pagi yang dimulai dengan senyum dan kecupan di kening, seribu delapan ratus dua puluh lima malam yang diakhiri dengan pelukan hangat. Namun kini, semua angka itu terasa hampa, menguap sepe
an? Setelah segala perjuangan, segala obat-obatan yang pahitnya tak seberapa dibanding pahitnya harapan yang selalu pupus, setelah jarum suntik yang menembus kulitnya berulang kali, setelah doa-doa yang di
njadi penutup dari kisah mereka yang lama. Rifky pulang dengan wajah cerah, senyum yang tak pernah Salma lihat selama bertahun-tahun. Salma ikut bahagia, memeluk suam
nya dengan nada datar. Salma mengangguk, jantungnya berdebar-debar penuh harap. "Artinya, tidak ada lagi alasan untuk menunda." Salma tersenyum tipis
tak pada kemampuannya melahirkan. "Kami sudah berobat, Bu. Kata dokter, Rifky sekarang sudah normal. Ti
kamu setuju dengan Ibu, kan?" Rifky mengangkat wajahnya. Mata mereka bertemu. Di mata Rifky, Salma melihat konf
. Rifky tak menjawab, hanya menggenggam tangannya erat, seolah meminta maaf tanpa kata. Hajah Fatma melanjutkan, "Rifky akan menikah
berdenging, dan matanya berkunang-kunang. Siti Aisyah. Nama itu asing, namun kini terukir jelas dalam memorinya sebaku, Salma. Ini... ini untuk Ibu. Untuk keluarga. Mereka
ar. "Aku bagaimana? Lima tahun, Mas! Lima tahun kita berjuang bersama! Semua ra
meraih tangannya lagi, namun Salma mundur. "Tapi ini
an bersama. Kamu tetap istri pertama Rifky. Kamu akan tetap mendapatkan h
a, lalu beralih pada Rifky yang kini terlihat begitu asing baginya. Apakah ini Rifky yang sama, yang dulu bersumpah akan mencintainya selamanya, dalam suka maupun duka, kaya ma
madu," ucapnya lirih, namun penuh penekanan. Prinsip itu telah tertanam jauh di lubuk hatinya. Sejak kecil, Salma selalu m
ng kelanjutan silsilah keluarga. Ini tentang memenuhi takdir Tuhan. Kalau kamu ti
bilang aku tidak ada masalah! Mas Rifky juga sudah sembuh!" Salm
sebentar! Apa kamu mau menunggu sampai Rifky tua, sampai dia tidak sanggup lagi? Apa kamu mau keluar
lma, tolong. Pikirkan lagi. Aku tidak akan meninggalkanmu. Aku akan tetap b
tau kita bisa adopsi? Ada banyak anak yang membutuhkan kasih sayan
in keturunan darah daging sendiri. Lagipula, Ibu sudah memili
yangkan neraka yang akan ia alami. Hati Salma mencelos. Jadi, ini bukan sekadar tawaran atau permintaan. Ini adalah keputus
asrah. Rifky memang mencintainya, Salma tahu itu. Tapi cinta itu kini terasa begitu rapuh di hadapan tuntutan keluarga dan keinginan untuk memiliki keturun
gap, mencoba menyembunyikan kerapuhan yang merajalela di dalam. Ia mendengar suara Rifky memanggil namanya, namun ia tidak berhenti. I
n isakan pilu membanjiri ruangan. Ia tidak peduli jika Rifky atau Hajah Fatma mendengarnya. Ia ha
emiliki masalah kesuburan, Salma adalah yang pertama mencari informasi, mencari dokter terbaik, mencoba segala macam pengobatan. Ia bahkan rela mengubah pola makannya, menjalani terapi yang tidak nyaman, semua
usahanya hanyalah angin lalu, tidak cukup kuat untuk membendung badai yang kini menerpa rumah tanggan
ogoti harga dirinya. Salma selalu bangga dengan dirinya. Ia adalah wanita mandiri, berpendidikan, dan memiliki karier yang cukup menjanjikan sebelum ia memutuskan untuk lebih fokus pada rumah tangga. Ia tidak pernah m
tok..
ahitnya. "Salma... buka pintunya, sayang..."
b. Ia hanya terus m
n... kita bica
diremukkan seperti ini? Bagaimana bisa bicara baik-baik ketika ia baru
gnya di pintu. "Aku tahu ini berat. Aku tahu kamu marah. Tapi tolong... ja
ka janji untuk setia dan mencintainya seorang telah terkoyak? Poligami, bagi Salma, adalah bentuk pengkhianat
g komitmen, kesetiaan, dan kemampuan untuk menghadapi badai bersama. Kamu harus kuat, Nak." Salma dulu mengira ia s
n ia menyerah. Mungkin ia pergi. Atau mungkin ia pergi untuk melaporkan pada ibunya bahwa Salma masih
kota berkelip, seolah menertawakan kegelapan dalam hatinya. Ia melihat ke bawah, ke jalanan yang ramai. Orang-orang berlalu lalang,
ah tangga yang kini terasa seperti kerangkeng? Apakah kebahagiaannya akan ada jika ia harus berbagi suam
nya pada pernikahan ini, pada Rifky. Ia telah membangun hidupnya di sekeliling pria itu. Bagaimana ia bisa membongkarnya, meruntuhkannya, dan membangunnya kembali dari nol
mbagi waktunya dengan wanita lain? Bisakah ia tidur di ranjang yang sama, sementara ia tahu suaminya baru saja bersama wanita lain
-foto liburan, foto-foto konyol mereka berdua. Senyum Rifky yang tulus, pelukan erat yang menenangkan. Semua kenangan indah
Tapi ia hanya bisa menangis. Isakannya kini tak lagi tertahan, memiluka
i jawaban atas pertanyaan yang tak ada habisnya. Haruskah ia mengorbankan harga dirinya demi bertahan
enaknya, seolah menjadi lagu penga
gami? Atau Salma meminta bercerai ka
sar ada di tangannya. Sebuah keputusan yang akan mengubah seluruh jalan hidupnya. Dan ia