img Pemuas Menantu dan Besan  /  Bab 3 Mayor Bagas - 3 | 33.33%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 3 Mayor Bagas - 3

Jumlah Kata:1476    |    Dirilis Pada: 12/05/2025

umah, Erni dan Pak Bagas seketika tersentak. Tanpa berpikir panjang, Pak Bagas

coba menenangkan debaran jantungnya, lalu melan

ahun dan Aldi yang berusia empat tahun, berlarian masuk ke d

nenek?" Erni tersenyum, mencoba menyembuny

i sini sekarang," jawab Git

an barunya yang didapat dari nenek mereka.

edua anaknya dengan penuh kasih sayang. "Wah, bagu

mana, itu sepedanya

i, ini mama lagi mau bu

jah yang sudah kembali tenang, seolah-olah tidak ada kejadian

dah pulang, ya? Main ap

sambil berlari mendekati kakeknya. Aldi ikut mendeka

eka menceritakan keseruan hari mereka di rumah nenek. Erni sesekali Melirik dari dapur, Meliha

a dengan kasih sayang seperti biasa, sementara Erni berusaha mengatur k

kan untuk menikmati hidangan sederhana yang sudah disiapkan. Suasana makan sore t

h riang. Erni duduk di ujung meja, ikut tersenyum dan tertawa, meski

um kepada Erni. "Ayah pulang dulu, ya. Sudah sore juga,

ingga ke depan pintu. "Terima kasih, Y

sulit diartikan, sebuah pandangan yang mengingatkan keduanya akan apa ya

t, ya. Kalau butuh apa-a

ima kasih," ja

terparkir di depan rumah. Erni berdiri di depan pintu, menata

si, dia merasa lega momen itu sudah berlalu, tetapi di sisi lain,

ya. Sudah tak tahan ingin segera masuk ke kamar mandinya, bukan kare

m mematung di bawahnya. Butiran air menetes dari rambutnya yang sudah mulai memutih,

napas panjang. Sebelah tangannya memegangi batang kontolnya yang sejak tadi tak pernah mau tidur kembali. Kebiasaan yang susa

seolah tak mau lepas dari benaknya. Ekspresi gugupnya, napas tersengal saat tubuh

emakin kencang maju mundur mengocok batang kontolnya saat kembali membayan

ini siapa sebenarn

amu mencari pelampiasan

di sisi lain, ia juga ayah dari Yudis, lelaki yang saat ini sedang berjuang di negeri orang demi masa depan yang lebih baik. Anak yang

ara itu tajam seperti pisau. Namun tangannya tetap tak bisa berhenti

s dari mulutnya bersamaan dengan meluncurnya sperma

uh seperti jamur di dadanya. Tapi sia-sia. Rasa itu justru semakin mengendap, bercampur deng

rot mata ragu, setiap tarikan napas yang berat, setiap lirih suara Erni saat mereka bicara sendirian-semuanya terasa sepert

nghantam pelan dinding

h sayang? Pelarian? Atau sekadar pembuktian

yang kian menyesakkan. Ia tak bisa mengabaikan bahwa dirinya telah menodai garis yang tak seharusnya disentuh.

juga menginginkan ayah kan?" bisiknya pelan, entah

cukup deras untuk membawa pe

n. Tapi ia tahu, ketika ia keluar dari kamar mandi nanti, dunia akan tetap sama. Dan Erni..

ulas, tubuh kecil mereka meringkuk nyaman di balik selimut bergambar tokoh kartun kesayangan. Lampu tidur berwarna kunin

k mampu menjamah ketenangan kecil itu. Dengan tangan gemetar, ia menyeka air mata yang sejak tadi mengalir diam-diam di

seperti doa yang tak ingin didengar siapa

an hanya karena ciuman itu, bukan juga karena pelukan ayah mertuanya, bukan hanya karena sentuhan yang tak s

itu-yang datang tiba-tiba, di sela sunyinya rumah dan sepinya komunikasi dari Jepang-peras

am boneka kecilnya dengan tenang. Seandainya anak-anak ini tahu... seandainya mereka t

adalah keinginan untuk mengulanginya. Untuk meras

. Ia lalu mencium kening Gita dan Aldi satu per satu, berb

terasa hampa di

annya yang sejak tadi terasa terus berdenyut-denyut. Dia bahkan sudah mengganti celana dalamnya, karena saat bercumbu

ar-benar terkontaminasi racun birahi. Bukan hanya oleh Erni, namun juga Bu Soraya, yang seola

*

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY