i penjaga yang tak pernah tidur. Lampu luar masih menyala, dan angin malam meny
afasnya terengah, tidak karena lelah, melainkan dihantui oleh rasa takut yang m
jalkan anak kunci ke lubang pi
t
utnya, namun tak cukup menenangkan badai dalam dadanya. Ma
udi
elih
un
Grey sambil membuka pintu kulkas. Ia tampak tenang, bahkan sibuk memilih makanan ringan di d
aik-bai
k ada darah. Tak
berguncang kini perla
n cepat, ia menegakkan posturnya dan mencoba memasang ekspresi setenang mungkin. Tapi dalam
snya bertaut bingung melihat Grey yang tiba-tiba pulang
rey, suaranya datar namunya. Ia tahu, pria itu jarang pulang mendadak seperti ini-ter
dan ia juga tahu-ia tidak pernah belajar bahasa isyarat. Komunikasi mereka
mengambil bukunya, Grey men
at. Tatapannya tajam, suar
tup kembali pintu kulkas, membiarkan Grey berlalu begitu
kacau. Meski ekspresinya dingin dan sarkastik, tapi ketakutan itu belum sepenuhnya sirna. Ia masih dihantui oleh
in itu hanya ancaman kosong. Mungkin hanya tipuan se
nak. Matanya melirik ke arah kamar Launa
, ingin menyentuh gagang p
lu berjalan masuk ke kamar
ar itu, untuk pertama
eheningan yang t
Launa masi
u belum bena
•
, di ruang m
robos masuk melalui jendela besar di ruang makan, menari-nari di atas meja yang telah tertata rapi. Pag
emalam. Di seberangnya, Launa dengan rambut dikuncir sederhana sedang mengoleskan mentega ke atas roti panggangnya. I
an sendok dan garpu yang sesekali terdengar. Namun di
i hitamnya. Tatapannya lurus, tenang, tapi mengandung sesuatu yang
n pulpen dari sisi kursinya. Ia mulai menulis de
baterai. Maaf, aku l
ulutnya. Ia menelan sepotong roti, lalu kembali fokus ke kopinya. Dalam hati, ia mencoba
lesai, Grey melang
mobil mewah di dalamnya. Tapi matanya langsung te
an mobil i
per depan terlihat sedikit retak, seperti baru menabrak sesuatu. Tapi tidak ada lecet berlebihan,
an dalam. Interiornya masih bersih, rapi, dan
jantung Grey berdegup lebih
g sudah tersedia di sisi dinding garasi. Matanya fokus. Jari-jarinya
jalanan dan juga memiliki lensa atau fitur untuk merekam bagia
ti pada satu momen yang
dirian di
mobil. Tapi sebelum sempat menggerakkan kemudi, se
itam mengaburkan sisanya. Tapi yang paling meno
etar. Namun pria itu hanya berdiri di sana selama beberap
mem
elalak, nafa
kan pe
n sema
man
at
ikan layar dan berdiri dengan tegas. Matanya menatap kosong
dah menye
-pertarungan ba
i dan tas kerja tergantung di bahunya. Ia terlihat terburu-buru, jelas bersiap menuju kantornya pagi ini. Namun langk
, Grey mendekat dan mencengker
rah. Tatapannya tajam, menusuk, seperti sedang menahan badai dalam dadanya. "Kenap
ar dari sorot matanya yang bening. Ia ingin menghindar, namun ce
ahan melepaskan cengkeramannya. Tangannya turun, namun kemarahan di dalam dadanya be
rkan ponselnya dan mulai mengetik. Setelah bebe
ngan membawa pisau. Aku... aku ras
an yang belum benar-benar padam di sana. Dan fakta bahwa Launa memilih di
pelan, tapi tegas, "berhenti
Ia buru-buru mengetik kembali di po
ku bosan di rumah. Lagipula, hari
na berkeliaran sendirian setelah kejadian semalam adalah tindakan bodoh. Ia menghela napas pa
colok. Jika ada gerakan mencurigakan, segera lap
ung mengangguk da
gera berangkat agar tidak terlambat. Grey hanya menatapnya dengan dalam. Ia tak menga
mobilmu ke bengkel
ngguk dan langsun
belakang. Jaraknya dijaga tetap aman, cukup jauh agar tak mencurigakan namun cukup dekat untuk bisa melihat s
auna tiba di depan
saat melihat Launa turun dengan ama
pasti mengendap
membiarkan siapa pun menyentuh Launa