lamat dari detektif, disertai beberapa foto pondok dan area sekitarnya. Setiap kilometer yang ia tempuh terasa seperti ribuan mil, setiap detik terasa
an di sekelilingnya, taman itu hidup. Bunga-bunga bermekaran dalam berbagai warna, mengeluarkan aroma manis yang terbawa angin. Adrian bisa meliha
samping pondok. Ini dia. Bianca benar-benar di sini. Ia melangkah maju, kakinya terasa berat. Seti
a. Ia mengenakan kaus lama dan celana jeans yang belepotan tanah, penampilan yang jauh berbeda dari Bianca yang selalu rapi dan modis yang Adrian kenal. Namun, ada aura
t di tenggorokannya, lebih sep
ik. Matanya yang biasanya cerah dan penuh kehangatan, kini menatap Adrian dengan so
a, suaranya tena
a tanam. "Bianca, Syukurlah kamu baik-baik saj
tatapan yang membuat Adrian merasa telanjang, semua kebohongannya terkuak
duhan, hanya pertanyaan dingin yang mengindikasikan bahwa kehad
memulai, suaranya putus asa. "Aku tahu aku salah. Aku tahu aku
sebuah gestur kecil yang hampir tid
jelasan, mengeluarkan semua amarah yang ia rasakan. Tapi Bianca ha
atku dengan Maya," Adrian mengakui, suaranya nyaris berbisik. Ia menunduk, tid
angin yang berdesir di antara dedaunan. Adrian meng
yang tidak mencapai matanya.
dekat. "Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan ini kepadamu. Itu tidak berarti apa-apa. Maya
inding. "Cinta macam apa yang membuatmu mencari kesenangan dengan wanita lain?
han. Aku tidak pernah bermaksud menyakitimu," Adrian mencoba membela
penuh cinta, manja, dan genit sepertiku, yang selalu membuatmu merasa menjadi pria paling berun
isau. Itu adalah cerminan dari pikiran-pikiran Adrian s
alanya bagiku. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. Aku kehilangan arah. Stres pekerjaan, tekanan, itu semua...
ngan Bianca. Tapi Bianca menarik tangannya menj
anya lebih tegas sekarang. "Untuk mengulang kebohonganmu? U
u. Rumah terasa kosong tanpamu," kata Adrian, su
t matanya penuh penilaian. "Apakah kamu tahu, Ad
erdiam,
ang menyakitkan. "Tapi keheninganmu. Kamu memilih untuk berbohong. Untuk menyembunyikan. Untuk berpura-pura semuanya baik-
nya. Itu adalah kebenaran. Keben
anya, suaranya hampir tidak terdengar. "Aku pe
amannya. "Memilih untuk menghadapi duniaku sendiri. Membangunnya k
aca-kaca. "Aku akan melakukan apa saja. Aku akan berubah. Aku akan
. Kepercayaan, sekali pecah, sulit untuk direkatkan kembali seperti semu
dak ada keraguan. Kata-kata Bianca bagai palu go
ingin. "Dan aku tidak bisa hidup dalam keraguan yang terus-menerus. Ak
ra. Tempat di mana bunga-bunga tumbuh dari tanah yang tandus. Da
taman yang dulunya tak terawat, kini hidup dan subur. Seperti Bianca sendi
sekarang?" tanya Adrian, suaranya
ian. Kita tidak bisa terus berpura-pura. Fondasi pernikahan
t ketegasan di mata Bianca, sebuah tekad yang tak tergoy
n," kata Adrian, suaranya putus asa. "Rumah,
ian. Aku tidak menginginkan rumah itu. Aku hanya ingin hidupku kembali
emarahan kecil muncul dalam dirinya. "Kenapa kamu tidak mengonfronta
gin memberimu kesempatan untuk memanipulasiku dengan permintaan maafmu yang hampa. Aku tidak ingin teriakan dan air mata. Aku i
an telak. Itu adalah pembalasan Bianca. Sebuah p
kehilangan segalanya sekaligus. Dan aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak memilih berteriak
Bianca. Bukan karena pertengkaran besar, bukan karena perpisahan yang dramatis, tapi karena serangkaian k
suaranya serak. "Aku telah menyakitimu terlalu
terasa berat, seolah-olah ia menyeret beban gunung. Ia melihat ke belakang untuk terakhir kalinya. Bianca masih berdiri di sana, d
" panggi
, berharap ada
, suaranya pelan tapi tegas. "Hidupku dimul
tinya hancur berkeping-keping. Ia berba
unga-bunga yang mekar di tengah-tengah kehancuran. Itu adalah Bi
idakpeduliannya, adalah pengingat konstan akan kehancuran yang ia sebabkan. Ia akan hidup dengan penyesalan ini, sel