bukan karena Raka menjauh, tapi karen
h aku lebih dari sekadar teman. Tapi kemudian ia juga bisa menghilang
Menanti satu pesan singkat. Satu sapaan ringa
at sesuatu yang membuat se
rganisasi, aku tanpa sengaja meli
u. Seolah dunia milik mereka berdua. Dan aku, berdiri beberapa me
engapa rasa it
ak pernah menyatakan apa pun. Tapi... bukank
Bukan karena cemburu semata. Tapi kare
pa senyum-senyumnya hanya milik semua orang? Apa aku cuma sa
gis yang tertahan
ggap sinyal hanyalah bentuk kebaikan biasa. Mungkin, akulah
e kampus seperti biasa
dut. Tidak lagi menunggu pesannya. Tid
ena benci. Tapi karena aku sadar,
ku mulai berpikir, mungkin diamku meman
, tapi justru di sanalah aku m
lagi mengulang percakapan kami dalam kepala seperti kaset kusut. Tidak lagi
aku merasa sedi
aku mulai mengerti satu hal bahwa selama ini, aku bukan menunggu di
Dan mencintainya dalam diam terlalu sering membuatku merasa
*
u selama ini. Matahari condong ke barat, cahaya keemasannya jatu
etan tentang Raka. Tentang senyumnya. Tentang hal-hal kecil yan
alam diam. Tapi hari ini, aku ingin mul
tenang. Tidak ada air mata
jujur dan kelegaan kec
ermin. Wajah yang sama dengan saat aku jatu
untuk melupakan... tapi untuk menerima bahwa tidak semua yang kit
bukan tentang b
erhenti berhar
... dan kini perlahan aku pelajari cara melepas
*
a berjalan begitu wajar. Kami masih satu kelompok tugas, sering berdiskusi sepulang kuliah, kadang
u tidak lagi merasa ha
soal perasaan, tapi sikapnya selalu menjelaskan jauh lebih jujur. Dan tanpa aku sadari, senyumku mulai
eo kucing lucu di ponselnya. Tawa yang tak dibuat-buat. Tawa yang lama tak keluar begi
ng sulit dijelaskan seperti luka yang tidak ia sadari muncu
rkata apa pun. Hanya tersenyum ti
t itu, Raka m
at aku menyadarinya, ia berpaling lebih cepat. Ia tak bertanya tentang tugas, tak
enuruni anak tangga, dia menapaki naik. Kami beradu pandang s
bahagia, ya, akh
tajam sekaligus rapuh. Maka aku hanya membala
lakang, ia masih berdiri d
i
ti ak
nggu Raka, segalanya akan menjadi
a yang berbeda. Tidak seperti dulu yang ringan dan mengalir. Ki
ebelahku di perpustakaan, padahal se
nya sambil melirik cata
lan. "Iya, revisi
a tetap duduk di situ, mencoba membantu semampunya. Kadang diam, kadang m
melihat notifikasi
kan? Aku beli satu, kebanyakan. Kala
n hal-hal kecil seperti itu. Bahkan aku sempat berpi
rangan, tapi cukup nyata untuk membuat dadaku sesak. Ia mulai sering muncul di ruang-rua
ak pernah me
ah ada p
ah ada p
ah hatiku ke
pa baru sekarang? Kenapa saat aku mulai bela
ka yang mulai meresahkan, aku merasa terjebak. Seperti ditarik ke dua sisi ya
lis lagi, mencoba
n tidak pernah membuatku menebak, tapi juga belum sepenuhnya mengetuk hatiku. Dan ak
tebak. Kadang cerah, kadang mendung, kadang dat
, dia datang lebih se
membawakan jas hujanku yang tertinggal saat aku buru-buru pulang. Ia tak pernah b
oftop fakultas. Langitnya lagi bagus ban
. Tapi kaki ini
. Ada angin yang pelan. Ada jarak yang hampir tidak teras
, lirih. "Tenang. Tapi kadang just
pi suaranya pelan, seperti sedang
ikir, kalau k
napas. "Beru
jauh. Tapi juga le
eda.
ti ini?, tapi lidahku kelu. Dan ia tidak melanjutkan. Han
rim foto buku yang katanya mengingatkannya padaku.
u cepat. Be
atu pun kata t
tian. Hanya tanda-tanda yang
ehilangan pegangan a
eseorang yang layak aku beri ruang, Raka datang lagi
ampai
k ada pesan cinta. Tidak ada perny
ya. Aku jemput k
ungku berdetak lebih cepat bukan
terus tumbuh... tapi