malaman menangis. Ia bangkit dari lantai, tubuhnya terasa kaku dan sendi-sendinya nyeri. Gorden kamar masih tertutup rapat, menghalangi cahaya m
mata sembab dengan lingkaran hitam pekat. Ini bukan Salma yang dikenalnya. Salma yang dulu selalu ceria, penuh seman
a. Ia mencengkeram kepalanya, berharap bisa menghapus semua yang terjadi semalam, seolah itu hanya mimpi buruk. Tapi kenyataan begitu ke
temu siapa pun, terutama Rifky dan ibu mertuanya. Ia hanya ingin bersembunyi. Namun, perutnya bergejolak.
ebih ragu-ragu. "Salma? Kamu sudah bangun?" Suara Rifky. Sa
intu. Rifky berdiri di depannya, membawa nampan berisi bubur ayam dan segelas teh h
dur?" tanya Salma din
di meja samping tempat tidur. "Aku tid
imana caranya agar aku setuju denga
pan terluka. "Salma, jangan bicara se
itu, Mas? Cinta yang rela berbagi? Cinta yang rela meny
aku. Aku tahu ini salah. Aku tahu ini menyakitimu. Tapi ini adalah satu-satunya jalan. Ibu..." Ia berhenti
ma menarik tangannya. "Apa aku ini tidak berarti apa-ap
ifky meninggikan suaranya, frustrasi. "Tapi masalah anak ini... ini sudah ber
emang tahu, Rifky juga menginginkan anak. Keinginannya itu
rusaha. Kenapa tidak kita coba lagi setahun dua tahun ini? Kalau memang belum rezeki, kita bisa pikirkan solusi
eliau tidak mau adopsi. Beliau ingin darah daging sendiri. Da
nahan kekecewaan setiap kali tes kehamilan menunjukkan hasil negatif, namun pada akhirnya, semua itu tak cukup unt
aca lagi. "Aku tidak cukup sebagai istrimu? Aku tidak cukup sebaga
encoba memeluknya. "Tapi ini... ini adalah hal yang berbeda. Ini tentang melanjutkan nama kel
'kita' lagi, Mas? Ini tentang 'kamu' dan 'keluargamu'? D
limuti kamar. Hening yang terasa
rnah berpikir, bagaimana perasaanku jika aku harus berbagi suamiku? Bagaimana aku harus meli
dak akan mencintai wanita lain, Salma. Aku hanya akan menjal
enikah dengan yang lain? Jangan munafik, Mas! Poligami itu bukan hanya tentang 'kewajiban', it
andasi niat baik untuk memiliki keturunan. Ini buka
ini suatu malam, dan di kamar yang lain di malam berikutnya? Apa itu yang kamu sebut 'tidak mencintai wanita lain'?" Salma merasa amarahnya melonjak. Ia tidak bisa lagi menahan diri. "Bagai
menjawab. Ia tahu, Salma menyentuh titik paling sensitif dari masalah ini. Ia tahu, ap
ma. Aku janji." Hanya itu
a kamu bisa adil dalam membagi perhatian?" Salma menggelengkan kepalanya. "Aku tidak pernah meminta lebih darim
engan penampilannya. Ia hanya ingin Rifky memahami rasa sakitny
asa depan. Aku ingin punya anak. Aku ingin rumah tangga kita leng
ku!" Salma menyingkirkan tangan Rifky. "Aku tidak bisa. Aku tidak sanggup. Prinsipku tidak akan pernah bisa menerima untuk dimad
kahan mereka, ia berjanji akan selalu setia, akan selalu mencintai Salm
. Kamu berjanji akan menghadapi semuanya bersamaku," kata Salma, suaranya tercekat. "Dan seka
. Tapi tolong... ini bukan kemauanku sepenuhnya. Ini tekana
n istrimu sendiri?" Salma tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Mana Rifky yang dul
tannya, kini terlihat begitu tak berdaya di hadapan ibunya dan tuntutan keluarga. Rasa kecewa Salma memun
coba dulu? Kamu tidak perlu bertemu Aisyah dulu kalau kamu tidak mau. Kita bisa... kita b
itas seorang istri yang kesepian di rumah, sementara suaminya sedang
saat hari raya? Saat acara keluarga? Apakah aku harus berpura-pura baik-baik saja di depan orang banyak,
bisa menatap Salma dengan tatapan memohon, tatapan yan
ma, suaranya nyaris tak terdengar. Ia merasa sangat lelah. L
mbil nampan bubur yang tak tersentuh. "Aku tidak ing
tidak akan pernah melepaskanmu" terdengar seperti ancaman daripada sebuah j
a benar-benar perlu, dan menghindari bertemu Rifky atau Hajah Fatma. Makanan yang Rifky antarkan selalu ia bia
ak ingin mendengar alasan apa pun lagi. Tak ingin mendengar janji kosong apa pun lag
anyakan apakah Salma ingin makan. Sikapnya dingin, seolah-olah Salma adalah anak b
enceritakan semua ini. Aisha pasti akan terkejut, marah, dan mungkin menyuruhnya untuk segera bercerai. Salma tahu itu
orang mahasiswa teknik yang cerdas dan humoris. Salma, yang saat itu masih lugu, langsung jatuh hati pada Rifky yang selalu perhatian dan melindunginya. Mereka paca
asa begitu pahit. Ha
alam kesedihan dan kemarahan ini. Ini akan menghancurkannya. Ia harus memilih:
n wanita lain. Ia harus memaksakan dirinya untuk ikhlas, untuk menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak cukup
gan rumah ini, kehilangan statusnya sebagai istri, dan menghadapi pandangan miring dari masyarakat. Ia akan memulai
ti ada tangan tak terlihat yang meremas jantung
Salma membuka halaman pertama. Foto mereka berdua, tersenyum bahagia di pelaminan. Rifky terlihat gagah dengan setelan jas hitamnya, dan Salma terli
amu tidak akan pernah menyakitiku, Mas," bisiknya, air
ng lepas, pelukan hangat di tepi pantai. Kenangan indah itu kini terasa
y, marah pada Hajah Fatma, marah pada takdir, dan marah pada dirinya sendiri. Mara
emberinya sedikit kekuatan, sedikit kontrol atas hidupnya yang kini terasa berantakan. Ia akan b
uang untuk harga dirinya, untuk perasaannya. Ia akan menuntut sesuatu yang bisa member
Tapi setidaknya, ia harus mencoba. Ia tidak ingin menjadi korban yang pasrah. Ia ingin me
ak air mata. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan setiap sisa kekuatan yang ia miliki. Ia t
mereka sedang membicarakan persiapan pernikahan yang akan datang. Salma mengepalkan tangannya. Ia akan menghadapi mereka. Ia akan mengataka