img Dibuang Suami Saat Hamil  /  Bab 4 menghadapi konsekuensi dari pengorbanan itu | 80.00%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 4 menghadapi konsekuensi dari pengorbanan itu

Jumlah Kata:1779    |    Dirilis Pada: 14/06/2025

matanya yang tanpa emosi, dan kata-katanya yang menyebutkan "kewajiban" serta "pewaris" terasa seperti belenggu yang mengikatnya erat. Azura tidak bisa menolak. Tubuhnya terasa mati r

gi hanya terkurung dalam kemewahan, t

di sampingnya. Ranjang besar itu terasa semakin kosong dan dingin. Ia menatap langit-langit, mencari kekuatan

g dulu selalu ia paksakan kini terasa lebih sulit untuk ditampilkan. Matanya menyimpan kesedihan yang lebih pekat, meski ia berusaha keras men

idak ada yang terjadi. Keheningan di antara mereka menjadi lebih tebal, diselimuti oleh memori pahit yang tak terucapkan. Azura berusaha sekuat

ya sesekali membawa teh hangat ke kamar Azura di malam hari, atau membawakan camilan kesukaan A

Nyonya Ida pernah bertanya suatu siang,

ya baik-baik saja, Nyonya

a menunjukkan bahwa ia tahu ada yang tidak beres.

n kelelahan yang tidak biasa. Awalnya ia mengira itu hanya efek stres dan kurang tidur. Namun, setelah beberapa kali mengalami pusi

Nyonya Ida untuk membelikan alat tes kehamilan. Nyonya Ida tampak te

a mengikuti instruksi dengan napas tertahan. Beberapa menit terasa seperti selamanya.

mi

utan, tentu saja. Ia hamil anak dari pria yang tidak ia cintai, pria yang ia takuti. Bag

i dalam dirinya. Bayi ini, meski lahir dari pernikahan yang hampa, adalah darah dagingnya. Ini adalah bagian dari dirinya, bagian yang akan ia cintai de

ampur haru. Ia memegang perutnya yang masih rata, membayangkan kehidupan kecil yang sedang tumbuh d

tu membuatnya tegang. Bagaimana reaksi Revan? Ap

lang kerja, menunggu saat yang tepat. Akhirnya, suatu malam, Reva

a memulai, suarany

a, menatap Azura dengan alis

kan." Azura menarik napas dalam-dalam, m

Azura, matanya yang tajam seolah menembus Azura. Detik-detik itu terasa seperti kekekalan.

erkata, suaranya dingin, bahk

a reaksi seperti ini. "Ya... say

gerakan tegas. Suara dentingannya memecah k

meriksanya, Tu

k peduli. "Baiklah. Jaga dirimu bai

ada rapat. Urus semua yang ka

eja makan yang panjang, dengan piring makanan yang

t perhatian. Namun, yang ia dapatkan hanyalah indiferensi yang menusuk. Seolah kehamilannya hanyalah sebuah transaksi bisnis yang s

u, dan menangis sejadi-jadinya di atas ranjang. Ia merasa begitu rapuh, begitu sendiri. Bagaiman

ninnya dari dunia yang kejam. "Maafkan Mama, Nak," bisiknya lirih di antara isak tangis. "Maafkan Mama karena m

uskan untuk tidak turun sarapan. Ia hanya ingin bersembunyi. Namun, ketenangan Az

n memanggil Anda!" Suara Nyony

lagi? Dengan enggan, ia bangkit dari tempat tidur

kerja. Dia sangat marah

erjalan menuju eksekusi. Saat ia tiba di depan pintu ruang kerja yang tertutup, ia bisa mendengar s

gemetar, Azura

ara Revan m

ngah ruangan, wajahnya merah padam, matanya menya

, melemparkan foto itu ke l

itu adalah Rio, salah satu sukarelawan di panti yang cukup dekat dengannya, sering membantunya belajar. Merek

uan. Kami hanya makan siang..." Azura

Kau pikir aku bodoh, Azura?! Mengapa kau bertemu dengan pria lain

gitu pekat, mencekiknya. "Kami tidak me

di antara mereka. "Wanita kotor! Beraninya

awa anak Revan, dan pria itu menuduhnya sebagai wanita kotor. Darah Az

kalinya ia berani membantah Revan. "Saya tidak pernah melakukan hal kotor! S

keramnya erat. "Keluar dari rumahku! Sekarang juga! Aku tidak ingin melihat wajahm

kotor", menembus jantung Azura. Ia merasa seluruh kek

berteriak, mencoba melepaskan

a terhuyung dan terjatuh di lantai. Tangannya mencengkera

n istriku lagi! Aku menceraikanmu!" Revan membent

aikanmu", menusuknya lebih dalam dari apa pun. Ia diusir, di tengah kehamilannya, ta

ambang pintu, wajahnya pucat pasi. Ia ingin meno

riak lagi, menunjuk

Dengan langkah terseok-seok, ia berjalan keluar dari ruang kerja Revan, melewati Nyonya Ida yang menatapnya dengan

i di ruang kerja, menatapnya dengan mata penuh keben

gin malam menerpa wajahnya. Gerbang besi yang tinggi itu masih terbuka. Ia berjalan tanpa arah,

nya angin malam. Azura tidak tahu ia harus pergi ke mana. Ia tidak bisa kembali ke panti, tidak dalam kondisi seperti ini. Ia tidak ingin

iknya, suaranya serak. "Kita pasti akan baik-baik saja." Namun, ia sendiri tidak yakin akan hal itu. Ini adalah a

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY