enuh dengan rasa bingung atas kejadian semalam. Uang seribu dolar yang kini tersimpan aman dalam dompetn
ls
angkah melewati gerbang kampus, mengenakan hoodie oversiz
rapa mahasiswa tampak berkumpul dan m
man satu kelasnya yang ceria
eh pelan.
atanya hari ini kita kedatangan dosen
n dahi, acuh tak acuh. "Ya ud
tanya lulusan luar negeri dan punya latar belakang pengusaha juga! Cewek-cewek satu kampus udah
uliah bukan tempatnya berfantasi soal pria tampan atau kisah
uang kelas. Zeya duduk di bangku tengah dekat jendel
rlalu, suasana ke
tu kelas
mantap. Semua mata di kelas l
strategi hidup berikutnya. Namun semua gumaman
sosok pria itu, detak j
ya men
ya ter
abu gelap elegan, kemeja putih berbalut dasi tipis, rambutny
ls
ia yang memberinya uang dan menyuruhnya pulang. Pria yang seharusny
p Delson, suaranya
ing mata kuliah Manajemen Strategik seme
kehilangan k
herf
ahu-nama besar, ke
esi keterkejutannya. Tangan gemet
henti sepersekian detik lebih lama saat menyapu ke arah Zeya. Tida
hati, ia menjerit, *"Apa yang t
sedang terjadi antara dua insan yang semalam berada dalam s
kripsi lanjutan se
memasukkan buku catatan dan alat tulis ke dalam totebagnya. Ia bergegas membereskan mej
arapann
sa ke ruangan
erdengar jelas dari depan kelas. Semu
menolak, Zeya mengangguk pel
s, seisi kelas langsung heboh
uang kuliahmu?" tanya Lant
ima uang dariku?" celetuk T
iri, Zeya. Kami temanmu, kami ingin membantu. Apa itu sangat sul
kesalan yang tak tertahankan melihat perju
enak. Senyumnya tipis, namun lelah. "Aku bai
ngkahnya tergesa, tapi hatinya terasa semakin berat. Begitu sampai di depan
k
suara dari dalam,
belakangnya, lalu berjalan perlahan ke tengah ruangan. Di hadapann
nggup menatap pria itu secara langsung. Kehadiran Delson terlalu me
n mengangkat wajah. Tatapan tajamnya
i?" suaranya terdengar netral,
ung mengan
a totebagnya dan mengeluarka
ucapnya pelan, nyaris seperti bisikan, sera
natap uang itu dalam diam beberapa detik, s
aril
get. Matanya melebar, terpaku pada D
a berdegu
k berubah. "Aku b
erjadi selanjutnya di antara mereka-antara seorang mahasiswi yang bekerja keras demi b
erduduk di pangkuannya. Mata Zeya membulat, terkejut. Ia mencoba bangkit, namun Delson menahan
ika kuberi tahu dekan dan kaprodi bahwa kau bekerja di klub? Dan
menggoda Bapak! Bapak yang memanggil saya, dan
menurutnya merdu. Ia senang Zeya membantahnya, mem
yum puas Zeya mengerti. Tangannya terus merayap naik. Zeya
u, jika kita pulang ke mansion
ok span abu Zeya, mengusap lembut paha dalamnya, tatapan nakal tertuju pada bibir Ze
inding. "Pak... ah..." Ia mendesah ta
k, "Kecilkan desahanmu, sayang. Ka
n tangan Delson, namun
mukaan halus yang sudah mulai
han desahan, ekspresinya berubah m
berubah dari usapan pelan menjadi g
anya terangkat, menikmati gelomba
ementara tangannya yang lain masih berpetualan
t merasakan gigitan lembut namun tajam di lehernya. Sensasi geli bercamp
lumat lidahnya dengan gerakan lembut namun intens. Lidahnya bergulat de
ekatan, ia menyelusup di balik celana dalam Zeya, menyentuh
membangkitkan gelombang
ahan lirih Zeya memenuhi ruangan, seraya ia menenggelamkan wajahnya di ceru
begitu hebat, membangkitkan sensasi y
i sentuhan Delson yang semak
lagi melawan arus yang begitu kuat. Setiap sentuhan, set
son dalam pusaran gairah yang membuncah. Dunia di sekitarnya
ah isyarat jelas untuk mengakhiri. Mata mereka bertemu, napas keduanya memburu. Namun, kilat
rang pantas terjadi, kita akhiri saja semua yang kemarin. Saya kembalikan uang Bapak, dan say
esenangan yang diinginkannya, dan untuk pertama kalinya, ia ditolak seorang wanita. "Berakhir