idup. Bukan hanya karena celotehan Rara yang riang, tetapi juga karena sebuah kehangatan yang perlahan-lahan merambat, menyingkirkan dinginnya kesepian yang dulu begitu peka
eja, membaca koran, atau sesekali melirik Melati yang sibuk. Tapi kehadiran itu sendiri sudah sangat berar
lati dengan wajah cemberut. "Ibu Melati, teman-te
tap mata bulat Rara. "M
ku, tapi Ayahku bukan Ayah Ibu Melati," kata R
menanyakan hal ini. "Rara sayang, Ibu Melati itu ibumu. D
?" Pertanyaan itu keluar begitu saja, membuat Mel
g pada Rara. "Itu... itu urusan orang dewasa, Sayang. Yang
nnya dengan Andi memang tidak seperti pasangan suami istri pada umumnya. Mereka tinggal di rumah yang sam
ndi muncul tak lama kemudian, membawa setumpuk dokumen. Ia duduk di
" kata Melati, memecah keheningan. Ia merasa ca
ya, tatapannya dingin.
h atau berbeda," jawab Melati. "Tapi dia anak yang pintar, Andi. Cepat at
g ke depan dengan tata
untuk melanjutkan. "Andi, kita harus membic
anjang. "Aku... aku t
anya?" tanya
k ke sekeliling. "Pernikahan ini. Aku tidak perna
ta sudah ada di sini. Dan kita pun
lelah. "Aku hanya... aku tidak tahu bagaim
Setelah Adam..." Ia tidak perlu menyelesaikan kalimatnya. Mereka
ta Melati. Ada ketulusan dalam sorot matanya yang membuat Melati te
ayah yang baik. Dan kau... kau mulai
ang nyaris tak terlihat. "Mung
mereka, tentang ketakutan dan harapan mereka. Melati menceritakan bagaimana ia merasa hampa setelah perceraiannya dengan Adam, bagaimana ia
nya pelan. "Aku takut melukai orang l
Melati. "Tapi kita tidak bisa membiarkan
da sesuatu yang berkelebat di matanya. Rasa horma
si dengan Melati, tidak hanya sebatas urusan rumah tangga. Ia mulai membagikan cerita tentang pekerjaannya, tentang t
tama mereka pergi berlibur bersama sebagai keluarga. Rara sangat gembira. Melati pun merasa sedikit
segar. Rara berlari-lari di halaman, tertawa riang. Andi duduk di teras, men
i di sini,"
i sering ke sini." Ada nada
ur Andi, tetapi ia tidak tahu harus berkata apa. Ia hanya m
. Ada sedikit senyum di bibi
uk a
menjadi
ujian yang paling tulus yang
ketika Rara menceritakan lelucon konyol. Ia melihat Andi bermain kejar-kejaran dengan Rara di kebun teh, wajahnya dipenuhi keringat
an serius karena beban hidup yang ia pikul. Ia adalah seorang pria yang mencint
mbawa Rara ke kamarnya, membaringkannya di tempat tidur. Andi masuk ke kamar tak
yangimu, Melati,"
yayanginya,"
ya dalam, penuh makna. "Aku... aku tid
ta Melati. "Aku melakukan ini semua karena a
kali ini lebih jelas terli
ntara mereka terasa semakin menipis. Ada listrik yang
erasakan sesuatu untuk Andi. Bukan hanya rasa hormat atau simpati, tetapi sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang mendekati... cinta. Itu ad
ahaman diam-diam yang tumbuh di antara mereka. Mereka mulai lebih sering menghabiskan waktu bersama, meskipun hanya dengan duduk
di taman belakang, membaca buku. Andi keluar, membawa c
u apa?" t
kat bukunya. "
m tipis. "Kau
p orang butuh sedikit fan
"Aku tidak pernah me
" kata Melati. "Hidup tidak sel
ati, tatapannya sedikit
nyaman, ditemani suara burung berkicau dan desiran angin. Melati mer
pada Andi. Ada sebuah catatan kecil terselip di antaranya: "Untukmu. Mungkin kau bisa membacanya lagi." Tulisan tangan Andi, sin
a manis atau ungkapan cinta yang gamblang. Mereka berkomunikasi melalui t
i membantu Melati membereskan meja atau mencuci piring. Hal-hal kecil yang menunjukkan bahwa
Ia menangis ketakutan. Melati segera berlari ke kamarnya, memeluk Rara
asih terisak. Andi mendekat, lalu ia melakukan sesuatu yang mengejutkan Melati
g," bisik Andi, suaranya
meluk erat leher Melati, tetapi tangannya juga meraih tangan Andi. Melati merasakan se
ang yang sama, meskipun bukan di ranjang utama. Melati merasakan kehadiran Andi di sampingnya, kehangatan tubuhnya, dan aroma maskulinnya yang samar. Ia tidak bisa tidur, hatinya dip
ceria. Ia melihat Melati dan Andi di sampin
ersama!" seru
an. Ada sedikit rasa malu, tetapi
a Melati, mencoba m
tengah malam, merasakan kekosongan di sampingnya. Ia merindukan kehadiran Andi, kehangatan tubuhnya. Ia ta
nya. Terdengar ketukan pelan di pintu. Andi
a Melati, jantu
tu, dan duduk di tepi tempat tidur Melati. Ia menatap Mela
ris tak terdengar. "Aku... aku
ng paling tulus yang pernah ia dengar dari Andi. Sebuah penga
u kaku pada awalnya, tetapi perlahan-lahan menjadi lebih erat, lebih tulus. Melati membalas pelukan itu, membenamka
ngin sendiri, And
ur, berbagi kehangatan, dan berbagi keheningan yang penuh makna. Tidak ada kata-kat
an oleh ketenangan. Ia menyadari bahwa ia telah menemukan arti keluarga, bukan dalam ikatan darah, mel
arogan, melainkan pria yang rapuh, tulus, dan mencintainya dengan caranya sendiri. Sebuah puisi yang tak terucap, namun terasa jelas di setiap sentuh