a sesuatu yang menahan gerakannya. Ezra berdiri begitu dekat, keberadaan pria itu membekukan segenap rasa yang berkecamuk dalam dirin
g sepi itu, penuh dengan ironi. Suaranya rendah dan
kipun rasa takut itu menyesak. "Tidak... aku t
yang akan terjadi setelah ini. Tidak ada yang namanya jalan keluar. Kau sudah memilih untuk te
ihan, bahwa ini semua adalah demi orang yang dia cintai-namun kata-kata itu terasa semakin kosong di telinganya. Dia tak
. aku hanya ingin menyelesaikan semuanya. Aku tidak ingin te
emilih untuk tidak terlibat. Itu bukan bagaimana dunia ini bekerja." Tangannya dengan lembut meraih
ak. Dalam cara yang paling mengejutkan dan menakutkan, dia tahu bahwa dia tak bisa lari. Begitu banyak yang tergantung pada keputusan ini, pada malam yang akan datang. Dia
dat, mencoba menahan kegelisahannya. "Aku tidak ta
a Ivy menghadapi kenyataan. "Kau bisa. Kau selalu bisa. Karena pada akhirnya, kita semua terjerat dalam hal-hal yang kita coba hinda
mampu melawan kehadiran Ezra yang menguasai setiap ruang di sekitarnya. Semua perasaan itu
tenggorokannya. Semua yang bisa ia rasakan adalah napas Ezra yang teren
au tahu ini tak akan selesai dengan mudah. Bahkan jika kau berusaha
k menangis. Setiap detik yang berlalu hanya memperburuk situa
ada kenyataan yang tak bisa ditolak, dia tahu
u saja bangun dari mimpi buruk yang tak pernah berakhir. Namun, kenyataan yang dihadapinya jauh lebih buruk darip
an dalam dirinya. Namun, setiap kali dia bertemu dengan Ezra, baik di ruang kelas atau di lorong kampus,
ka bertemu di depan ruang dosen. Ivy menoleh, dan Ezra hanya berdiri di sana, d
dia tahu, lebih dari siapapun, dia tidak memil
ini. Dan Ivy baru menyadari,