ihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan peras
embawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mun
perti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. Kontol ayah benar-benar berukuran
rung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung kontol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-
ekali di luar dugaanku. Sebenarnya aku ingin mengocok kontolnya tapi aku tidak berani. Ini adalah hal yang salah. Aku takut
dan langsung minta maaf. Dia langsung keluar dari kamarku.
habatku, Vita. Vita tidak menyangka b
ner
Aku beneran
kalo gitu
a yang
, juga punya hasra
a juga berna
Kalo ngga, ga mungkin dia n
daku? Seperti aku pada dia? Kalau iya, apakah mungkin akan berlanjut pada tahap yang lebi
itku, saat aku sedang memasak,
" sap
Yah?"
ggung. Kami tidak saling bertegur sapa. Bahkan aku
maaf. Ayah bener-bener khilaf. Ga
h. Ga usah d
rasa sungkan dan m
kiran terus. Ririn paham kok ayah s
u maafin
ku. "Lagian kan c
e
tu adalah hal yang biasa? Aku tidak bisa mengontrol omonganku. Mendengar it
ah. Dia langsung meningg
*
bungan seperti biasanya. Hanya saja, ayah sekarang sering terasa lebih terlihat bahagia. Entah karena apa, aku tidak tahu. Walaupun sebenarnya, jika mau diakui, sekarang aku juga sedikit merasa senang selama ada di rumah. Apalagi
mpatan untuk melakukan hal
rmain dengan teman-temannya. Karena tak ada orang, maka aku memberanikan diri hanya mengenakan handuk sehabis mandi menuju ke kam
.." pe
g berlari dari arah ruan
Ternyata yang datan
?" tanyaku dalam hati.
u. Awalnya aku heran karena tatapan ayah mencurigakan. Tapi akhirnya aku sad
ku dalam hati.
ulkan posisi handuk, namun tid
Tanpa ragu, ia yang membetulkan posisi handuk. Tentu saja ia me
apa pun dariku. Aku malah hanya diam saja seolah semuanya ini hal yang biasa. Aku seolah tidak sadar bah
u ini cukup kuat ya
idurkanku di kasur. Aku berusaha menutupi bagia
ku. Hanya deru nafas kita yang terdengar. Nafas yang kurasakan semakin membera
sih,
awab aya
canggung kembali hadir di antara kami. Ent
r tubuhku. Perlahan aku mulai menyadari bahwa tangan itu adalah milik ayah mertua. Tangan yang kasar khas seorang pe
erangsang. Anehnya aku menikmati setiap inchi dari pahaku yang dilalui oleh tang
il menggelengkan t
gannya. Ia tidak memaksa. Tangannya perlahan
nyata aku s
an kaitan handuk di dadaku. Lagi-lagi aku hanya diam saja. Ada apa dengan diriku? Apakah karena
npa sehelai benang yang menempel terpampang di depan ayah mertua. Tubuh
ng. Sempat kulihat juga ia seperti menelan ludah. Apakah begini kondisi
sam