kan hanya secara profesional tapi juga secara emosional. Danang, yang dulu merupakan pusat dari segala penderitaannya, kini hanyalah sebuah bayangan buram dari masa lalu. Kehadirannya tidak
Ia mempekerjakan seorang asisten paruh waktu, seorang mahasiswa desain muda yang berbakat bernama Rio, untuk membantunya mengelola jadwal dan tugas-tugas administratif. Ini adala
n menopangnya saat ia menghadapi tantangan. Maya, dengan brand activewear yoganya yang juga semakin berkembang, sering berkolaborasi dengan Naira. Mereka berbagi ruang kerja, bertukar pi
gekspresikan diri melalui kanvas dan cat, tanpa batasan proyek klien. Lukisan-lukisannya yang penuh warna dan emosi mulai menarik perhatian. Beberapa kolektor seni lokal menunjukkan min
terlibat aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Ia menjadi mentor untuk program pelatihan desain grafis bagi para wanita korban kekerasan dalam rumah tangga, memberik
Musim
ulang website dan branding untuk sebuah start-up teknologi di bidang pendidikan. Proyek ini sangat ambisius, dengan tenggat wa
ennya, juga seringkali ikut lembur, membantu dengan penelitian dan mock-up awal. Suatu malam, saat mere
mam Rio kecewa. "Pada
iasa kalau musim hujan begini.
asnya. "Mau pesan makanan, Kak
yum. "Kita tunggu sebent
Suara hujan di luar terdengar lebih jelas, menciptakan suasana yang tena
nutup teleponnya. "Kak Naira, aku harus pergi. Ib
ana! Tidak apa-apa, proyek ini bisa menunggu.
Naira," Rio tamp
umu lebih penting," Naira meya
deras, memukul kaca jendela dengan ritme konstan. Naira menyalakan lilin, cahaya kecilnya menar
Rasa takut yang dulu mencekam perlahan merayap kembali. Jantungnya berdebar lebih cepat, napasnya mulai terasa sesak. Ia mencoba menerapkan teknik pernap
kolognya: "Trauma tidak akan pernah sepenuhnya hilang, Naira. Tapi kamu bis
mpak ketakutan, namun juga ada kekuatan yang terpancar. "Aku tidak sendirian," bisikn
r. Namun, sebelum ia sempat menekan tombol panggil, ponselnya b
Haruskah ia mengangkatnya? Apa yang Danang inginkan? Rasa trauma kembali menyelimuti dirinya, tumpsuara Na
edikit terkejut Naira mengangkat teleponnya. "Maaf mengg
Hanya ingin tahu kabar? Setelah semua yang ter
aku lihat kamu di acara penghargaan itu
ah," kata Na
ersalah padamu," suara Danang terdengar lebih lembut, ada nada penyesalan yang tulus. "Ak
, bukan karena kesedihan, melainkan karena percampuran antara lega, marah, dan sisa-sisa
Ada yang penting tentang Arka. Dia... dia butuh k
di?" tanyanya, nada suaranya berubah menjadi khawatir. Nalu
tidak mau sekolah," Danang menjelaskan, suaranya terdengar putus asa. "Para dokter bilang dia b
dinginnya Arka padanya, betapa Arka mengabaikannya di malam mengerikan itu. Namun, di sisi lain, ia juga ingat
ra akhirnya. "Aku sudah melewati banyak h
inya, bicara dengannya sebentar saja," Danang memohon, suaranya terdengar pecah. "Hanya k
aan, Danang menyebutnya demikian. Naira tahu, ia tidak punya kewajiban apa pun pada mereka. Mereka telah menin
ya," kata Naira, lalu
ng lebah yang nyaris membunuhnya? Haruskah ia menghadapi lagi trauma yang ia coba kubur dalam-dala
u kembali muncul, namun kali ini tidak sepenuhnya menakutkan. Ada rasa kasihan yang
kan H
nceritakan tentang panggilan Danang.
udah membuat pilihan untuk pergi, dan itu adalah keputusan yang benar untuk kesehatan mental Anda. Di si
trauma itu kemba
ra yang berbeda sekarang. Anda kuat. Anda punya dukungan. Anda bisa menetapkan batasan yang jelas," psikolog menjelaskan. "K
ghubungi Maya dan Dewi
reka tidak pantas mendapatkanmu. Biarkan saja merek
hidupmu dari nol. Jangan hancurkan itu demi or
perlindungan yang mereka berikan. "Aku tahu itu. Tapi... i
gabaikanmu, Naira!" Maya mengingat
-anak. Dan jika aku bisa membantunya, setidaknya se
api janji padaku, Naira, kamu akan sangat berhati-hati
tidak akan. Aku sudah
u Mas
menemui Arka. Ia tidak pergi sendirian. Ia meminta Maya untuk menemaninya. Maya awalnya menolak ke
pon aku. Aku akan langsung masuk,
yum. "Terima
berdebar. Gedung itu tampak sama persis seperti yang ia ingat, namun suasananya terasa berbeda.
ai yang terlewati terasa seperti flashback singkat, kilasan kenangan pahit
lu. Ia berjalan menuju pintu apartemennya yang dulu. Ia melihatnya, pintu itu. Pi
alam, mengumpulkan semua ke
Danang. Wajahnya terlihat jauh lebih kurus dan pucat dari ter
berdiri di sana. Ia melirik ke belakang Naira,
a tanpa ekspres
Naira masuk. "Dia di kamarnya. Dia tida
ikit berantakan. Tidak ada lagi kehangatan yang dulu ia coba ciptakan. Bau
terbaring di tempat tidur, meringkuk di bawah selimut, punggungnya menghadap pint
ira lembut, suaran
idak b
pukan piring kotor di meja samping tempat tidur, dan beberapa b
Mama," kata
an ada lingkaran hitam di bawahnya. Rambutnya panjang dan
dan sedikit rasa takut di matanya. Ia tidak
nya penuh kekhawatiran. Ia mengulurkan
bertahun-tahun. Naira membalas pelukan itu, mengusap punggung Arka lembut. Semua ke
lagi," bisik Arka, sua
"Mama tidak akan pergi
an rasa lega, penyesalan, dan juga sedikit rasa bersalah. Ia melihat bagaimana Arka, yan
siapkan makanan, ya?" kata N
asih memegangi tan
ap Danang. "Ada baha
Ada, Naira. Aku... aku akan ba
ur yang sedikit berantakan, mencari bahan makanan yang bisa ia gunakan. Ia menemukan beberapa sayuran layu d
u aku tidak punya hak untuk mengatakan ini. Tapi aku benar-benar minta maaf. Aku menyesal sudah mengabaikanmu.
nya. "Penyesalanmu tidak mengubah apa-
dengan rasa bersalah itu setiap hari," Danang melanjutkan. "Aku melihat bagaimana Arka menderit
di matanya, namun juga ketegasan. "Aku datang ke sini hanya
rti. Aku tidak akan memintamu kembali. Tapi... bisakah kam
nya menolak. Naluri keibuan itu terlalu kua
"Apa pun, Naira. A
membutuhkan terapis, aku akan mencarikannya," kata Naira tegas. "Dan kalian berdua harus menghargai batasan itu.
epat. "Aku setuju,
ah yang dingin itu. Ia tahu, jalan di depannya akan sulit. Trauma itu mungkin tidak akan pernah sepenuhnya hilang. Na
gunakan pengalaman itu sebagai bahan bakar untuk terus maju, untuk menjadi versi terbaik dari dirinya, dan untuk membantu orang l