img Lupakan Aku  /  Bab 2 Berharap | 40.00%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 2 Berharap

Jumlah Kata:1552    |    Dirilis Pada: 11/05/2025

akultas, dan hampir semua mahasiswa berkumpul di lapangan utama. Musik me

opi yang mulai mencair. Mataku tanpa sadar mencari sosoknya, kebia

sudah kuduga...

a

at-alat. Senyumnya muncul hampir di setiap obrolan. Wajahnya bercahaya, seperti biasa.

hari ini aku

bisa mencintainya dalam diam

ian, sebuah su

endiria

noleh.

a masih memegang botol minum, dan dahinya sedikit b

aha santai meski detak jan

menghela napas. "Tapi s

lebih banyak, tapi lidahku kelu. Ada jeda yang

tempat ini, ya? Dari dulu

nya. Ia mem

i bisa lihat semuanya, tapi nggak

, ya. Selalu ada, tapi ng

tapi langsung menghantam bagian terdalam

tersembunyi dari kalimat itu, ia

uter. Aku butuh istirahat

ak, tapi akhirnya k

alam mulai merangkak turun. Tapi di dalam dadaku, ada sesuatu yang justru tumbuh lebih hang

kan perlahan mulai menemukan celahnya sendiri. Dan jika hari itu

u... bahkan jauh sebe

an seni itu, ada yang be

irannya, caranya menyapaku lebih dulu, mencari keberadaan ku saat aku tak muncul, atau s

, tidak tentang masa lalu. Tapi kami mulai bertukar cerita kecil-tentang dosen y

a-tawa ringan itu, ter

lum sempat pulang. Aku berteduh di lorong perpustakaa

a dua bungkus teh hanga

upa bawa payung," kata

ima kasih. Ingin bilang, aku suka kam

n aku, deh," kataku pelan, mencoba

h, lalu te

m menghilang. Kalau aku ngga

etap saja, tak ada pernyataan yang pasti. Tak ada tanda ya

alah letak

jembatan kabut yang indah, tapi tak tahu ujungnya ke mana. Aku ingin tahu perasaannya, tapi takut tahu j

ia menyebut namaku. Bersama harapan-harapan yang mekar pelan setiap kali

abut ini sudah cukup membuatku merasa dekat

an yang tak berubah tetap tenang

uh, tapi juga tidak pernah cukup dekat. Ia tetap hadir dalam obrolan ringan di koridor,

ti so

. Jangan telat, kamu sering banget du

isinya lucu. Tapi karena dia tahu. Dia memperhatikan

m. Aku tidak berani. Karena jika aku menaruh harapan terla

benar-benar turun. Langitnya mendung, udaranya lemb

ng ia tertawa sedikit lebih keras saat aku melontarkan lelucon. Kada

nku. Atau bisa jadi benar, tapi tetap tak

'apa iya?' dan 'jangan-jangan'. Dan anehnya, aku mulai mencintai ketidakpastia

ak pernah habis. Aku memutar ulang percakapan kami di kepala, s

aku masih menulis

t. Tapi aku tetap diam. Karena mungkin... aku belum

erlalu berharap banyak selama ini, aku hampir selalu berada di kelompok yang tak melibatk

satu nama

, cenderung pendiam, tapi selalu tepat waktu dan tanggap. Dan dalam

buatku terdiam adalah ia memperhatikan. Dalam cara y

presentasi, dia sabar menjelaskan ulang. Bahkan saat hujan deras dan aku hampir kehujanan

amaan nunggu hujan reda se

gguk, tapi hatik

erhatian itu... mulai menggo

esan dari Raka, sekadar stiker tertawa atas cerita yan

k termen

pasti dari Raka, ketika ada seseorang la

Arfan, hatiku masih diam-diam berlari ke arah Raka. Masih menanti satu kalimat jelas da

an. Tapi juga... aku be

an, sudah menjadi bagian dari napas hariku. Meski mungk

ir, aku merasa dunia m

et-coret buku catatanku, ia menggambar sketsa wajah katanya, mirip aku ta

in, berbicara tentang hal-hal ringan. Kadang dia menatapku lama, seperti in

aku membalasnya den

h pergi. Maka aku tetap berada di luar, menatap jendela

. Langit mendung, udara lembap seperti

nya-apa aku cuma tempat persinggahan yang nyaman, atau ses

um pada tiap atensi kecilnya, tertawa untuk hal-hal ya

Tapi aku tetap menaruh hati pada Raka, seseorang yang membuat harapanku tumbuh

aku sedang menyi

isa kupeluk. Dan selama ia belum menjauh, aku memilih bertahan di ambang pintu ini. Wa

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY