ikuk. Hubungannya dengan Dewi dan Bibi semakin erat, mereka bukan lagi sekadar teman kos, melainkan keluarga baru yang memberinya kehangatan dan dukungan yang selama ini ia rindukan. Pagi-pagi ia
bercerita atau sekadar menonton televisi, menciptakan suas
bihi ekspektasi mereka. Reputasinya mulai terbangun, dari mulut ke mulut, dan ulasan positif di platform freelance membuatnya semakin dikenal. Uang yang ia hasilkan, meskipun belum besar, cukup untuk menopang hid
hal baru, keluar dari zona nyamannya. "Naira, kamu punya bakat seni yang luar biasa. Kenapa tidak mencoba membuat karyamu sendiri dan men
dak tahu, May. Aku hanya ingin
," balas Maya lembut. "Kamu sudah melewat
Arka masih menyisakan luka yang dalam, namun intensitasnya perlahan meredup, digantikan oleh kesibukan dan fokus pada masa depan. Ia mulai meng
ringat dingin, napas terengah-engah, teringat wajah pria yang menyerangnya dan tatapan kosong Danang. Ada trauma yang belum sepenuhn
ui hal yang sangat berat. Itu akan membantumu memproses semua
mencari psikolog adalah tanda kelemahan. "Ak
nnya. "Kuat itu bukan berarti kamu harus menanggung semuanya sendiri.
uaranya tercekat setiap kali ia mencoba menceritakan kejadian malam itu. Namun, psikolog itu sangat sabar dan suportif. Perlahan, dengan bimbingan profesional, Naira mulai bisa mengeluarkan semua beban yang
un Ke
ggal di rumah kos. Ia sudah mampu menyewa sebuah studio apartemen kecil yang minimalis namun nyaman, dengan cahaya matahari yang melimpah. Di sana, i
n. Beberapa klien besar mulai mempercayakan proyek-proyek penting kepadanya, dari mendesain website hingga mengembangkan bran
a. Maya, yang kini menetap di Jakarta untuk mengembangkan brand activewear yoganya, sering meminta Naira untuk mendesai
yek besar dengan Maya dan Dewi di sebuah restoran, Maya
yum. "Beruba
kamu mekar. Matamu bercahaya, senyummu tulus, dan kamu punya s
dalah bukti nyata bahwa dari kehancura
arga. Ia telah menemukan kembali dirinya, Naira yang kuat, mandiri, dan berani. Ia juga telah belajar memaafkan-bukan mem
penuh kasih sayang. Ada sedikit rasa cemburu, sedikit kerinduan akan sesuatu yang tidak pernah ia miliki. Namun, ia tidak lagi membiarkan perasaan itu menguasai dirinya. Ia
ik yang T
erdering. Nomor asing. Ia
Naira?" suara
saya," ja
man, katanya Anda adalah desainer yang sangat berbakat. Kami sedang mencari desainer untuk proyek bes
yang sering ia dengar. Sebuah proyek dengan dampak sosi
dan profesionalisme. Pihak yayasan terkesan dengan visi dan portofolionya. Mereka s
sa berkontribusi pada masyarakat, dan inilah kesempatannya. Ia mencurahkan seluruh jiwanya ke dalam proyek ini
al, menarik perhatian publik dan media. Donasi mengalir deras, dan Yayasan Peduli Anak
g peduli dan punya visi. Tawaran kerja sama dari berbagai pihak mulai berdatangan, termasuk dari perusahaan-perusahaan besar dan agensi p
a ia bangkit dari keterpurukan dan membangun karirnya dari nol. Di panggung, ia berbicara dengan keyakinan, menginspirasi ba
n yang T
di salah satu nomine. Ia mengenakan gaun malam yang elegan, rambutnya ditata rapi, dan senyum percaya diri terpanca
siluet yang familiar. Seseorang yang berdiri tak jauh darinya, dikelilingi oleh beberapa pria b
Da
lihat sedikit kedodoran, dan ada kerutan lelah di wajahnya. Rambutnya sedikit acak-a
mun, takdir punya rencana lain. Danang, yang sepertinya
car di wajahnya. Ia tidak menyangka akan bertemu Naira di acara semacam itu, apalagi melihat
hanyalah orang asing yang kebetulan berpapasan dengannya. Ia tidak menunduk, tidak berpaling,
hanya mengangguk tipis, sebuah isyarat dingin yang mengakhiri pertemuan mata mereka. Kemudian
ersisa untuk Danang. Kemarahan, kesedihan, kekecewaan-semuan
rolan, ia mendengar suara
ak menoleh. Ia tidak ingi
ah kita bicara sebentar?" Suaranya terd
eh, menatapnya. "Ada
n atau kesedihan yang dulu sering ia lihat. Yang ada hanyalah kete
entang Arka," Danang memulai, suarany
i saya? Setelah setahun? Sete
hu kami salah, Naira. Ak
apa-apa. Ia hanya
a sedikit bergetar. "Rumah berantakan, Arka semakin sulit diatur. Dia... dia t
ncarinya, entah kenapa, sedikit meluluhkan hatinya yang beku. Namun,
ian, Danang," kata Naira dingin. "Kalian
menyesal, Naira. Aku benar-benar menyesal. Bisakah..
n memperlakukanku seperti pelayan, setelah kalian membiarkanku nyaris mati? Danang, aku sudah mat
ak pria itu. "Aku sudah punya kehidupan sendiri sekarang. Kehidupan yang a
merah, matanya berkaca-kaca. "Tap
ng Naira tegas. "Dia anak
Danang. Ia terdiam, tak mampu lagi memban
ia berbalik, meninggalkan Da
nerima penghargaan. Ia naik ke panggung dengan langkah mantap, senyum yang merekah di
, melainkan karena kebahagiaan dan rasa syukur. Ia telah sampai di titik ini. Ia telah
masa depan, namun ia tahu satu hal: ia akan menghadapinya dengan kekuatan, keberanian, dan tekad yang baru