n. Keduanya sering menghabiskan waktu bersama, terutama sejak Yudis, anak kedua Pak Bagas, suaminya Er
nikmati, tanpa banyak kata-kata berlebihan
Erni sambil menyeka keringat di dahin
hinya juga. "Kalau gak ada kamu, Ayah udah male
net, diiringi canda ringan. Di sela-sel
ya Pak Bagas, menarik napas
Tapi, tiga bulan tanpa dia tuh te
dan Aldi?" tim
pi tetep aja
a. Seketika pikirannya melayang pada Bu Soraya, mungkinkah dia juga kesepian? Pak F
ini. Terutama ada ayah, kapan pun mau ngobrol ata
ng ada Ayah Mertua yang sangat pengertian, kalau ga
utih yang dipagu dengan legging dan manset hitam, serta jilbab hitam yang simple. Keringa
hitam dan kaos berkerah warna biru tua. Meski sudah berumu
, seakan hubungan mereka hanyalah sebatas mertua dan menantu yang akrab. Namun, di balik itu, bisa j
ngan, mengatur napas sambil menikmati angin sore. Meski tidak diu
k kecil pada Erni. "Kamu ta
"Makasih, Yah. Kalau gak ada Ayah yang rutin n
n yang terasa ringan. Keduanya duduk b
nis memang tak jauh dari rumah Erni, jadi mereka berjalan santai sambil meni
ru banget mainnya," ucap
tawa kecil. "Lumayan capek, tapi kalau
Meski percakapan mereka ringan, suasana keakraban begitu kental. Mereka
angan ke mertuanya si Letd
mereka sekolah, kalau ke sana bolak-balik capek. Dulu aja waktu ikut ngebesa
perwakilan dari keluarga kita. Lagian Letda N
titip amplop sama sa
n Azizah juga begitu, pada
ti sejenak. Rumah terasa sunyi, berbeda d
sebentar sebelum pulang,"
um. "Boleh, tapi cuma sebentar, ya
. Keduanya tampak biasa saja. Namun a
na di dapur begitu hening. Tangan Erni yang sedang mengad
kat. Jantungnya berdebar-debar, sementara pikirannya berkecamuk antara k
akin panas. Sang Mayor pun sekuat tenaga menahan sesuatu yang sejak tadi mengeras di balik celana pendeknya, akibat terlalu fokus memperhati
uhnya. Ada perasaan campur aduk di dalam dirinya-rasa bersalah, penasaran, dan ketegangan yang tak terelakkan. Er
. Tapi Erni tidak bergerak, padahal Pak Bagas hampir saja menempelkan selangkangannya pada pantatny
nunggu apa yang akan dilakukan oleh mertuanya. Akhirnya, Pak Bagas memberanikan diri merapat, tubuhnya
etar, namun dia tetap berdiri di tempatnya. Sesaat kemudian, Pak Bagas mel
l, mencoba menahan diri un
. Nada suaranya terdengar lemah, seolah tidak sungguh-sungguh mencegah apa yang t
tak menunjukkan perlawanan yang nyata. Pelukan itu semakin erat, membuat kehangatan di an
n. Erni masih terdiam, meskipun ada pergulatan dalam hatinya, dia tak bisa menyangkal kehangatan
rusia 59 tahun itu mulai menempel tepat di atas bukit hangat di balik rok tenis Erni. Kedutan lembut pun mulai Erni rasakan namun d
lang kerudung, namun tetap mesra. Aroma tubuh Erni yang bercampur ker
ng, saling membaca tanpa perlu kata-kata. Telapak tangan Pak Bagas semakin berani bergerak
, namun tidak menghindar. Napas mereka kini menyatu dalam keheningan yang begitu intim. Tanpa terburu-buru, Pa
ni pun menutup matanya, tenggelam dalam momen yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi juga sebelumnya. Tubuhnya mulai m
ni terperangkap dalam sebuah perasaan yang sulit dijelaskan. Ciuman mereka bukan sek
ereka pun mulai ikut beraksi, menjalar ke beberapa wilayah yang bisa mereka j
montoknya. Ia bahkan bisa merasakan seolah benda tersebut menempel tanpa penghalang. Dan yang pasti dia juga
ulai merayap perlahan ke belakang pantatnya, hendak meraba benda bulat panjang yang sangat membuatnya b
pelukannya, walau masih terasa ada sedikit-sedikit penolakan. Entah karena tidak mau atau hanya berpura-pura. Namun yang pasti
tiba-t
*