liknya, ia merasa seperti hidup di medan perang yang sunyi. Setiap hari adalah pertarungan batin, melawan rasa sakit, kecemburuan, dan ket
mbahas soal keturunan di depan Salma, dan topik tentang Siti Aisyah seolah menjadi tabu di antara mereka. Hajah Fatma pun, meskipun masih dengan wajah masam, tampak lebih menahan d
tersenyum, mencoba tertawa. Namun, ada yang berbeda. Ada jurang tak terlihat yang kini membentang di antara mereka, jurang yang diukir oleh nama seorang wanita lain. Sal
bertanya. Namun, batinnya mencurigai. Apakah ini benar-benar urusan pekerjaan, ataukah Rifky akan menggunakan waktu itu untuk urusan persiapan pernikahannya yang kedua? Sal
isi, bahkan mulai mencoba resep masakan baru. Namun, pikirannya tak bisa tenang. Setiap kali ponselnya berdering, ia berharap itu Rifky yang menelepon
tentang hubungan Salma dan Rifky, selain kedua orang tua Salma. Aisha datang ke rumah beberapa hari
rtanya kala itu, matanya penuh kekhawatiran. "Kamu
imana. Aku tidak sanggup melepaskan Rifky. Lima tahun, Sha. Semua kenang
pasti berat sekali bagimu. Tapi kamu harus kuat. J
, Sha," Salma menceritakan
Salma. Setidaknya kamu menunjukkan bahwa kamu tidak lemah. Tapi ka
" kata Salma, air matanya mene
a terngiang-ngiang di benaknya. Ia memang tidak punya pilih
tertera di layar. Jantung Salma berdegup kencang
o, M
makan?" Suara Rifky terdengar lelah
anya Salma, mencoba menj
t melelahkan," jawab Rifky. "Bagaimana kabarmu
dusta Salma. "Ka
tor, Salma. Aku sudah bilang, ini urusan pekerj
ungkin tidak akan pernah mengakuinya.
a dirimu baik-baik ya, Sayang," k
jaga perasaannya. Itu sudah cukup, untuk saat ini. Ia memilih untuk tidak menekan, tidak bertanya lebih jauh. Ia harus melatih
Salma: selembar syal sutra yang indah. Rifky memeluknya er
baju Rifky. Aroma wanita. Salma berusaha menepis pikiran itu, meyakinkan dirinya bahwa itu mungkin hanya pa
s hidup dalam kecurigaan. Tapi ia juga
a sering berdering dengan nada ceria. Rifky pun terkadang terlihat lebih tegang, lebih banyak melamun. Salma melihat semua i
Fatma berbicara di telepon dengan nada bersemangat di ruang keluarga. Salma ti
itu... Ukurannya pas sekali... Iya, warna
tu cukup keras untuk menghentikan percakapan Hajah Fatma. Hajah Fat
gar kesepakatannya, tidak ingin menanyakan hal itu
hal umum, tentang pekerjaannya, tentang teman-temannya. Rifky pun mencoba mengimbangi, me
a koran di ruang keluarga dan Hajah Fatma sed
anggilny
leh. "Ada
nta sesuatu," kata S
a i
ma, suaranya sedikit bergetar. Ini adalah upaya terakhirnya untuk mencoba mengembalik
Ia menoleh sekilas ke ara
a. Dan kita akan liburan setidaknya semi
n di matanya. "Baiklah, Salma. Aku akan atur. Ki
hnya. Ini mungkin satu-satunya cara untuknya mengisi kembali sedikit r
a yang kedua ke pulau dewata itu. Perjalanan pertama adalah bulan madu mereka,
meluknya dari belakang saat mereka menikmati matahari terbenam, dan mencoba melontarkan candaan ringan untuk membuat Salma tertawa.
tu nyata. Setiap kali Rifky menciumnya, Salma bertanya-tanya, apakah Rifky akan mencium wanita itu dengan cara yang s
lam romantis di sebuah restoran tepi pan
anggilny
dari makananny
sekarang?" tanya Sal
. "Perasaanku? Aku bahag
gaimana perasaanmu tentang pernikahan kedua
ran yang menyakitkan. "Aku... aku tidak tahu, Salma. Aku merasa terjebak. Di satu sisi, aku ingin punya anak.
akukannya?" tanya Sal
"Aku sudah mencoba segala cara. Kamu juga. Tapi Tuhan belum mem
a, pertanyaan yang selama ini ia tahan,
ajahnya. "Tidak, Salma. Aku tidak mencintainya. Ak
Kamu akan... akan menunaikan kewajiban suami istri dengannya. B
k tahu, Salma. Aku benar-benar tidak tahu. Aku hanya berharap...
Mas. Karena cinta itu tidak bisa dibagi. Cinta itu bukan k
aafkan aku karena membuatmu sakit. Maafkan aku karena melanggar janjik
yang nyata. Ia tahu, Rifky memang mencintainya. Tapi cinta itu kini t
bebani. Mereka menghabiskan sisa makan malam dalam keheningan, ditemani suara deburan ombak. Salma sadar, liburan ini tidak akan
emakin dekat. Salma bisa merasakan aura persiapan yang semakin intens, meskipun semuanya dilakukan di luar jangka
Hajah Fatma jika tidak perlu. Ia bahkan meminta Rifky untuk tidak membahas detail pernikahan kedua
oba mengalihkan perhatian dari rasa cemas yang tak berujung. Tiba-tiba, ia mendengar suara Rifky dan
ndengar kata-kata seperti "pengeluaran
u terlalu banyak, Rifky!
esepakatan, Bu. Aisyah t
punya pengeluaran lain. Bagaimana dengan rumah Salma
celos. "Rumah Sal
, mencoba menden
nya. Itu kan atas nama Salma. Apa dia akan m
icara begitu. Salma t
tisipasi. Setidaknya kita punya mas kawin ya
rawat dengan sepenuh hati, yang kini terdaftar atas namanya untuk alasan keuangan dan keamanan. Apakah Hajah Fatma mencurigainya, mengira ia akan
yalah beban, properti yang harus dihitung. Marah karena di tengah semua
i. Ia bangkit, membuka pintu, dan
tanyanya, suaranya dingin,
ehadirannya. Hajah Fatma langsung terdia
kamu dengar?" ta
menuntutnya?" Salma tidak peduli lagi dengan kesepakatan untuk tidak berbicara tentang hal-hal
Ini hanya... pembicara
alma menggelengkan kepala. "Apakah kalian tidak cukup menghancu
efensif. "Salma, kami hanya... hanya memastik
bisa menahan emosinya. "Apa yang kalian harapkan dari saya, Bu? Untuk tetap di sini, menjadi istri yang setia, patuh, dan
lma. Bukan air mata kesedihan, mel
mengorbankan perasaan saya demi Mas Rifky dan demi keluarga ini! Apa itu belum cukup bagi kalian?" t
meraih lengannya. "Salma, sudah
, Mas? Kalian membuatku merasa seperti seorang pengemis, seperti wanita yang tidak pantas
n yang sama. "Kamu ini terlalu dramatis, Salma! Kam
alas Salma. "Wajar bagi Anda, yang melihat poligami sebagai solusi untuk segalany
i meledak begitu saja. Ia merasa sangat lelah. Lelah dengan semua ini. Lelah dengan janji-janji yan
tidakberdayaan. Salma tahu, Rifky juga terjebak. Tapi rasa sakit
un lebih menusuk. "Jika ini adalah awal dari segal
li dengan apa yang akan dikatakan Rifky atau Hajah Fatma. Ia ha
i, menyandarkan punggungnya ke dinding, dan menangis. Isakannya kini bukan lagi isakan kesedihan, melainkan isaka
i Rifky terasa rapuh. Dan ia, Salma, merasa benar-benar sendiri. Bayangan Siti Aisyah tidak hanya ada di luar sana. Kini, bayangan itu telah ma
h selamanya. Dan ia, Salma, harus menghadapi itu. Dengan hati yang hancur,