha terdesak lebih dekat ke Arshaka, dan selama beberapa saat, dia bisa merasakan hemb
r dirinya sendiri saat mengingat bahwa mobilnya masih di bengkel dan dia lupa untuk memesan ta
dapannya. Dari kursi penumpangnya, Arshaka membuka jend
etika Arshaka tetap diam, dia akhirnya menundukkan
jalanan menuju kantor, mereka berdua hanya duduk dalam keheningan. Varisha
ya di bahu Varisha. Tubuh Varisha membeku, dan dia berusaha untuk tetap tenang. Sement
kan?” tanya Varisha
engan lembut, "Saya hanya
an dia tidak yakin bagaimana harus merespons. Dia ingin sekali menolak, meminta Arshaka menjauhiny
kan Arshaka yang telah tertidur di pundaknya. Saat pria itu bangu
, Pak. Tapi, saya tidak ingin berhutang a
, Arshaka menahan tangannya. "Samp
khirnya berkata, "Lebih baik ki
ng selalu dimilikinya. "Kamu masih harus membaya
gi. Dia berjalan cepat menuju pintu masuk kantornya, berharap agar
ggak berubah meskipun ingatannya hilang,” ump