merbak masakan khas Sunda yang baru matang. Di meja makan kayu jati, sudah tersaji nasi liwet lengkap dengan ayam goreng kremes,
gun dengan kebaya santainya, menepuk bahu suaminya lembut.
an celana olahraga. Rambutnya yang sudah mulai memutih tetap disisir rapi
p," gumam Pak Bagas sambil tersenyum,
kkan sendoknya dan berkata pelan, "Itu Erni sama anak-anak... uda
. "Mereka baik-baik aja, kok. Malah beberapa kali ayah nga
. "Aku cuma khawatir aja. Kasihan Erni, baru pertama kali ditinggal la
Yudis jauh di Jepang. Kita harus lebih sering nengokin mereka. Terutama Gita sama Adi. Siapa tahu pengen jala
t ia sembunyikan di balik ekspresi tenangnya. "Iya... iya, Bu. Nanti ayah lebih sering
mau mereka merasa sendiri. Terutama Erni. Kalau
trinya terasa seperti ujung pisau yang menyentuh sisi terdalam nuraninya. Ia ta
ndela, seolah mencari sesuatu di balik langit yang cerah itu. Tapi pagi yang
ino krem yang santai namun tetap rapi. Ia mengambil kunci dari laci dekat pint
an senyum, lalu keluar menuju carport. Di sana, sebuah SUV hitam keluaran terbaru terparkir dengan ga
kebiasaannya sejak dulu yang belum hilang. "
ran sawah dan toko-toko kecil yang sudah mulai buka. Udara pagi masih segar meski matahari mulai menanjak. Rumah makan "Sunda Khas Ibu Siska
ir khusus di samping bangunan utama, tempat
, namun sorot matanya menelusuri setiap sudut rumah makan itu-tempat yang dulunya h
bolak-balik belanja ke pasar sendiri. Kadang nganter pesanan ke kantor
malu sendiri. Tapi bangga, Bu. Ruma
juga dari izin dan doa suami. Kalau nggak
benar-benar ramai. Pak Bagas menarik napas dalam-dalam, merasakan kedamaian pagi i
liternya tak bisa benar-benar lepas begitu saja. Ada kerinduan yang selalu menarik langkah Pak Bagas kembali ke lingkungan l
am-diam ia pesan dari dapur rumah makan. Begitu masuk ke halaman, beberapa anggota yang sedang piket langsung berdiri
jalan pulang!" celetuk Serka Usman, salah satu an
alan ke sini sampai lupa, itu tan
sana sudah ada dua orang purnawirawan lain yang juga sedang duduk-teman-tem
dan menatanya di meja. "Makan dulu, daripada cuma ngop
pembangunan jembatan di desa sebelah. Tapi di tengah tawa dan candaan itu, Pak Bagas sesekali menatap koso
alau ada persoalan keluarga atau ekonomi anak buahnya. Mungkin karena hidupnya sendiri sudah sangat stabil-Tiga anakny
s serta cucu-cucu yang lucu. Namun hari-hari ini, hatinya sedang tidak utuh. Ada perasaan yang belum bisa dia atasi,
amnya dalam hati. "Semakin kita merasa punya segalanya, semakin besar ju
gah terbakar di tangan, terkekeh pelan setelah menyeruput kopi. Ia menatap Pak
a baru bangun tidur udah ngos-ngosan. Lha itu orang rumah, kepala lima jug
Pak Darto curhat, nih! Hati-hati, nanti B
mandan. Dia tuh semangat banget. Gak tahu nyimpen energi dari mana. Saya sih bukannya gak mau ngelayani
ecil. "Pura-pura tidur jam delapan? Itu stra
. Komandan kan kelihatannya masih bugar, adem ayem, gak pernah tuh ngelu
ahkan kebingungan menghadapi istrinya yang masih penuh gairah, sementara ia sendiri malah sedang
inta dan pengen merasa hidup. Bapak tinggal atur ritmenya. Pagi jalan bareng, siang ngajak ke warung makan bareng, malam... ya ti
tempur! Tapi bener juga sih. Kadang kita mikir istri c
Ya, bener juga... saya harus lebih bersyukur sih. B
gat dari pasangan, artinya masih ada bensin buat j
konflik batin. Ia yang diberi istri seperti Bu Siska-setia, pekerja keras, dan masih pen
ereka jauh lebih muda dan cantik dibanding Erni. Apakah mungkin dia aka
*