, sementara pikiran berputar-putar di benaknya. Kata-kata Helena tentang "tugas seorang istri" dan "cucu" bergaung di telinganya. A
tampak seperti hamparan bintang yang tak berujung, lampu-lampu kota berkelap-kelip seperti janji yang
nya. Anya menoleh. Pintu terbuka sedikit
r?" tanya Reza,
ng. "Tidak bi
kamar. Ia mengenakan kaus dan celana piyama, rambutn
endela, berdiri di samping Anya. Mereka berdua memandangi ko
ini akan terjadi cepat atau lambat." Ia berhe
aku tidak pernah memikirkan sejauh ini. Bagiku, pernikahan ini
a Anya. "Mereka menginginkan ahli waris. Merek
it di bawah cahaya rembulan. "Aku... aku tid
Kirana yang tersenyum ceria di samping Reza, yang selalu hadir dalam pikiran Reza. Ia seharusnya ti
ercekat. Ia membuang pandang, menatap
punya hati. Dan hatiku sudah milik orang lain." Ia berhenti sejenak. "Aku tahu aku su
dirinya untuk tersenyum. "Baiklah. Kita akan tetap berpura-pura di depan mereka,
i matanya. "Mencari cara lain? Maksudmu... kita b
rti itu. "Kita akan mengatakan bahwa kita ingin menikmati masa berdua dulu
tu ide yang bagus. Mereka ti
," kata Anya pahit. "Kita sudah melihatnya. Tapi se
"Terima kasih, Anya. K
m tipis. "Itu
embali menyelimuti. Reza tampak ingin mengatakan se
begitu... sela
t malam
jendela, menatap kehampaan malam. Ia tahu, perasaannya terhadap Reza semakin dalam,
amudita Global, dan hubungan profesional mereka semakin kuat. Dana dari Wijaya Corp akhirnya cair sepenuhnya, dan Anya mulai aktif melakukan restrukt
di Wijaya Corp, memberikan masukan, dan berpartisipasi dalam diskusi strategis. Ia membuktikan dirinya sebagai
tentang kehamilan, dan bahkan jadwal konsultasi dengan dokter kandungan. Anya menolak dengan halus, beralasan sibuk dengan pekerja
kata Reza suatu pagi, saat Helena mencoba menjadwalkan k
na. "Keluarga kita butuh penerus. Ka
ya pasangan yang butuh waktu lebih lama. Kami ingin menikmati
a. Kami ingin menghabiskan waktu ber
Namun, tatapan matanya tetap penuh kecuri
rja, membahas pekerjaan, atau sekadar berbagi cerita. Anya menemukan dirinya mulai merasa nyaman di dekat Reza, bahkan merasa aman. Ia mulai
aran untuk produk baru Pramudita Global, Anya menguap lebar
ok kita lanjutkan." Ia membere
palanya tiba-tiba tera
at menangkap tubuh Any
ebar kencang, bukan karena pusing, melainkan karena kedekatan fisik yang tiba-tiba ini. Ia bisa meras
" tanya Reza, suara
angkap dalam tatapan satu sama lain. Ada sebuah listrik yang menjalar di antara
tangannya masih memegangi lengan Anya. "K
lkan detak jantungnya. "Ya. Seper
lan ke pintu. "Kau yaki
tinya berdebar tak karuan. Sentuhan Reza tadi, dan tatapannya, telah mengusik semua pertahanan y
rumah Wijaya. Kali ini, acara itu dihadiri oleh keluarga besar Wijaya,
, ini menantu baruku, Anya. Dia sangat cerdas dan berbakat. Dia bahkan sedang
an basa-basi dengan sopan. Ia merasa seperti
sekali melirik ke arah pintu masuk, seolah menunggu seseoran
za dan berbisik. Wajah Reza langsung berubah. Ia meminta iz
erjalan cepat menuju taman belakang. Dan di sana
sini?" tanya Reza, suaranya be
matanya berkaca-kaca. "Aku tidak bisa m
eping-keping. Pemandangan itu lebih menyakitkan daripada apapun yang pernah ia rasakan. Ia melihat bagaimana
," bisik Reza. "Tapi ini tidak
tidak tahan lagi. Kau sudah menikah dengannya, Reza. Apa
tegas. "Aku mencintaimu. Hanya kau. Pernikahan ini... i
ulu hati. Ia merasa bodoh. Ia merasa naif. Ia telah membi
a, melepaskan pelukannya. "Aku atau dia.
gitu saja meninggalkan Anya sekarang. Kita tahu bagaimana orang tuaku. Jika aku melakukann
akit. Ia tahu, ia adalah beban bagi Reza. Ia ada
ir mata mengalir deras di pipinya. "Ka
kan berjuang untuk kita. Tapi aku harus menyelesaikan ini dulu. A
uju kamarnya. Ia tidak peduli jika ada yang melihatnya. Hatinya sakit, sangat sakit. Ia telah diti
kepalsuan ini, semua janji-janji kosong, semua peran yang ia mainkan, kini te
udian, terdengar
i dalam?" It
b. Ia hanya terus
a Reza, suaranya terdengar cemas. "Bu
at Reza. Ia tidak ingin mendengar suarany
on. "Aku tahu kau mendengarnya. Aku tahu in
a menyeka air matanya dengan kasar, memaksa dirinya untuk ba
wajahnya terlihat bersalah dan panik. Ia
a, a
perlu bicara apa-apa, Reza. Aku sudah mendengar sem
kesedihan. "Aku minta maaf, Anya. Ak
tar. "Kau ingin aku pergi? Kau ingin aku menyerahkan semua yang sudah
ingin kau pergi, Anya. Aku tidak ingin kau menyerah pad
anmu," kata Anya. "Aku tahu itu. Kau menci
bagiku. Kau adalah partner kerjaku. Kau adalah orang yang bisa kupercaya." Ia b
nada yang berbeda. Bukan lagi sebagai form
a mengatakan itu karena rasa bersalah, ataukah ada makna lain di ba
kata Anya, suaranya nyaris berbisik. "Aku lelah denga
yentuh pipi Anya lagi. Kali ini, Anya tidak men
lelah. Tapi kita harus menemukan jalan
ulusan yang belum pernah ia lihat sebelumnya dari Reza. Ia tidak tahu a
eka, yang dimulai dengan kepalsuan, kini diuji oleh perasaan yang rumit, janji yang hancur, dan sebuah pertanyaan besar: apakah mereka ak